Bab 36: Lingkungan toxic

1001 Words
Tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi di depan kita bahkan satu detik nanti. Waktu yang terus berputar seiring waktu akan membentuk karakter seseorang sesuai dengan bagaimana ia dibentuk. Kemala membaca sederet kalimat ini dengan begitu tenang, awal Minggu telah masuk gilirannya di mana hari ini adalah hari Senin yang menurut sebagian orang adalah hari terberat terlebih lagi anak sekolah yang selalu berharap hari Senin tanggal merah. Kemala yang libur kuliah setiap Senin dan Selasa malah biasa saja dan ia sudah muak terhadap hari libur. Terlebih lagi dengan keadaan covid 19 yang mengharuskan kita pakai masker hendak ke mana mana dan semua kegiatan sekolah menjadi online. Rasanya seperti dikurung dan di penjara di dalam rumah sendiri. Yah mending rumah itu terasa nyaman. Kemala sendiri malah tidak betah dan selalu ingin keluar dari rumah baik ke kost atau pun nantinya menemukan pekerjaan. Ketika sedang asyik asyiknya scroll beranda i********:, ponsel Kemala berbunyi dengan nama Adi yang muncul di sana. Ia seger mengangkat panggilan itu, setelah mood Adi yang berantakan kemarin selesai, mereka sudah kembali seperti pasangan kekasih pada umumnya. "Assalamualaikum, kenapa mas?" "Waalaikumsalam. Lagi apa yang?" "Masih buka buka Ig." Jawab Kemala masih dengan tangan yang menggulir layar ponselnya. "Loh, gak nulis emang?" "Enggak, nanti aja." Jawab Kemala yang tentunya merupakan sebuah kedustaan yang nyata. Jika sudah scrol i********: atau bahkan t****k ia akan terlena hingga lupa waktu dan pekerjaannya. "Yang bener, nanti kayak bulan kemarin akhir bulan nancap terus." Kemala terkekeh pelan. "Gampang kalau mode reok, paling mas yang jadi sasarannya." Celetuk kemala yang mau tidak mau Adi setujui di sana. Kemala ini tipe tipe perempuan yang akan heboh ketika targetnya tidak terpenuhi, ia akan mencari teman senasib yang sama sama pemburu dolar dengan menjadikan dirinya sebagai pejuang subuh dan teman kebut semalam. Adi berdecak kesal mendengar penuturan kekasihnya. "Bisa bisa nya lah, La. Btw kamu kapan berangkat KKN?" "Kenapa emang nya?" "Gak ada. " Kemala terkekeh pelan. "Biasanya Kkn rentan sama kasih percinlokan loh. Gak takut mas?" "Enggak, toh dari awak aku sama kek prinsip kamu, kalau memang mau nya lepas sekuat apa pun nahan nya yah tetep lepas, lagian emang kamu ada niat mau cinlok?" Kemala tentu saja panik, hal hal seperti ini yang menimbulkan percikan masalah. "Enggak lah, gila apa. Lagian kayaknya kami KKN nya mandiri." "Mandiri gimana?" "Kan lagi covid mas, jadi yah gitu Kkn nya di kampung sendiri." "Yah bagus dong, jadi gak harus ke kampung orang lagi." Kemala mengiyakan, ada keuntungan jika Kkn di kampung sendiri selain menghemat pengeluaran biaya, ia juga bisa lebih mudah mendapatkan data sebab sudah mengenal siapa siapa saja orang penting di desa nya sendiri. Tapi yang dicarikan bukan hanya ilmu, tapi juga pengalaman, jika Kkn di kampung sendiri seperti tidak ada tantangan dan pengalaman di dalamnya. Ia yakin seratus persen jika semua urusannya dipermudah bahkan mungkin bisa saja ia memanipulasi data bahwasanya ia melaksanakan Kkn tersebut padahal tidak sama sekali. "Tapi kalau Kkn di kampung sendiri gak seru, Mas. Gak ada kenangan nya gitu, gak ada temen nya juga apalagi pengalaman." "Iya sih, tapi