Welly dan Raka sedang berada di ruang tamu dengan laptop masing-masing yang lengkap dengan headset yang terpasang di telinga mereka. Keduanya terlihat fokus dengan apa yang mereka kerjakan. Beberapa kali Ana mengintip kakaknya yang sedang sibuk dengan teman dan laptopnya. Raka pun mengetahui itu dan mencoba untuk tidak peduli pada apa yang adiknya lakukan.
"Kakak!" panggil Ana membuat Raka dan Welly langsung menoleh ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Raka pada adiknya yang langsung berlari kecil ke sampingnya dan mendekati telinga kakaknya.
"Dipanggil Papa, sebentar katanya." Ana membisikkan pada Raka membuat Welly memperhatikan gadis kecil yang imut itu.
"Iya, sebentar. Sana bilang Papa. Kakak masih mau simpan editan dulu baru ke Papa. Papa di mana?" balas Raka.
"Papa ada di kamar, belajar sama Icam." Ana menjawab pertanyaan kakaknya dengan wajah mengemaskan membuat Raka tidak pernah tega memarahinya.
Raka pernah memarahi Ana yang saat itu mengajaknya bermain. Hal itu malah membuat keributan besar yang berakibat hingga pertengkaran kedua orang tuanya. Banyak hal yang sebenarnya bisa Raka lakukan untuk Ana, tapi tidak dengan membuatnya menangis. Raka sangat menyesali hal yang tidak bisa dia lupakan itu. Untuknya, memarahi Ana dengan nada tinggi dan membuatnya menangis adalah hal paling terlarang. Dia tahu, semakin hari Ana semakin tumbuh besar. Adiknya semakin tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
Namun, kebiasaan dimanja oleh Nenek dan Yangtinya membuat Ana terkadang menyamaratakan semua orang. Hal itu yang perlu Raka ajarkan pada adiknya, tapi dia masih belum bisa menata ucapannya untuk mudah di mengerti oleh adik perempuannya itu.
"Kakak! Jangan lama!" kata Ana dari dinding pemisah antara ruang tamu dan ruang keluarga
"Iya, ini loh, Dik. Bentar. Sabar dong. Enggak boleh marah-marah," balas Raka.
Raka melihat adiknya sebentar yang ada di dekatnya sembari mengerucutkan bibirnya kesal. Dia hanya menggelengkan kepalanya dan tidak melakukan banyak hal demi adiknya.
"Wel, aku masuk bentar ya. Ini yang bagian intro sudah aku edit dengan sedemikian rupa. Kamu dengarkan dulu ya, kurang apa, nanti kalau ada koreksi baru aku benarkan lagi," kata Raka pada Welly.
"Iya, Ka. Kamu masuk aja dulu, kayanya ditunggu banget sama Papamu," balas Welly.
Raka menganggukkan kepalanya dan berdiri dari duduknya. Dia mengajak Ana untuk segera ke kamar di mana Arlan berada. Ana menggenggam tangan Raka dengan sangat erat dan terlihat tidak ingin melepaskannya.
"Pa, ada apa?" tanya Raka saat masuk ke kamar adiknya yang tidak ditutup.
"Apanya yang ada apa? Kamu ngapain ke sini, Kak? Temanmu pulang?" tanya Arlan yang bingung dengan keberadaan Raka di kamar adik kembarnya.
Raka mulai sadar Ana tidak ingin jauh darinya. Dia pun hanya menggelengkan kepalanya merespons pertanyaan dari Arlan. Ana hanya tersenyum manis saat Raka menoleh ke arahnya.
"Eum ... Pa, kalau gitu aku balik ke depan lagi ya. Welly kasihan." Raka pamit pada ayahnya yang langsung menganggukkan kepalanya. Dia berniat melepaskan tangan adiknya, tapi gadis kecil itu malah memilih tetap menggenggam erat tangan kakaknya dan ikut keluar kembali.
Raka melirik adik cantiknya yang ada di sampingnya dengan perasaan sedikit kesal, karena Ana mengganggu kegiatannya dengan sebuah tipuan yang tidak bisa dia bilang wajar. Mungkin untuk anak kecil itu adalah hal yang biasa, tapi Raka tidak bohong jika dia sedikit kesal karena adiknya membohonginya.
"Ana," panggil Raka yang berada di tangga dengan tangan yang masih digenggam oleh Ana. "Kamu bohong sama Kakak?" tanya Raka saat melihat adiknya melihat ke arahnya.
"Maaf, aku mau perhatian Kakak. Aku mau Kakak lihat aku,” kata Ana menjawab pertanyaan kakaknya.
