Backsound dan Editing

1172 Words
Merebahkan tubuhnya karena rasa lelah membuat Raka sudah beberapa kali merenggangkan kaki dan punggungnya. Ana yang berada di sampingnya juga bermain sendiri membuat dia tidak bisa memejamkan mata. Ana tidak sedang bersama Icam, karena saudara kembarnya itu masih tidur siang. "Kakak, aku boleh main HP Kakak?" tanya Ana. "Mau ngapain?" balas Raka menoleh ke arah Ana. Dia terlihat sangat lelah, tapi adiknya meminta ditemani bermain. "Bosan main sama Simba. Boleh ya, Kak?" pinta Ana. "Kak Lani datang di bawah. Kamu main sama Kak Lani dulu ya, Kakak capek, Dik." Raka melihat Ana yang cemberut. "Kakak sudah enggak sayang aku. Kakak enggak mau main sama aku lagi!" keluh Ana yang turun dari tempat tidur Raka dan keluar begitu saja. Raka menyusulnya dan ternyata adiknya itu menemui ibunya yang ada di kamar lain terlihat memeluknya. Ana mengadu pada Farin membuat wanita itu menoleh ke arah pintu di mana Raka berada. Raka tersenyum tipis melihat ibunya yang melihat ke arahnya. "Enggak ada yang sayang Ana lagi, Mama." Ana mengeluh membuat Farin melihat kembali ke arahnya. "Siapa yang bilang enggak sayang kamu? Ada yang bilang?" tanya Farin. "Enggak ada, tapi Kakak sama Icam enggak mau main sama aku lagi, Mama." Ana mengadu pada ibunya. "Dik, Kakak itu baru pulang sekolah. Kakak pasti capek, tapi Kakak mau temani kamu main. Apa itu termasuk enggak sayang kamu? Hem?" Farin menannyakan pada anaknya tentang perlakuan Raka yang rela tidak istirahat demi menemani adiknya. "Tapi, tadi Kakak bilang ... aku suruh main sama Kak Lani," adu Ana yang masih berdiri di depan ibunya. Raka menghampirinya dan menyamakan tingginya dengan sang adik yang ada di depan ibunya. Ana langsung memeluk ibunya dan menyembunyikan wajahnya dari kakaknya. Dia terlihat tidak ingin melihat kakaknya yang sudah berada di sampingnya. Raka menghela napas perlahan dan mengusap kepala adiknya dengan lembut. "Kakak itu sayang sama Ana. Cuma, Kakak lagi capek, Dik. Masa Adik tega kalau Kakak sakit. Kakak sayang pakai banget sama Adik." Raka mengusap kepala adiknya dengan lembut dan terlihat tidak menggunakan emosi sama sekali. "Tapi, Kakak suruh mainnya sama Kak Lani ayang juga baru datang. Kak Lani pasti juga capek. Enggak ada yang mau temani aku," kata Ana. "Kakak cuma mau tidur sebentar, Dik. Nanti kita main bareng lagi. Kalau sama Kakak, kamu harus tidur siang. Gimana? Mau?" tanya Raka sabar menghadapi adiknya yang sangat manja padanya dan Farin. "Iya, Adik tidur sama Kakak ya. Nanti, kalau Papa pulang ikut Papa belanja. Mama mau suruh Papa belanja, nanti." Farin melerai kedua anaknya yang fokus pada pikirannya sendiri. Farin tidak ingin kedua anaknya semakin hancur karena pikirannya sendiri. "Mau tidur sama Kakak enggak?" tanya Raka kembali mengulangi pertanyaannya pada adiknya yang berada di sampingnya. "Mau, tapi nanti Icam bangun main. Kalau Icam main, aku enggak punya teman lagi. Kakak nanti tidurnya lama," kata Ana mengerucutkan bibirnya. " Nanti main sama Mama, sekarang tidur dulu sama Kakak. Istirahat, Papamu bisa ngomel kalau kalian enggak istirahat. Mama enggak mau bela kalau Papamu marah lo, yah." Farin mengingatkan anaknya yang langsung menganggukkan kepalanya. Mereka sudah sangat paham dengan kebiasaan Arlan yang mengatur istirahat anak-anaknya, agar tidak terlalu lelah saat malam tiba dan mereka harus belajar. Arlan selalu menjaga pola-pola hidup anaknya yang selalu diatur dengan rapi. Anak-anaknya pun yang terbijjiojasa dengan apa yang Arlan ajarkan jadi sering langsung menerapkannya, tanpa disuruh. "Ya sudah, kalau mau istirahat sama Kakak. Sana ke kamar Kakak, enggak boleh marah lagi sama Kakak. Temani Kakak tidur dulu, nanti baru kamu ditemani Kakak buat main sama Kakak. Ngerti?" Farin mengusap rambut putrinya yang tengah menganggukkan kepalanya di depannya. Raka mengulurkan tangannya