yah terserah Mala nya gimana, mas sih dukung aja dari sini mah. Masalah keuangan gimana? Aman kan?" "Aman kayaknya mas. Cukup kok itu, lagian Kkn nya gak perlu banyak dana, cari program yang meminimalisir pengeluaran dana." "Kalau kurang nanti ngomong aja, biar aku tambah." Kemala hanya mengangguk meski di dalam hatinya ia mengumpati Adi yang kalau ngomong seenak jidatnya saja. Ya kali dirinya minta uang tambah sama Adi kan tidak mungkin. "Ya udah, Mala mau nulis dulu deh. Masih banyak ini targetnya." "Ya udah semangat sayang." Allahu Akbar. Ia langsung merinding begitu mendengar panggilan sayang Adi yang entah kenapa berhasil membuat dirinya merasa geli sakaligus senang dalam waktu bersamaan. "Semangat juga mas. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Panggilan telpon terputus, ia menatap layar ponselnya cukup lama sebelum memutuskan membuat file bab cerita yang akan ia update hari ini. Di tengah tengah menulisnya kemaka masih fokus ke grup rumpi yang sedari tadi berbunyi seakan akan grup itu sedang ada perang chat. Karena rasa penasaran yang tinggi, kemala membuka grup yang sudah berisi ratusan pesan itu, dengan hati hati ia scroll dari atas sampai bawah, hingga ia tahu permasalahan apa yang membuat grup itu tampak sangat ramai. Ternyata masalah ular atau Cepu grup yang merajalela bahkan membuat khawatir anak anak grup. Kemala kurang tahu siapa yang mencepui siapa, yang jelas sebelum masuk pun ia sudah mengetahui jika grup kepenulisan yang ia ikuti banyak Cepu nya. Semua berawal dari permasalahan Adi dengan salah satu penulis wanita yang saling tuduh menuduh menjadi Cepu, hingga sampai saat ini kasus itu masih tetap sama namun dengan orang yang berbeda. Kemala sendiri kadang heran dengan orang orang yang hobby nya adu domba, bahkan ia percaya jika permasalah dirinya dengan ana kemarin akibat dari adu domba seseorang karena seingatnya ia tidak menyinggung atau bertanya apa pun masalah uang gaji kepada ana. Hanya dengan satu orang yang Sampai saat ini Kemala berusaha menghindarinya. "Gila ini orang, gak tanggung-tanggung yang dibicarain editor sendiri gak tuh." Lirih Kemala yang akhirnya tahu siapa korban Cepu kali ini, bahkan mungkin ini sudah yang kesekian kalinya yang di hadapi editor mereka. Ada beberapa penulis bisa Kemala katakan adalah jenis orang yang seperti kacang lupa pada kulitnya. Sudah ditolong malah mendorong,.itulah ibarat yang bisa Kemala gambarkan, bukan karena iri melihat keberhasilan Meraka, tapi paling tidak jangan membuat orang yang sudah berjasa membawa mereka ke dunia literasi yang menghasilkan pundi pundi uang ini berada dalam kesusahan. Terlebih editor mereka masih memilih bayi dan sedang repot, rasanya tidak etis jika memfitnah nya sampai seperti itu. Kemala masih memantau keadaan grup yang terjadi aksi saling bertanya satu sama lain, lagian kenapa harus jadi Cepu sih? Segitu haus perhatian kah? Biasanya orang yang Cepu gitu adalah orang yang mencari perhatian, dipikirnya mungkin kalau sudah Cepu dan banyak informasi dia akan lebih baik, padahal tidak! Malah terkesan menjijikkan. "gila ini grup ngeri banget, uler nya banyak." batinnya dengan terus memantau perjalanan kasus percepuan yang terjadi hari ini. ia menunggu siapa orang yang nantinya akan dituduh sebagai Cepu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD