2

1247 Words
Keputusan Alee untuk pergi sudah bulat, bahkan hari itu juga ia meninggalkan kota tempat ia dilahirkan. Sudah terlalu banyak luka yang ia rasakan di tempat itu. Alee telah menjual mobil dan juga rumah peninggalan ibunya. Dua benda itu memiliki kenangan yang banyak bagi Alee, tapi ia tidak berpikir dua kali untuk menjualnya. Lebih banyak kenangan buruk yang ia rasakan daripada kenangan bahagia dengan dua aset tersebut. Lagipula kehadiran ibunya akan tetap ia rasakan meski ia tidak lagi memiliki benda-benda peninggalan ibunya. Menaiki kapal, Alee meninggalkan kota. Ia tidak hanya pergi ke luar kota, tapi juga luar negeri. Tidak akan ada yang mencarinya, ayahnya sudah memiliki kehidupan baru. Pria itu sudah melupakannya sejak beberapa tahun lalu. Alee hanya berharap di tempat yang akan ia datangi ini ia bisa memulai hidup barunya. Tidak mungkin untuk melupakan semua kenangan buruk dan rasa sakit yang telah ia rasakan hanya dengan pindah tempat tinggal, tapi setidaknya ia tidak akan terus dibayang-bayangi oleh luka. Sebelum pergi, Alee juga sudah mengganti nomor ponselnya. Untuk memulai sesuatu yang baru, ia benar-benar telah membuang segalanya tentang hidupnya yang lama. Jika diperlukan ia juga akan mengganti identitasnya. Ini adalah perjalanan panjang pertama Alee di atas kapal. Ia keluar dari ruangan dalam kapal, melangkah menuju ke tepi geladak kapal. Matanya mengarah ke lautan lepas yang terlihat gelap. Angin malam memeluk tubuh Alee, tak sedikit pun membuat wanita itu kedinginan. Tanpa sadar Alee mengangkat tangannya, menyentuh perutnya yang datar. Alee tidak tahu apa yang akan menghadangnya ke depan, tapi ia berjanji pada dirinya sendiri dan untuk janin kecil di perutnya bahwa sekeras apapun nanti hidupnya, ia akan melaluinya. Ia bersumpah, ia tidak akan pernah menyerah seperti yang ibunya lakukan. Saat ini ada kehidupan lain yang akan bergantung padanya, jika dahulu ia kuat maka sekarang dan ke depannya ia harus lebih kuat lagi. Dari belakang Alee, pengasuhnya - Lucia, menatap Alee iba. Wanita itu menarik napas dalam lalu menghembuskannya menghilangkan rasa sesak yang mendera dadanya. Ia telah melihat wanita muda di depannya mengalami banyak penderitaan dan kehilangan, masih ia ingat bagaimana Alee memohon pada ayahnya untuk tetap tinggal, tapi sang ayah mengabaikannya dan memilih pergi dengan wanita lain yang berada di dalam mobil sang ayah. Sejak hari itu keceriaan Alee lenyap. Wanita periang itu menjadi lebih tertutup, seolah ia benar-benar sangat menderita kesakitan. Lucia tahu betapa Alee sangat menyayangi ayahnya. Ia pikir ayahnya adalah pria yang paling mencintainya, tapi ia salah. Ayahnya mengkhianatinya. Menghancurkan kepercayaannya dan mematahkan hatinya hingga tidak berbentuk lagi. Dan setelah itu, belum sampai satu bulan. Alee melihat kematian ibunya yang mengenaskan. Lucia tidak bisa menilai seberapa hancur Alee. Namun, ia bisa mengatakan bahwa sejak hari kematian ibunya, Alee juga mati hari itu. Tahun-tahun Lucia lalui dengan melihat Alee tumbuh dengan menutup diri. Sebagai remaja, Alee bisa saja menghabiskan waktunya dengan mendatangi pesta dan hura-hura, tapi yang Alee lakukan setiap harinya tidak seperti itu. Ketika ia kembali dari sekolahnya, Alee akan pulang tepat waktu. Tidak ada pesta, tidak ada hura-hura. Alee benar-benar tidak pernah bisa menikmati hidupnya lagi setelah pengkhianatan dan kehilangan yang menghantamnya dengan sangat kuat. Setelah tahun-tahun berat itu berlalu, Lucia akhirnya bisa melihat Alee tersenyum lagi. Dan penyebab dari senyuman itu adalah seorang pria yang Lucia tahu bernama Ellijah. Lucia pernah bertemu beberapa kali dengan Ellijah saat pria muda itu menjemput dan mengantar nonanya kembali dari kampus. Lucia merasa bahagia untuk Alee karena akhirnya kebahagiaan menghampiri Alee. Namun, ternyata kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Hanya enam bulan saja, dan ia harus melihat nona mudanya kembali mengalami patah hati dan pengkhianatan. Sebagai seseorang yang sudah menganggap Alee sebagai putrinya sendiri, Lucia marah dan sedih pada Ell yang sudah menghancurkan hati Alee. Namun, ia tidak bsia melakukan apapun. Ia hanya bisa mengikuti kemauan Alee untuk pergi meninggalkan kota yang sudah ia