Rencana pembangunan rumah yang Adi ceritakan ternyata sudah matang. Pemuda itu berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah guna membangun sebuah istana untuk kedua orang tuanya. Kemala sebagai seorang kekasih tentunya mendukung penuh akan hal itu, meksipun ia tidak bisa membantu secara materi paling tidak membantu doa sudah lebih baik, benar kan?
Rencana bulan Juli ini akan memulai pembangunan, agar bisa selesai awal bulan agustus. Rumah yang memiliki dua kamar menjadi pilihan Adi di mana ia akan membangun perlengkapan rumah seperti dapur dan kamar mandi secara bertahap nantinya.
Pagi ini seperti kebiasaan setelah Ramadhan, Adi akan menelpon sepanjang hari bahkan terkadang emak kemala heran sendiri, apakah kedua orang itu tidak merasa bosan satu sama lain karena seharian penuh menelpon saja.
"Jadi kapan mulai bangun nya?" Tanya Kemala yang saat ini tengah membereskan baju baju miliknya di lemari yang sudah berantakan dan semrawut.
"Minggu depan sih rencana, tukang nya juga udah di panggil." Jawab Adi di seberang sana. Kemala hanya mengangguk dengan sesekali membenarkan letak ponsel nya yang sengaja Ia sangkutkan di hijab yang tengah ia pakai, salah satu cara agar ia bisa membucin sambil beberes sebelum emak tiri ngomel sepanjang hari dan yang menjadi sasaran satu rumah bahkan kucing yang datang ke rumah pun bisa kena amuk mamak tiri nya Kemala. Canda mamak tiri hahahah...
"Bapak udah setuju dua kamar?"
"Gak tahu, kalau emang mau jadi tiga yah mau gak mau nambah biaya lagi."
Kemala terdiam. Jika kamar tiga berarti sebesar rumah orang tuanya yang saya ini ia huni. Dan memang untuk seukuran rumah seperti itu memerlukan biaya yang lumayan besar.
"Lumayan itu mas, mudah mudahan bisa lah."
"Iya, soalnya kata bapak nanti buat kita tempati juga kamar nya."
Kita?
Hah? Kita? Wehhh... Si bapak kenapa mikirnya udah sampe sana. Mala kan jadi syok.
"Kok kita?" Tanya Kemala memastikan pendengarannya. Kenapa seolah olah itu bangun rumah kamar nya di tambah karena Adi mau nikah yah? Tapi nikah sama siapa? Gak mungkin balik sama mantan, tapi bisa aja sih. Terus nasib nya gimana?
Duh mas, buat over thinking banget itu kamar. Batinnya meringis pelan.
"Yah kita lah, emang siapa lagi? Kalau udah nikah kan gak mungkin sekamar sama agung."
Bener juga sih, ya kali mereka sekamar dengan bocah puber, nanti pas anu gimana. Eh kok anu, anjim pikiran Kemala rusak dibuat yola pasti ini.
"Emm... Iya sih, ya udah semoga lekas siap lah rumah nya yang."
"Iya, Alhamdulillah banget kak Raha nawarin masuk stary, paling tidak bisa buat rumah, bisa ngubah nasib."
"Iya sekalian mudah-mudahan dapet jodoh yah kan?" Tawa Kemala menguar setelah mengatakan hal demikian, tidak pernah terlintas di otak nya akan mendapatkan seorang buaya grup setelah masuk ke dalam dunia kepenulisan. Ia bahkan tidak percaya bisa sejauh ini dengan Adi. Padahal saat itu ia hanya iseng mengatakan jika ada yang mengantarkan proposal ternyata di anter beneran dong.
Kemala jadi ngakak sendiri begitu mengingat percakapan absurd yang berujung mereka dipertemukan seperti ini. Saat itu Kemala yang memang masih hobi mengedit video dengan dubbing suaranya membacakan sebuah sajak ternyata disukai oleh Adi dan di komen melalui pesan w******p.
Adi mengatakan jika suaranya sangat bagus. Dan dari sana lah bermula awak chat dengan seorang buaya. Bagaimana tidak buaya, seminggu kenal Adi sudah berani bertanya udah siap nikah atau belum. Untung saja Kemala orang nya santai, jadi menjawab pertanyaan dengan santai pula dan tidak tahu yang barusan bertanya adalah buaya yang mencari jodohnya.
"Ck, dah lah males. Dikacangin..."
Kemala langsung tersadar, ia malah terkekeh pelan seolah menertawakan dirinya yang selalu flashback dan merasa tidak percaya jika pertanyaan dan pernyataan siap itu mampu membuat Adi putar haluan menuju keinsyafan sebagai seorang buaya.
"Lagi bayangin mas dulu buaya nya gak ketulungan."
"Lambemu, aku gak buaya yah. Emang lagi nyari yang cocok aja. Ada yang mau aku ajak serius malah dia nya dari awal udah nolak buat ngurusin emak ku kalau udah tua nanti."
Kemala mengernyitkan dahinya pelan. Siapa yang dimaksud? Apa mantan mas Adi yang 3 tahun menjalin hubungan itu?
"Siapa? Mantan mas?"
"Enggak, baru aja mau aku deketin terus bahas masalah tanggung jawab suami dan anak laki laki. Eh dia udah ngomong kalau paling males sama cowok yang bikin istrinya kayak pembantu."
Lah lah, bentar, kayaknya mereka pernah membahas ini tapi siapa yah? Kenapa Kemala jadi lupa begini.
"Udah, gak usah bingung, intinya dia online juga kayak kamu, tapi jawaban dia beda."
Kemala mengiyakan, lagian bukan urusannya itu. Ia tidak ingin terlalu ikut campur dalam urusan Adi. Sebab bagaimana pun pemuda itu memiliki ranah privasi.
"Lagi ngapain kamu?"
"Masih beresin baju, Yang. Cari yang udah gak muat soalnya lemari penuh."
"Banyak berarti."
"Heem, banyak. Apalagi gamis Mala ini penuh. Belum lagi jilbab nya. Kadang mala mikir ini nanti di hisab gimana yah? Pasti berat banget."
"Hisab gimana?"
"Iya nanti di hari kiamat kan ada yaumul hisab, semua harta benda kita akan ditimbang dan dipertanyakan kegunaan nya, sedangkan Mala sudah masuk dalam katagori mubazir ini."
Adi terdiam sejenak. "Banyak banget emang?"
"Banget, bahkan semua warna Mala punya. Dari SMP dulu udah pake hijab Kemala jadi yah gitu lah."
"Kalau gak terpakai sumbangkan ajalah."
"Rencana mau disumbangkan aja sebagian, kayak warna navy ini, ada empat sendiri coba. Kan aneh, mala juga gak sadar udah punya warna ini."
"Mana? Coba sini kirim fotonya."
"Nanti Kemala foto kan."
Gadis itu sibuk melipat gamisnya yang memiliki panjang luar biasa. Sebab Kemala paling tidak suka jika gamis tidak sampai menutupi mata kaki, bahkan ia lebih suka dengan gamis yang sedikit menyentuh tanah yang kalau jalan sembari menyapu.
Setelah selesai dengan gamis, Kemala beralih ke hijab yang memang benar saja bertumpuk seperti buku warna warni, ia melihatnya menjadi lebih rapi dan menyusunnya secara berurutan sesuai warna yang lebih gelap lalu ke terang. Tapi ada yang aneh, kenapa warna abu abu nya berkurang satu? Ia bahkan baru sadar jika hijab itu sudah menghilang.
"FIKA!!! KAU ADA PAKAI JILBAB AKU?" Teriaknya dari dalam kamar.
"GAK ADA!"
Fix, keluarga Kemala adalah keluarga bermulut toak. Semoga saja Adi kalau datang tidak kaget sama sekali.
Kemala kembali membongkar lemari yang sudah ia susun rapi, tapi tetap saja hijab nya itu tidak terlihat batang hidung nya. Astaga, ia sudah kepalang emosi sekarang. "Ngaku woy, siapa yang pake jilbab aku!"
"Ngapa nya kak? Jilbab yang mana?" Tanya sang emak yang datang dari dapur.
"Ya Allah... Ngapain nya kau? Kenapa berantakan gini semua? Itu juga gamis kau." Tunjuk mamak Kemala ke arah tumpukan baju yang berserak di atas ranjang.
Kemala menggaruk kepalanya yang tidak tertutup hijab. "Nyari jilbab ku yang warna abu abu, satu lagi gak nampak."