pada adiknya yang sedang bersama dengan ibunya. Ana pun menerima tangan kakaknya dan berjalan meninggalkan kamar ibunya yang berada di samping kamarnya. Raka membawa adiknya ke kamarnya kembali dan memposisikan tubuh mereka di atas tempat tidur. Ana dengan lucunya langsung memeluk Raka yang tidur di sampingnya. Tidak pernah Raka menolak pelukan adiknya, pria itu langsung membalas pelukan adiknya dengan lembut dan Ana mengucapkan rasa sayangnya sebelum tidur di dalam dekapan Raka. Mereka pun tidur siang bersama karena Raka sudah terlihat sangat mengantuk. *** Arlan membuka kamar anak sulungnya dan melihat dua anaknya masih tertidur. Dia berjalan ke tempat tidur dan melihat kedua anaknya yang masih tertidur dengan tenang. Arlan membangunkan kedua anaknya saat malam sudah hampir menyapa. Arlan menggelengkan kepalanya melihat Ana. "Kak, ayo bangun dulu. Sudah mau maghrib. Kakak enggak solat?" tanya Arlan membangunkan anaknya. "Iya, Pa. Ini aku sudah bangun. Temenku ada yang mau ke sini. Kita mau edit backsound buat drama. Enggak papa, 'kan?" balas Raka yang perlahan melepaskan tangannya dari pinggang Krisna. "Boleh. Papa enggak pernah ajari buat tolak tamu yang mau datang. Biarkan saja. Kalian belajar yang benar ya. Papa sama Mama mau keluar sebentar takutnya kalian malah enggak ingat sedang ada di mana sekarang, Nak. Ya sudah, sekarang bangun, sholat, makan, ya. Adiknya diajak." Arlan keluar dari kamar anaknya. Raka langsung bangun dan mengumpulkan semua nyawanya. Dia menyempatkan diri untuk mengecup adiknya yang ada di sampingnya. Dia segera masuk kamar mandi untuk melanjutkan aktivitasnya. Setelah mandi dan melakukan salat, Raka masih berada di kamar membangunkan adiknya yang sedang terlelap di tempat tidurnya. Raka sabar membangunkan adiknya dan melihat adiknya yang mulai mengerjapkan matanya. "Kakak kok pakai baju rapi? Mau ke mana?" tanya Ana pada Raka yang duduk di sampingnya. "Enggak mau ke mana-mana. Kakak cuma mau ada temen yang ke sini. Makanya, ayo bangun dulu dan Kakak tunggu teman Kakak di bawah." Raka menjelaskan jawaban dari pertanyaan Ana. Setelah Ana bersama dengan Farin, karena gadis kecil itu ingin mandi, Raka turun ke bawah dan menuju ruang tamu untuk menunggu Welly yang akan datang. Melihat Raka bermain HP di ruang tamu, Icam pun ikut menyusul kakaknya yang ada di sana. Tidak begitu lama Welly menelepon membuat Raka berdiri dari duduknya dan menjemput Welly yang sudah ada di sekitar rumah Karain. "Kakak! Dipanggil Papa, suruh masuk!" teriak Ana dari pintu. "Iya, sebentar. Kakak cari teman Kakak." Raka mengatakannya dan melambaikan tangannya saat melihat Welly yang datang dari arah berlawanan. Dia pun mengajak Welly untuk masuk ke rumah. "Ini rumah Nenekmu?" bisik Welly. "Iya, kenapa?" tanya Raka. "Kamu berangkat dari sini ke sekolah? Berhari-hari? Punggungmu sehat duduk terus?" Welly masih berbicara dengan nada berbisik. "Aku cucu pertama cowok. Mamaku anak cewek pertama Nenekku. Jadi, ya ... harus di sini tunggu Yangti. Mama enggak mau sebenarnya tinggal di sini. Mending bolak-balik, tapi Papa yang enggak tega kalau Mama capek," kata Raka menjawab pertanyaan Welly dengan nada sama berbisiknya. "Kak, makan dulu! Jangan main HP terus!" panggil Farin yang membuat Raka membawa Welly ke meja makan. "Aku enggak main HP, Ma. Aku tunggu temanku. Ini Welly, Ma." Raka memperkenalkan temannya pada keluarganya yang sedang berkumpul di rumah Yangtinya. "Yah, Kakak enggak bisa antar aku pulang ke Ibu dong." Lani mengeluh. "Mau aku antar pakai apa? Sepada pancal? Ngelucu kamu?" keluh Raka membalas ucapan sepupunya yang nyeleneh. "Oh ya, Ma. Aku habis ini sama Welly harus fokus editing backsound drama. Mama kaya biasa ya?" Raka menatap ibunya seolah memberi kode dari arti ucapannya. "Iya, kalian kerjakan aja tugasnya dengan nyaman." Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD