08 - Bertemu.

2016 Words
Anna meletakkan ponselnya di meja, kemudian membenamkan wajahnya di bantal. "Apa ini mimpi?" gumamnya dengan suara teredam. "Ternyata ini nyata, bukan mimpi," lanjutnya sambil menghela nafas berat. Saat ini, Anna berada di kamarnya, tapi bukan kamar yang ada di rumah orang tuanya, melainkan di kamar yang ada di rumah sang Kakak, Sean. Sean serta keluarga kecilnya tidak jadi datang menghadiri acara pertunangan Juan dan Bella, alasannya karena Elsa yang tiba-tiba pingsan. Itulah alasan kenapa tadi, Anna serta orang tuanya pulang, tidak menghadiri acara pertunangan Juan dan Bella sampai selesai. Lamunan Anna tentang Juan buyar saat suara ada yang mengetuk pintu kamar "Siapa?" Teriak Anna seraya beranjak bangun dari tidurnya, lalu menyeka air mata yang membasahi wajahnya. Saat Juan menghubungi Anna, Anna sedang menangis, menyesalinya kesalahannya di masa lalu. "Ini Mommy, Sayang!" Sein balas berteriak. "Boleh Mommy masuk?" "Iya, Mom, tunggu sebentar!" Anna sudah menduga jika Sein pasti akan datang menengoknya. Setelah memastikan penampilannya tidak sekacau sebelumnya, Anna segera membuka pintu kamar yang memang di kunci. "Boleh Mommy masuk, Sayang?" Anna mengangguk, membuka lebar pintu, sebelum akhirnya mempersilakan Sein memasuki kamarnya. Sein duduk di sofa, di ikuti oleh Anna yang juga duduk di sofa yang sama dengan Sein. Anna memeluk Sein, menyadarkan kepalanya di bahu kanan Sein. Sein balas memeluk Anna menggunakan kedua tangannya, lalu melabuhkan banyak sekali kecupan di kening sang putri. "Mom." "Iya, Sayang, kenapa?" "Tadi Kak Juan menghubungi Anna." Jawaban Anna sangat pelan, tapi Sein masih bisa mendengarnya. Sein menjauhkan wajah Anna dari bahunya, menatap Anna dengan raut wajah shock. "Kak Juan menghubungi kamu?" tanyanya memastikan. "Iya, Mom. Barusan Kak Juan menghubungi Anna, mengajak Anna bertemu." "Bertemu? Di mana? Kapan?" Sein bertanya secara beruntun dan terdengar sekali tidak sabaran. "Di restoran yang dulu sering kita berdua kunjungi, Mom." Anna menjawab lirih. Sein diam, membuat Anna berpikir jika Sein sedang marah. Sein meraih kedua tangan Anna, mengusapnya dengan penuh kasih sayang. "Sayang, kamu ingin menemuinya?" Anna menunduk, tidak berani menatap Sein yang terus menatap intens dirinya. Anna ingin sekali mengatakan pada Sein kalau dirinya ingin menemui Juan, tapi Anna takut, takut kalau Sein akan melarangnya, karena itulah Anna memilih diam. "Kamu ingin menemui Kak Juan?" Sein kembali bertanya, kali ini dengan nada bicara yang jauh lebih lembut dari sebelumnya. Anna mengangguk, menjawab dengan gugup pertanyaan Sein. "Iya, Mom. Anna ingin menemuinya, itupun jika Mommy memberi izin." Sein tahu kalau Anna pasti ingin menemui Juan. "Mommy tidak akan melarang kamu menemui Kak Juan, Sayang." Anna mendongak, menatap Sein dengan raut wajah terkejut. "Mommy memberi Anna izin untuk menemui Kak Juan?" Sein mengangguk diiringi seulas senyum tipis yang menghiasi wajahnya. "Iya, Sayang. Mommy mengizinkan kamu menemui Kak Juan." "Tapi, bagaimana dengan Daddy, Mom? Apa Daddy akan mengizinkan Anna menemui Kak Juan?" Izin dari Sein sudah Anna kantongi, dan Anna senang saat tahu kalau Sein tidak malarangnya menemui Juan. Tapi izin dari Sein tidak akan berarti apa-apa jika Anton melarang Anna menemui Juan. "Sama seperti Mommy, Daddy juga tidak akan melarang kamu menemui Juan." Bukan Sein yang baru saja menjawab pertanyaan Anna, tapi