tinggali selama puluhan tahun. Sebenarnya Alee tidak memaksa ia untuk ikut, tapi Lucia tidak bisa membiarkan Alee sendirian. Lucia juga tidak memiliki keluarga, jadi tidak mungkin untuk membiarkan Alee pergi ke tempat asing sendirian, ditambah ia tahu kondisi Alee saat ini. Nona mudanya akan segera menjadi ibu sebentar lagi. Lucia merasa Tuhan masih menyayangi Alee, setelah kehilangan Alee mendapatkan sesuatu yang lain. Yang akan menjadi penyemangat hidupnya. Mata Lucia terarah pada punggung Alee, terlalu banyak beban yang punggung itu tanggung. Namun, tidak sekali pun ia mendengar Alee mengeluh. Tidak sekali pun ia melihat Alee menyerah terhadap hidupnya sendiri. Lucia sangat bangga pada Alee yang mampu bertahan menghadapi semua badai yang menerjangnya. Jika saja dirinya yang jadi Alee maka mungkin ia juga sudah mengakhiri hidupnya, atau terjerumus pada pergaulan yang salah. Menjadi pecandu obat-obatan terlarang dan minuman kerasa. Mungkin juga akan menjadi seorang wanita nakal yang merusak hidupnya sendiri karena kecewa pada hidup yang ia jalani. "Sayangku, udara malam tidak baik untukmu. Ayo kita masuk." Lucia telah berdiri di dekat Alee. Ia menyelimuti bahu Alee dengan selimut tebal. Alee melihat ke arah Lucia lalu ia tersenyum. "Terima kasih, Bibi." "Ayo masuk. Kau akan sakit jika terus berada di sini." "Sebentar lagi, Bi." Alee sangat menyukai suasana yang tenang dan sepi. Ia merasa hidupnya sudah sangat lekat dengan dua hal itu. "Kalau begitu Bibi akan menemanimu di sini." Lucia tahu Alee suka sendirian, tapi ia lebih tahu bahwa Alee lebih membutuhkan seseorang untuk berdiri di sampingnya. Wajah Ell terlihat kaku sesaat setelah ia mengetahui bahwa rumah yang selama ini ditempati oleh Alee telah dijual oleh Alee. Kenapa Alee tidak memberitahunya jika rumah itu dijual. Lalu, ke mana Alee pindah sekarang? Ell mengeluarkan ponsel dari celana jeans nya. Ia menghubungi Alee, tapi nomor ponsel Alee tidak bisa dihubungi. Tangan Ell meremas ponselnya kuat. Apa yang terjadi pada Alee? Kenapa wanita itu tiba-tiba menjual rumah dan sekarang tidak bisa dihubungi. Ell masuk ke dalam mobilnya dengan wajah marah. Ia tahu ke mana harus mencari tahu tentang Alee. Beberapa menit perjalanan, Ell sampai di kampus. Ia segera menemui Leonna. . "Di mana Alee s ekarang?" tanya Ell tanpa basa-basi. Leonna mendengus. Ia sangat ingin memaki Ell, jika bukan karena Ell maka saat ini Alee masih berada di dekatnya. "Aku tidak tahu." "Jangan main-main denganku!" Ell menatap Leonna mengintimidasi. "Siapa yang berani main-main denganmu, Ell? Aku benar-benar tidak tahu di mana Alee sekarang. Kemarin aku menghubunginya, dan dia mengatakan bahwa dia ingin pergi, dia tidak menyebutkan ke mana tujuannya. Setelah itu aku tidak bisa menghubunginya lagi." Leonna berbohong pada Ell, ia tahu ke mana Alee pergi, tapi ia tidak akan pernah memberitahukannya pada Ell atau pada ayah Alee. Dua sumber patah hati Alee ini tidak perlu bertemu lagi dengan Alee. Mereka hanya akan menambah luka di hati Alee. Ell mengepalkan tangannya kuat. Jadi, Alee benar-benar pergi darinya tanpa mengatakan apapun. Tanpa bicara lebih banyak lagi, Ell meninggalkan Leonna. Ekspresi wajahnya saat ini terlihat lebih dingin dari biasanya. Ell sangat benci ditinggalkan begitu saja. Hubungannya dengan Alee memang dibangun hanya berdasarkan sebuah taruhan, tapi tetap saja Alee meninggalkannya tanpa mengatakan alasan kenapa wanita itu pergi. Ell pergi ke atap kampus untuk mendinginkan kepalanya. Tidak masalah bagi Ell jika ia kalah taruhan karena kepergiaan Alee, tapi ini tentang siapa yang meninggalkan dan siapa yang ditinggalkan. Ell belum pernah ditinggalkan oleh siapapun sebelumnya, dan Alee berani-beraninya melakukan itu terhadapnya. Tidak ada perasaan spesial yang Ell rasakan terhadap Alee, ia hanya menganggap Alee sebagai sebuah kesenangan sesaat, tapi tetap saja ia merasa terhina karena Alee yang meninggalkannya bukan sebaliknya. "Sialan!" makinya kesal. Butuh cukup waktu bagi Ell untuk meredam kemarahannya. Setelah pikirannya kembali dingin ia baru meninggalkan atap kampusnya. Ia tidak perlu memikirkan wanita tidak penting seperti Alee. Itu terlalu membuang-buang waktu dan tenaganya. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD