*membaca Al-Qur'an lebih utama*
Sejatinya kita hidup selalu berhubungan dengan orang lain, dan terkadang tanpa tersadar akan mengikuti perkataan orang lain seolah kita hidup hasil dari pendapat orang lain. Sama hal nya yang sedang Kemala lakukan beberapa hari belakangan, ia memforsir tubuhnya untuk menguruskan dan menurunkan berat badan, hal ini dipicu sebab salah satu tetangganya yang julid ketika ia mengenakan gamis.
"Makan nasi itu, kau pikir bagus gak makan nasi?" Tegur bapaknya yang sudah sering Kemala dengar beberapa hari ini.
"Aku lagi diet, gak boleh makan nasi, mie, gorengan."
"Jadi mau makan sayur aja? Kurus enggak, penyakitan iya."
Jleb!
Bapaknya ini ngomong kadang suka langsung ngena gitu, dirinya kan jadi ketakutan sebab sejak kemarin setiap ia melaksanakan sholat dan ketika bangun dari sujud d**a sebelah kanannya akan terasa berdenyut sakit. Belum lagi ia sering merasakan oening dan juga lemas.
"Capek aku dikatain gemuk, pengen kurus kayak Ika." Lirih Kemala yang sebenarnya sudah terlalu lelah mendengar semua julid an orang mengenai postur tubuhnya yang bisa dibilang memasuki bobot gendut.
"Yaudah terima ajalah, kak. Lagian emang model badan kau nya yang bongsor. Kalau kau kurus kayak Ika entah kayak mana nanti."
Kemala terdiam, ia menatap piring nya yang hanya ada sayur bayam dan juga sepotong ikan goreng. Ia merasa sia-sia dan sekarang tersadar jika mengikuti kemauan mulut tetangga itu tidak akan pernah ada habisnya. Ada saja yang kurang dan pada akhirnya kita akan benar-benar hidup karena omongan orang.
Tapi yang namanya Kemala memiliki sifat over thingking yang berlebihan dan juga selalu mendengarkan omongan orang lain menganggap ini semua penting dan berakhir dengan menyiksa diri, bahkan dirinya tidak bisa menikmati bakso makanan favoritnya.
Tanpa ba-bi-bu, Kemala ke dapur dan mengisi piringnya dengan secentong nasi panas lalu makan dengan tenang, rasanya cacing di dalam perut pasti sudah berpesta lira setelah selama dua Minggu ini di kurangi jatah makannya.
"Bodo amat dah, kalau kata orang-orang sana. Akan cantik di mata yang tepat, moga aja si buaya natap aku dengan penuh kekaguman karena aku cantik meski body seperti drum minyak."
Drtt... Drrttt... Drrttt
Kemala melirik ponselnya dan tersenyum melihat Adi yabg menelponnya via w******p membuat Kemala sedikit tersenyum cerah.
"Halu.... Kenapa?"
"Halu... Yah gak kenapa-kenapa. Emang harus ada apa-apa kalau nelpon?"
Kemala sedikit melihat ponselnya memastikan jika yang sedang berbicara dengannya barusan adalah Adi kekasihnya.
"Kenapa, Mas? Tumben bawaannya sensi amat sama Mala." Tanya Kemala heran, ini buaya kalau sedang tidak mood akan berakhir seperti ini, semua orang kena.
"Gak kenapa-kenapa, nanti aja aku cerita." Jawab Adi yang membuat Kemala mengangguk tanpa sadar, berarti dugaannya benar jika sang kekasih sedang ada masalah yang belum bisa ia ceritakan kepadanya. Kemala akan menunggu karena besok atau bahkan nanti malam baru pemuda itu akan menceritakan itu.
"Yaudah gak papa. Btw, d**a kanan Lala sakit lah, apa karena diet itu?"
"Yah iyalah, itu efek sampingnya. Lagian kenapa diet-dietan sampe gak makan nasi gitu, dikira sehat?"
Kemala terdiam, niat hati curhat untuk mencari perhatian malah berakhir diomelin.
"Gak usah diet-dietan. Bukannya kurus malah sakit nanti lagian kamu gak gendut loh, siapa yang ngomong gendut, biar kita tabok cangkemnya."
Sedikit terkekeh, Kemala merasa terhibur meskipun Adi masih ngomel panjang kali lebar.
"Iya, gak lagi. Mas."
"Nah gitu, nurut. Eh lusa udah puasa. Nanti sahur banguni yah."
Kemala melirik kalender yang berada di kamarnya melihat tanggal yang memang lusa sudah puasa, atau bahkan bisa besoknya lagi. Dan mungkin ini akan menjadi kebucinan yang sesungguhnya, semenjak tiga tahun yang lalu hubungannya selalu kandas sebelum Ramadhan alhasil tidak pernah membangunkan doi untuk sahur.
"Ashiapp bos, tapi kalau gak bangun jangan salahkan Mala yah, w******p nya aktifkan terus ."
"Iya, nyonyah. Aktif sesuai perintah Mala sayang."
"Halah bucin buaya Amazon." Celetuk Kemala yang geli mendengar ucapan Adi yang sangat nyeleneh.
"Siapa bucin? Mala dong," ujar Adi dengan semangat, hingga tak lama pemuda itu terdiam membuat Kemala keheranan. "...Tapi kan yang, banguninnya jam 3 atau jam 4."
"Lah, kok cepet banget?"
"Iya, kan mamak masak lagi."
Kemala mengangguk, meskipun Adi tidak bisa melihat anggukannya. Berarti ia harus memasang alarm jam 3 pagi besok.
"Yaudah, Mala mau beresin rapor dulu, mau Nerima rapor soalnya."
"Yaudah, Semangat sayang."
Kemala terkekeh mendengar Adi yang berteriak memberinya semangat, hari ini adalah hari terakhirnya mengajar di sekolah, ia akan mengundurkan diri sesuai dengan perjanjian di awal ia menerima pekerjaan ini.
Ia melihat ke arah tumlukan kertas Manila yang merupakan keterampilan yang ia buat untuk melatih siswanya membuat kaligrafi. Dan yang bikin dirinya migran mendadak adalah tulisan nya sekecil semut, tapi kertas manila nya sebesar lapangan sepak bola.
Ia meraih gunting dan membawa tumpukkan itu keluar ke ruang tamu. "Mak! Bantuin Napa ini ngecelin ini, kebesaran kertasnya dari pada tulisannya."
"Banyak banget, Mal. Apa ini?"
"Keterampilan anak-anak itu, awak suruh buat kaligrafi. Tapi lihatlah ini coba, masa gedean lagi kertasnya dari pada tulisannya."
"Hahahah... Ada-ada aja anak-anak mu ini, Mal. Yaudah, gunting lah biar mamak susun."
Mala dengan telaten menggunting kertas mengikuti pola yang ia mau, hingga beberapa menit kemudian ia telah selesai dan menyusun semuanya bersama dengan lem kertas. Di mana lukisan kaligrafi ini akan ia tempelkan di dinding sekolah yang telah usang, sehingga agak berwarna sedikit.
Selanjutnya ia membungkus hadiah-hadiah juara yang merupakan buku tulis lengkap dengan Lena, pensil dan penghapus, yang akan ia berikan untuk anak-anak didiknya yang memiliki prestasi.
***
Kemala sampai di sekolah ketika langit sudah menggelap, ia melihat anak muridnya yang sudah duduk rapi seolah menanti kedatangan dirinya. Memang yang namanya menerima rapor adalah sesuatu yang mendebarkan dan sekaligus paling dinanti.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Bu." Jawab seluruh murid dengan wajah sumringah .
"Hari ini kita mau menerima rapor, gimana pun hasilnya harus tetao semangat, buat yang juara jangan sombong dan terus belajar, buat yang peringkat nya turun di perbaiki lagi kejar yabg juara, dan buat yang gak juara ayo semangat kalahkan temen-temen nya yang bakal ibu panggil. "
Kemala menatap satu persatu wajah siswanya yang polos tapi selalu berhasil membuatnya darah tinggi. Wajah yang akan menjadi mood booster nya dikala penat dengan rutinitas yang itu-itu saja. Dan mungkin ia tidak akan bisa mendapatkan pengalaman yang seperti ini lagi di sekolah mana pun.
"Sebelum ibu serahin, di sini ibu mau minta maaf mana tau ibu ada salah, marah-marah kalian, nyubit, atau bahkan mukul kalian dan buat kalian sakit hati. Semoga apa yang ibu ajarkan selama satu semester ini berkah dan bisa menambah ilmu kalian, inget semua pesan ibu yah."
Kemala menyusun rapor dan juga hadiah sesuai dengan tingkat juara, dan memanggil satu persatu siswanya yang juara, ada yang naik, ada yang turun atau bahkan ada yang stuck di tempat.
Suka dukanya selama mengajar ini banyak sekali, di mulai dengan ketersediaan kapur yang di mana mana tidak ada dan kosong, sehingga ia harus pesan melalui online. Gaji yang tidak seberapa tapi harus menanggung biaya kapur, dan semuanya sendiri. Dan juga orang tua siswa yang terlalu banyak mau tapi tidak ada kepedulian sedikit pun dengan sekolah. Itu semua akan menjadi pembelajaran baginya di kemudian hari jika ia telah memiliki anak.
"Sekarang kita tempel hasil gambar kalian yah."