"Tapi itu ada. Yang mana lagi?"
"Jilbab ku kan ada empat yang abu abu, tinggal tiga. Hilang satu ini."
"Makanya kalau pakai jilbab habis dipake buang aja sembarangan. Kebiasaan kau gak mau mulangkan di tempat nya."
Salah satu dari kebiasaan buruk Kemala adalah meletakkan barang tidak pada tempatnya, sering kali hijab Kemala akan menjadi korban kekesalan sang emak lantaran hijab itu berada di lantai dan berserakan.
"Gak tau mamak di mana jilbab kau, jangan lupa beresin itu, awas aja kalau gak beres." Ancam mamak Kemala yang kemudian keluar dari sana.
Kemala meraih ponsel miliknya dan melihat ada pesan dari Adi. Dan ia baru sadar jika sambungan telpon sudah mati sedari tadi.
Mas
Di mana emang Mala letak?
Kemala menghela nafas pelan, kenapa terkadang orang orang dalam menanggapi sesuatu yang hilang PAOK yah, kalau ia tahu di mana ia letakkan yang pasti barang itu sudah ketemu sedari tadi.
"Kalau mala tahu gak bakal Mala cari mas." Balas Kemala yang sebenarnya masih gondok atas insiden kehilangan hijab.
Mas
Lagian kebiasaan letak barang gak di tempat nya.
"Dari pada mas ngomel ngomel mendapat Ng mas nulis."
Fix saat ini mood Kemala benar benar anjlok, ia paling tidak suka jika hijab nya hilang, bahkan sampai sekarang ia tidak mengijinkan jilbab nya dipakai sang adik.
Di tambah Adi yang bukan membantu malah ikut menceramahi dirinya. Emang doi buaya pinter mancing emosi.
Mas
Lah, kesel nya kok sama aku.
"Siapa yang kesel? Dah lah Kemala mau beresin lemari dulu."
Kemala tidak lagi memperdulikan ponselnya yang berdering yang terpenting adalah hijab abu abu nya ketemu. Hingga semua selesai di susun tetap saja hijab itu tidak ada yang membuat Kemala uring uringan.
"Njir lah, jilbab gitu aja ada yang nyolong." Pekiknya kesal. Ia meraih ponsel miliknya yang sedari tadi ia acuhkan. Dan di sana sudah ada pesan dari Adi yang belum ia baca sama sekali.
"Kenapa mas?" Balas nya yang tak lama mendapatkan telpon dari pemuda itu.
"Kenapa yang? Kok kayak kesel gitu."
"Gimana gak kesel coba? Itu hijab Mala hilang entah ke mana."
Adi terdiam sejenak, lalu di saat sudah mengerti apa yang harus ia lakukan barulah pemuda itu berbicara dengan pelan. "Ya udah, nanti beli lagi. Kan masih ada yang lain? Itu aja dulu. Nanti juga ketemu."
"Yah tapi kan tetep aja kesel banget."
Kemala misuh misuh di kamar nya, tanpa menyadari jika pemuda di seberang sana sudah menahan rasa gemas nya terhadap Kemala.
"Ya udah, jadi mau nya gimana?"
"Yah gak gimana mana, cuma kesel doang. Tapi ya udah lah, kala emang hilang mudah mudahan itu jilbab bermanfaat buat yang make."
"Nah gitu lah."
"Nyenyenye... Btw mas, tumben gak ke kebun?"
"Males, biar aja bapak yang ke sana. Lagian aku mau nulis kejar target akhir bulan. "
"Kejar target tapi malah nelpon Kemala kan aneh."
Kemala bisa mendengar suara tawa Adi dari seberang sana. Tawa yang menurut Kemala sangat renyah dan buat candu duh Gusti, dirinya bucin sekali.
"Hahaha... Biarlah, kerja r sambil bucin kan gak ada larangan nya." Balas Adi yang ada benar nya juga.
Kemala hanya menanggapi ucapan pemuda itu dengan tawa pelan. Ia bisa mendengar suara papan keyboard ponsel yang diketik.