Raka yang melihatnya hanya menghela napas panjang mendengar jawaban adiknya yang sangat menguji emosinya. Dia menyamakan tingginya dengan adiknya dan mengusap rambut adiknya lembut.
“Ana, dengar Kakak ya. Kakak itu cuma belajar, Sayang. Kalau lagi enggak belajar juga, Kakak enggak usah kamu minta sudah akan memperhatikan kamu. Kali ini aja, Kakak enggak mau kamu ganggu Kakak belajar, kasihan teman Kakak yang datang jauh-jauh, malah kamu buat enggak nyaman. Kalau Ana mau temani, enggak papa kok. Asal jangan nakal sampai bohong kaya gini, Sayang. Mengerti?” tanya Raka pada adiknya yang ada di depannya.
“Ana nakal, kalau bohong sama Kakak?” balas Ana.
“Enggak nakal, hanya saja itu perbuatan yang enggak baik, Sayang. Papa sama Mama pernah ngajari kita berbohong? Enggak, ‘kan?” Raka memberi adiknya pengertian.
“Aku minta maaf. Aku enggak mau jadi anak nakal, Kakak. Maaf, Kakak. Jangan marah sama aku,” kata Ana yang memeluk leher Raka dengan erat.
“Kakak enggak marah, Sayang. Sudah ya, kamu mau ikut temani Kakak belajar apa gimana?” tanya Raka yang menenangkan adiknya dalam dekapannya.
“Mau ikut Kakak. Gendong,”pinta Ana yang langsung dituruti oleh Raka.
Raka membawa adiknya turun dan menemui Welly yang sedang sibuk dengan dua laptop di depannya. Saat berada di depan Welly, Ana hanya diam dan mendengarkan kakaknya yang sedang mengobrol dengan Welly, meski dia sendiri tidak paham dengan apa yang terjadi. Raka mengambil alih laptopnya dan memasang headset yang sudah dia sambungkan di laptopnya.
Cukup lama Ana menemani kakaknya dan ikut makan camilan yang Farin sediakan untuk Welly hingga dua pria remaja itu menyelesaikan tugas mereka. Keduanya menghela napas panjang dan Raka mengirimkan pekerjaannya pada Welly yang akan menggabungkan semua yang mereka edit.
"Akhirnya selesai ya, Ka." Welly memasukkan laptop yang sudah mati ke tasnya.
Raka menganggukkan kepalanya dan mematikan laptop yang baru saja dia pakai untuk mengerjakan tugas. ana menyandarkan tubuhnya pada Raka membuat kakaknya itu langsung mengusap kepalanya lembut. Welly yang memperhatikan interaksi Raka dan Ana merasa gemas dengan Ana yang menjadi adik Raka.
"Ini adik kandung kamu, Ka?" tanya Welly saat perhatiannya terpaku pada gadis kecil yang sangat cantik dan manja pada Raka.
"Iya, dia adik kandungku. Maaf ya, kalau sedikit enggak nyaman karena dia emang nempel terus sama aku," kata Raka pada temannya.
"Enggak papa. Malah lucu tahu dia." Welly mencubit pelan pipi Ana yang langsung membuat gadis kecil itu memalinkan wajahnya dengan raut malunya. "Namanya siapa ini?" tanya Welly pada Ana yang sedang berada di pangkuan Raka.
"Dik, ditanya namanya itu loh. masa enggak mau dijawab. kata Mama enggak sopan, 'kan?" ujar Raka yang membuat Ana membuka wajahnya kembali.
"Namaku Niana da Costa, panggilannya Ana. Kakak sendiri siapa?" tanya Ana kembali.
"Welly Adritama," jawab Welly pada adik temannya yang mencuri perhatiannya.
"Panggilannya?" tanya Ana kembali.
"Welly," jawab Welly,
"Welly, Welly love you?" Ana membuat Raka menoleh ke arahnya dengan wajah yang mengerut karena bingung. "Papa sering bilang ke Mama, 'Ma, I love you, Welly love you,'" lanjut Ana dengan polos saat tahu kakaknya menatapnya dengan bingung.
"Really, Sayang. Really, bukan Welly. Okay," kata Raka membenarkan penuturan adiknya yang malah mengundang tawa adiknya sendiri yang sengaja mengubah ucapannya.
Welly melihat bagaimana sahabatnya bertingkah pada adiknya yang malah menjadi terlihat sangat so sweet. Welly tersenyum melihat Ana yang sangat cantik dan tersenyum padanya. Setelah cukup lama mengobrol, Wellu pamit dan Farin juga Arlan ikut mengantar Welly keluar. Semua kembali masuk dan beraktivitas seperti biasa kembali.
Bersambung ...