*Membaca Al-Qur'an lebih utama*
Hubungan Kemala dengan Adi semakin dekat saja, terhitung sudah dua minggu dari awal kedekatan mereka, dan kini keduanya tengah disibukkan dengan kegiatan masing-masing, Kemala yang sibuk mengajar dan juga sebagai guru privat dari lima orang murid di tengah-tengah kuliahnya selalu menyempatkan diri untuk sekedar bertukar kabar dengan Adi. Seperti malam ini, mereka kembali melakukan video call an setelah kemarin itu.
"Mau kenalan gak sama anak penulis lain?" Tanya Adi yang terlihat sangat antusias, tentu saja sebagai anak baru yang belum genap dua bulan bergabung masih belum mengenal penulis lainnya. Sangat berbeda dengan Adi yang bisa dikatakan sebagai idol karena dekat dengan pasukan inti grup.
"Boleh, Deh. Emang siapa sih?"
"Bibi," ujar Adi dari seberang sana, hingga tak lama tampilan layar video call menunjukkan sesosok gadi yang sebenarnya sangat dikenal Kemala, sebab awal gabung dengan platform ini ia sedikit berdiskusi dengan gadis bernama Bibi itu.
"Loh, Mala?" ujar Bibi yang melihat kehadiran Kemala yang malam itu mengenakan hijab navy nya.
"Halo kak, Bibi. hehehe..."
Adi terlihat bingung melihat bagaimana Kemala akrab dengan Bibi yang ia pikir baru saling mengenal. Hingga tak lama, obrolan yang tadi masih dimengerti oleh Kemala kini sudah condong ke arah yang menurut Kemala ini bukan ranahnya. Ia memilih diam sembari sesekali menyahut jika ditanya dan ikut tertawa jika lucu, ia merasa menjadi manusia yang berada di planet asing karena sangking bingungnya atas apa yang dibahas, bahkan ia memutuskan untuk mematikan kamera dan beralih ke aplikasi orange membaca sebuah novel yang belum selesai ia baca.
"La, kok dimatikan kameranya?" Tanya Adi yang Kemala duga baru menyadari jika dirinya sedari tadi mematikan kamera, langsung saja Kemala menghidupkan kembali kameranya lalu tersenyum manis.
"Tadi baca novel, Bang. Kenapa?"
"Enggak, tadi kami cerita tentang remun gaji penulis tetap Bibi ini termasuk besar remunnya, La."
"Mana ada, memang gede sih. Tapi aku gak serajin kaunya, Di." sangkal Bibi atas pernyataan Adi, dan sejujurnya Kemala juga tidak paham apa itu remun apa itu penulis tetap, maklum saja, ia baru bergabung beberapa minggu dan kebanyak memilih diam tidak terlalu akrab dengan orang lain.
"Halah, Merendah untuk meroket, tapi gila sih, Bi. Temen kau itu naik gajinya."
"Siapa? Si vivi? Iya gajinya naik, liat aja berapa banyak koin sama pembacanya, fantastis.'
Kemala kembali lagi berada di dunia asing lantaran dua manusia yang sedang video call bersamanya asyik dengan obrolannya sendiri tanpa memikirkan Kemala yang sama sekali tidak mengenal sosok yang baru saja mereka ceritakan.
Dengan penuh kesadaran, Kemala menarik diri dari obrolan dan sibuk membaca cerita di aplikasi orange tanpa Adi sadari. Di tengah keasikan Kemala membaca sebuah novel online, ia masih memasang telinga mencoba mengingat semua obrolan yang dibicarakan oleh Adi dan juga Bibi.
Hingga tidak terasa sudah sejam lebih video call itu berlangsung, dan sudah sejam pula Kemala menjadi kambing congek di antara dua anak manusia yang saling tertawa entah karena apa, karena sudah tidak bisa mentolerir lagi, Kemala pada akhirnya memutuskan untuk keluar dari obrolan dengan mematikan sambungan video call. Kemala sendiri hanya bisa mendengus kasar seraya menahan rasa sabarnya . Ia kembali asyik membaca novel tanpa memperdulikan panggilan yang kembali masuk.
"Yaudah, Abang ngobrol aja sama kak Bibi." Ketika Kemala dalam pesannya sebelum dering ponsel itu kembali terdengar.