Setelah nya mereka berdua tenggelam dalam kegiatan masing masing, Kemala dengan tumpukan bajunya sedangkan Adi dengan tumpukan kata nya. Pada saat saat seperti ini lah Kemala merasa jika mereka berdua dipertemukan untuk saling memahami, jika menuruti sisi egois mungkin Kemala akan mengamuk karena Adi bukan tipe kekasih yang akan ada setiap waktunya. Malah bisa dibilang Adi adalah sosok pemuda yang hobby nya menghilang dan muncul sesuka hatinya. Meski sekarang sudah mulai diperbaiki.
Tak lama panggilan telpon yang tadi tersambung terputus, Kemala melihat jaringannya yang ternyata baik baik saja. Hingga panggilan video dari Adi melalui w******p langsung diangkat oleh Kemala.
"Kok malah video call yang?" Tanya kemala yang meletakkan ponsel bersandar dengan bantal yang ditumpuk.
"Gak ada pengen aja liat kamu nya."
Kemala langsung melihat ke arah Adi dengan heran, terlebih ketika Adi melihatnya tidak berkedip sama sekali. Setitik rasa grogi ada di dalam hatinya, tapi ia bisa menutupi itu dengan berpura-pura sibuk dengan tumpukan baju.
"Kenapa sih, Mas? Liat nya gitu banget?" Kesalnya yang lama lama tidak tahan juga jika ditatap segitunya.
"Gak ada, pengen natap kamu aja."
"Gak ada kerjaan si mas memang." Cibirnya pelan.
Adi tampak tertawa di sana. Pemuda itu menopang dagu dengan bantal.
"Gila sih mas, jangan natap gitu lah."
"Kenapa sih, Yang! Kok yah gak mau banget."
"Yah risih banget ditatap gitu."
Adi mengentikan aksinya karena tidak mau membuat harimau sumatera yang sudah langka itu ngamuk. Bisa habis dirinya di cincang.
"Lagian mas kurang kerjaan banget."
"Kamu juga sering gitu kan, kamu pikir aku gak tahu apa."
Kemala terdiam.
Benar memang, ia sering melakukan hal yang serupa dengan yang dilakukan Adi tadi, diam termenung menatap Adi yang sedang beraktifitas jika mereka lagi video call. Entah kenapa Kemala sangat menyukainya. Bahkan di tengah kegiatannya menatap Adi selalu tersempil di pikirannya. Bagaimana mungkin ia bisa menjalin hubungan dengan sosok Adi yang punya kesabaran luar biasa dalam menanggapi mood nya yang luar biasa. Bahkan tak sekalipun Adi marah atau memicu pertengkaran. Kenapa bisa ia yang bar bar mendapatkan Adi yang sabar.
"La, tau gak?"
" Apa mas?"
"Kalau lagi ngelamun kayak gitu jelek banget, banget banget lagi."
Kemala memasang wajah garang nya. "Jangan mancing mancing ya mas, Kemala lagi gak mood buat sabar ini."
"Emang kapan coba kamu nya sabar? Ngamuk Mulu perasaan."
Iya juga sih, Kemala malah kebanyakan ngamuknya dari pada sabar nya.
"Jangan terlalu jujur kali yah mas, tau kan kakek Mala siapa?"
Adi terpingkal-pingkal di sana, ia mengangguk anggukan kepala saja. Padahal ia tidak tahu siapa kakek Kemala. Yang penting cari aman.
"Emang kakek Mala siapa?" Tanya Adi masih dengan tawanya.
Kemala menatap pemuda itu dengan bengis, anjim emang, sok sok mengangguk padahal tidak tahu
"Dasar buaya. Liat aja besok mala pelet mas sampe klepek klepek sama Mala. Titik." Ancam nya dengan mata yang melotot tajam.
"Tanpa dipelet juga udah klepek klepek ini mas nya, La."
"Loh iya? Jadi udah klepek klepek? Berarti susuk emas Lala manjur lah yah."
"Astaghfirullah... Susuk emas? Mahal dong yah? keren doi Mas. "
"Mahal ini gak ada di mana mana."
"Love you... limited edition pokoknya."
Kemala terdiam, ia menatap Adi dengan mata yang melotot. " Bilang apa tadi?"
"Love you..."
"Love you to... Hehehe"
Ya Allah, kenapa bucin kali ini, Mala jadi malu sendiri jadinya. Bisa bisanya mereka bertingkah seperti remaja puber.