Dengan semangat semua siswa mengambil gambarnya masing-masing. "Ini lem nya, awas jatuh yah."
"Bu, lem nya gan lengket, gimana?" Adu salah seorang murid yang tengah memanjat dinding dan terlihat kesusahan menempelkan kertas tersebut, Kemala sedikit heran melihatnya, kok sampai sebotol itu sampai tidak lengket juga?
"Yaudah, beli lem setan sana." Perintah Kemala memberikan uang dua puluh ribu, Lem setan merupakan lem Korea yang akan sangat lengket, bahkan jika terkena tangan sekalipun.
Menunggu beberapa menit, siswa yang tadi ia perintahkan membeli lem sudah kembali. Ia langsung berdiri dan membantu siswanya menempelkan semua hasil keterampilan, namun baru beberapa yang tertempel, insiden yang mengejutkan pun terjadi. Lem yang sangat cepat merekat itu menetes tepat di atas mata dan wajah sebelah kanannya, sehingga dari alis, hidung, mata, sampai pipi dan dagu terkena tetesan yang langsung terasa panas dan cepat mengeras.
Ia menjerit kesakitan ketika matanya lengket tidak bisa dibuka dan terasa perih, dengan kepanikan yang luar biasa ia berusaha tetap membuka matanya meskipun terasa sangat perih.
"Tolong, Nak. Ambilkan Ibu air bersih."
Beberapa siswa langsung berlari mengambil air bersih, begitu datang Kemala langsung mencelupkan wajahnya dengan mata yang terbuka ke air tersebut. Dengan cepat pula ia menarik lem yang sudah mengeras yang mengenai alis nya, alhasil alis matanya ikut tercabut sampai membuat ia merintih kesakitan.
"Panggilkan mamak ibu lah di rumah, minta tolong." Panik Kemala ketika matanya terasa sangat sakit sekali.
"Bu, alis ibu botak."
"HAH?" Sontak ucapan siswanya itu membuat Kemala terkejut bukan main, dengan cepat ia meraih ponsel miliknya dan melihat alis yang sudah botak sebagian lantaran bulunya ikut tercabut bersama dengan lem yang ia kuoas tadi. Bahkan bulu matanya saja ikut tercabut.
"KENAPA, MAL? KOK ADA-ADA AJA LOH." Suara emaknya membuat Kemala langsung histeris merengek menangis alisnya yang sudah botak.
"Mamak.... Alis aku botak..."
"Bahahahahah... Bahahahhaha... Ya Allah, kenapa alis sama bulu mata mu?" Emak Kemala malah tertawa kuat seolah kejadian yang menimpa anaknya merupakan suatu hal yang sangat menggelitik.
"Mak perih ini gimana coba?"
"Jangan dikucek, nanti hilang sendiri. "
Dengan mata yang memerah dan terdapat sisa lem setan yang merekat, Kemala menyusun semua buku dan sisa kertas kaligrafi lalu membagikannya kepada semua muridnya.
"Hari terakhir ngajar gini banget ya Allah." Batin Kemala menangis meratapi alisnya yang sudah botak, malah sebentar lagi puasa terus lebaran, apa bakal tumbuh lagi ini?
Sepanjang jalan ia sibuk melihat alisnya. Semoga saja ia tidak bisa melihat tuyul karena Alis botak.
"Mas, alis Mala botak." Adu Kemala kepada Adi dan mengirimkan foto kondisi alisnya.
Tak lama masuk balasan Adi yang semakin membuat ia menyesal mengadukan hal ini kenapa pemuda itu.
Mas
Hah? Kok bisa yang? Itu kenapa?
"Kena lem setan, ketetesan. Terus halusnya hilang... Huwaaa...."
Mas
ASTAGHFIRULLAH YANG, DI MANA-MANA KALAU MAU CUKUR ALIS ITU PAKAI CUKUR LAH, BUKAN PAKAI LEM SETAN.
Baru kali ini ada orang yang cukur alis pakai lem setan. Ajaib banget doi gue.
Tak lama masuk video call Adi, dengan cepat Kemala mengangkatnya dan langsung menyesali seketika tindakan nya kenapa mengangkat panggilan itu.
"Hahahaha.... Ya Allah, La. Alis kamu kenapa?"
"Huwaaa.... Mamas jangan ejek-ejek ih, malu. Gara-gara lem setan ini." Rengek Kemala yang pada akhirnya menyalahkan lem setan yang tidak bersalah.
"Kok iso? Itu awas kamu bisa lihat tuyul yang."
"Mau nempel kaligrafi di dinding, Malah ketetesan."
"Ajaib, cara terbaru buat cukur alis, pakai lem setan. Mala terbaik memang!"
Anjir! Doi asem sungguh tidak berperi kedoian.