Anton. Sejak tadi, Anton sudah mendengar pembicaraan antara Sein dan Anna. Sepertinya, tadi Anna lupa menutup rapat pintu kamar. Jadi, ketika Anton membuka pintu kamar Anna secara perlahan-lahan, Sein dan Anna tidak mendengar atau menyadarinya. Anna terkejut, begitu juga dengan Sein. Sein dan Anna menoleh pada Anton yang saat ini berdiri di ambang pintu kamar dengan kedua tangan bersedekap. Anton mendekati Anna, duduk di samping Anna. "Daddy tidak akan melarang Anna menemui Kak Juan?" Anna kembali bertanya, guna memastikan, takut jika tadi telinganya salah mendengar. "Iya, Sayang. Daddy tidak akan melarang kamu menemui Juan." "Terima kasih, Dad." Anna memeluk Anton dan Anton membalas pelukan Anna. "Sama-sama, Sayang," balas Anton sesaat setelah mengecup kening Anna. "Temui Juan, selesaikan masalah yang belum kalian selesaikan, agar perasaan kalian berdua sama-sama tenang dan lega." Raut wajah Anna kembali berubah sedih. "Iya, Dad," balasnya lirih. "Tapi kamu harus ingat, Sayang, Juan sudah bertunangan, jadi kamu harus bisa menjaga sikap kamu." Ucapan Anton kembali menyadarkan Anna kalau mungkin besok akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan Juan. "Iya, Dad. Anna paham." Balasan Anna, kali ini jauh lebih pelan dari sebelumnya. Sein tahu jika Anna merasa senang karena besok akan bertemu dengan Juan, meskipun mungkin rasa sakitnya akan jauh lebih besar ketimbang rasa senangnya. *** Pagi ini Juan terbangun dengan keadaan yang bisa di katakan tidak baik-baik saja. Juan merasa kepalanya pusing berkunang-kunang, dan bukan hanya itu, Juan juga merasa matanya sakit sekaligus perih. Semalam Juan tidak bisa tidur pulas karena otaknya terus memikirkan Anna, Anna, dan Anna. Bahkan semalam Juan terus menangis, menyesali kebodohannya. "Masih pagi," gumam Juan sambil menghela nafas panjang. Juan pikir, hari sudah beranjak siang, tapi ternyata masih pagi. Itu artinya, Juan masih punya banyak waktu untuk bersantai. Tak jauh berbeda dengan Juan, Anna juga merasakan hal yang sama. Sama-sama bangun dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Semalaman Anna menangis, masih tidak percaya kalau akhirnya akan seperti ini. Terkadang Anna berpikir, kesalahan apa yang sudah ia lakukan sampai kisah asmaranya selalu berakhir menyedihkan seperti ini? Entah sudah berapa kali Anna berharap kalau apa yang terjadi tadi malam hanyalah mimpi, tapi sebesar apapun harapan Anna, apa yang telah terjadi tadi malam adalah sebuah kenyataan yang harus Anna terima dengan lapang d**a. "Ternyata rasanya jauh lebih menyakitkan," lirih Anna sambil meremas kuat selimut yang membalut tubuhnya. Anna memutuskan untuk berendam terlebih dahulu guna menghilangkan sembab di kelopak serta kantung matanya. Anna juga berharap kalau dengan berendam, kondisi tubuhnya bisa sedikit membaik. Juan dan Anna akan bertemu pada pukul 11 siang, sedangkan saat ini, masih pukul 7 pagi, jadi Anna masih memiliki banyak waktu untuk bersantai di dalam kamar mandi. Waktu berjalan dengan begitu lamban, menurut Juan, tapi menurut Anna, waktu berjalan dengan begitu cepat. Hari sudah beranjak siang, sudah tiba waktunya bagi Juan dan Anna bertemu di tempat yang sebelumnya sudah mereka berdua sepakati. Tempat yang penuh kenangan, karena di tempat itulah, dulu Juan dan Anna sering menghabiskan waktu berdua. Juan sudah sampai di restoran tempat di mana dirinya akan bertemu dengan Anna 20 menit lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Juan