Beberapa detik setelah pesan itu terkirim, Adi sudah membalasnya. Bahkan lebih cepat dari perkiraannya.
Buaya sss.
"Enggak, Bibi udah gak nelpon lagi kok."
"Yaudah kalau gitu, Mala mau baca novel dulu." Setelahnya Kemala tidak lagi memperdulikan pesan yang masuk, baik dari Adi maupun dari grup dan teman lainnya.
Kemala yang sudah tudak mood sama sekali tidak bisa berkonsentrasi, al hasil ia memilih untuk keluar kamar mengganggu adiknya yang masih berumur tiga bulan lebih.
"Dedek! Ayo bangun Yo, kakak gabut. Yo bangun." Teriak Kemala sembari menoel-noel pipi tembam adiknya yang tampak sangat mulus sekali.
"Dek! Ayo bang-..."
Bruk!
"ADOH!" Kemala berteriak kesakitan setelah besi magnet yang ada di dalam sarung kain milik emaknya melayang tepat menyentuh jidat nya. Ia menatap sang pelaku dengan seram terlebih ketika mendengar suara tangisan si bocil yang tadi ia ganggu.
Oekk... Oekkk
"Mampus aku." Batin Kemala menatap ngeri emaknya yang berdiri tepat di depan pintu kamar. Kemala sendiri hanya cengegesan tidak tahu mau membela diri seperti apa lagi, lantaran Sem bukti sudah mengarah ke arah nya.
"Bisa-bisanya kau ganggu adek mu yah, emang gak ada akhlak kau. Gak tau kau capek kali itu nidurkan si bontot." Marah emak nya sembari mendatangi sang adik yang sudah nangis kejer, padahal tidak ada ia apa-apa kan. Memang adiknya saja yang lebay dan caper alias cari perhatian.
"Masih kecil udah punya muka seribu." Cibir Kemala pelan. Fix malam ini ia akan bermusuhan dengan yang namanya Fayyaz Farah Diba. Lihat saja besok kalau sudah besar dan pinter minta jajan, tidak akan kemala kasih walaupun sudah menangis keras.
Kemala keluar dari kamar kedua orang tuanya menuju kamar miliknya, namun sebelum itu ide jahil di otaknya muncul dan dengan sengaja memijak tangan adiknya yang sedang asyin menonton terletak di lantai.
"ARGHHHH kak Mala... Sakit woy!" Teriak Ika yang lagi-lagi membuat si bayi kecil berteriak menangis.
"MALA!!!! ANAK SETAN MEMANG KAU YAH, GAK ADA OTAK!"
Kemala yang merasakan amarah sang emak tidak lagi tertolong langsung masuk ke kamarnya dan berpura-pura tidur agar sang emak tidak lagi sibuk berteriak memarahinya.
Buaya sss.
" Kok gak diangkat tadi?"
Kemala sedikit mengernyit dahinya, lah si bambang gak sadar ternyata kenapa dirinya memilih undur diri tadi.
"Yah ngapain di angkat, loh Mala kayak kambing congek. Bagus Lala matiin."
Kemala jadi tambah kesal kalau kayak begini, lagian tadi sudah sedikit lupa malah Adi mengingat kan nya lagi, padahal ia sudah berusaha meredam rasa marahnya dengan memilih diam.
Buaya Amazon
"Yah maaf, tadi tuh lagi bahas penulis yang lagi naik daun."
"Iya udah gak papa..." Balas Kemala dan memutuskan untuk mematikan data seluler, lalu beranjak tidur meski terlalu awal dari jadwalnya biasa tidur.
Bodo amat sama si buaya, gak peduli. Tapi kok nyesek juga, Anjir banget memang. Dicuekin selama sejam lebih rasanya seperti makan odading anjing banget.
"Bangke emang si buaya, jadi nyesek gini akunya. Ngada-ngadi emang."
Bukannya tertidur, Kemala malah melek dan asyik berkhayal bagaimana jika ke depannya ia dengan Adi malah serius? atau gimana jika ternyata mereja jodoh? apa tingkah Adi yang seperti buaya lepas kandang itu bakal berubah? Apa dirinya bisa jadi pawang buaya?
"PASAL BUAYA AJA SAMPE GAK BISA TIDUR GINI, PAOK LAH!"