menunggu Anna di tempat parkir, dan saat ini Juan masih berada di dalam mobil. Sebelum pergi meninggalkan hotel, Juan sudah memberi tahu kedua orang tuanya jika ia akan pergi ke luar. Juan tidak menemui orang tuanya secara langsung, tapi Juan pamit melalui pesan. Juan tidak mau menemui orang tuanya, terutama sang Daddy. Juan tidak tahu, apa Alexander mengenal Anna atau tidak, tapi jika tahu dirinya akan menemui seorang wanita sementara statusnya saat ini adalah pria yang sudah bertunangan, maka Alexander pasti akan melarangnya pergi, atau malah akan memintanya untuk membawa Bella. 15 menit sudah berlalu, tapi belum ada tanda-tanda jika Anna akan datang. Perasaan Juan mulai tak tenang. Juan takut sekaligus cemas. Juan takut jika Anna membatalkan niat untuk datang menemuinya. Jika sampai hal itu memang benar terjadi, maka Juan tidak punya pilihan lain selain datang menemui Anna. Sejak tadi, Juan terus menatap ke arah pintu masuk, menunggu kedatangan mobil Anna. Sudah banyak mobil yang masuk, tapi mobil-mobil tersebut bukanlah mobil milik Anna. Juan yakin, Anna akan datang membawa mobilnya sendiri, tidak akan di antar supir. Juan sendiri tidak tahu kenapa dirinya mempunyai keyakinan seperti itu. Juan meraih ponselnya, untuk kesekian kalinya menghubungi Anna, tapi hasilnya selalu sama seperti sebelumnya, Anna tidak mengangkat panggilan dari Juan. "Dia tidak mengangkat panggilan gue karena lagi di jalan, kan? Bukan karena lagi tidur?" Juan bergumam dengan raut wajah yang semakin terlihat khawatir. "Tenanglah, Juan, Anna pasti akan datang." Juan menarik dalam nafasnya, terus melakukannya secara berulang agar rasa takut serta gugup yang di rasakannya hilang. Raut wajah Juan yang awalnya terlihat cemas sekaligus gelisah berubah menjadi lega ketika melihat mobil milik Anna memasuki tempat parkir. Juan bisa tahu jika mobil tersebut adalah mobil milik Anna karena Juan bisa melihat Anna yang duduk di balik kursi kemudi. "Ternyata dia datang," lirih Juan dengan perasaan luar biasa lega. Juan bergegas keluar dari mobil, menghampiri mobil Anna yang baru saja terparkir tepat di depan mobil miliknya. Anna baru saja akan keluar dari mobil ketika di saat yang bersamaan melihat Juan keluar dari mobilnya. Anna sangat terkejut, saking terkejutnya, Anna bahkan sampai mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil. Mata Anna terus mengikuti pergerakan Juan sampai akhirnya Juan sudah berdiri tepat di hadapan Anna. Tanpa sadar, Anna memegang erat tasnya, dibarengi jantungnya yang kini semakin berdetak cepat. Juan membuka pintu mobil Anna, menghela nafas lega ketika tahu kalau pintu sudah dalam keadaan tidak terkunci. Tatapan Juan dan Anna bertemu. Ini adalah pertemuan pertama kali Juan dan Anna setelah hampir 2 tahun keduanya tidak bertemu dengan jarak sedekat ini. Tanpa sadar, kedua tangan Juan mengepal sempurna, bahkan urat-urat di lehernya terlihat jelas saat melihat betapa sembabnya mata Anna. Tak perlu jadi orang jenius untuk tahu jika Anna baru saja menangis. Pasti Anna menangis dalam kurun waktu yang sangat lama. Mata Anna tidak akan sebengkak itu jika Anna hanya menangis dalam hitungan menit. "Dan lo adalah penyebab kenapa dia menangis!" umpat Juan dalam hati. Juan tahu, Anna mencoba untuk menyembunyikan bengkak di matanya menggunakan make-up, tapi sepintar apapun Anna menutupinya, Juan masih bisa melihatnya, bahkan dengan sangat jelas. Anna berdeham sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Deheman Anna membuat Juan sadar jika sejak tadi, dirinya terus menatap intens Anna. Anna pasti merasa risih. "Hai." Dengan perasaan gugup, Juan menyapa Anna. "Hai, Kak." Anna membalas sapaan Juan sambil memberi Juan seulas senyum tipis. Senyum Anna tidak tulus, Juan tahu itu. Juan bahkan berpikir jika mungkin sebenarnya Anna tidak ingin memberinya senyuman. Jika Juan terlihat gugup, maka lain halnya dengan Anna yang terlihat jauh lebih santai. Anna memang terlihat jauh lebih santai, padahal sebenarnya, Anna sama seperti Juan, gugup. Perasaan Anna saat ini campur aduk, antara senang, sedih, gugup, dan juga takut, semuanya menjadi satu. Tapi Anna bisa menyembunyikan semua itu dengan baik. Sejak Juan pergi meninggalkan Anna, Anna memang pandai dalam menyembunyikan perasaannya. Jika senang, Anna akan terlihat senang, jika sedih, maka Anna akan tetap terlihat senang dan baik-baik saja. Anna melakukan itu semua karena Anna tidak mau membuat kedua orang tuanya, atau anggota keluarganya yang lain, terutama Sein menjadi cemas dan khawatir. "Ayo kita masuk, kita bicara di dalam." Juan mengulurkan tangan kanannya. Anna menatap uluran tangan kanan Juan, dan tanpa pikir panjang, Anna memilih untuk tidak menerimanya. Sejak awal, Juan tahu kalau Anna tidak akan menerima uluran tangannya, tapi tetap saja, Juan mengulurkan tangannya. Anna memilih untuk berjalan terlebih dahulu, meninggalkan Juan sendiri. Juan menatap sendu sosok Anna yang mulai menjauh. Juan menarik dalam nafasnya, menenangkan perasaannya yang saat ini tak karu-karuan. Semakin lama, rasa bersalah Juan pada Anna semakin besar, terlebih ketika melihat betapa terlukanya Anna. Tatapan mata Anna tidak bisa berbohong, dari sana, Juan bisa merasakan betapa sakit dan terlukanya Anna, dan itu karena kebodohannya. Juan berlari menyusul Anna yang sudah memasuki restoran. Tanpa Juan dan Anna sadari, ada orang yang sejak tadi memperhatikan keduanya, dan orang itu adalah Bella, tunangan Juan. Bella mengumpat sambil memukul setir mobil. Tadi, Bella hendak mengajak Juan untuk makan siang bersama, tapi Bella malah melihat Juan pergi ke luar. Tanpa pikir panjang, Bella memutuskan untuk mengikuti Juan. Sejak tadi, Bella bertanya-tanya, ke mana Juan akan pergi? Begitu tahu Juan pergi ke sebuah restoran, Bella berpikir jika Juan akan makan siang sendiri. Tapi sesampainya di restoran, Juan malah berdiam di tempat parkir untuk jangka waktu yang terbilang cukup lama, membuat Bella kembali bertanya-tanya, apa yang Juan lakukan? Apa Juan sedang menunggu seseorang? Dan ketika melihat Juan keluar dari mobil, lalu menghampiri sebuah mobil yang baru saja terparkir, Bella akhirnya tahu jika Juan memang sedang menunggu seseorang. Bella pikir, orang yang Juan tunggu adalah seorang pria, tapi ternyata tebakannya salah karena orang yang sejak tadi Juan tunggu adalah seorang wanita. Jika saja orang yang sejak tadi Juan tunggu adalah pria, maka Bella tidak akan merasa resah dan gelisah seperti sekarang ini. "Siapa wanita itu? Apa dia rekan bisnis Juan?" gumam Bella dengan kening mengkerut. "Atau, jangan-jangan dia kekasih Juan?" tanyanya dengan raut wajah penuh amarah. Bella memutuskan untuk kembali ke hotel, enggan menunggu Juan keluar dari restoran tersebut. Nanti Bella akan bertanya langsung pada Juan, siapa wanita yang baru saja Juan temui?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD