Chapter 6

1046 Words
Bukan hal yang sulit bagi Seto menjerat korbannya, seperti wanita tua barusan yang sudah meminta Seto datang kerumahnya demi menunjukkan semua koleksi berlian 20 karat Seto yang katanya asli. tak tanggung-tanggung, Seto datang kerumah wanita itu dengan menyewa Lamborghini Huracan RWD Spyder yang ia sewa khusus dari kolektor ternama. Yah.. jika ingin mendapat ikan kakap maka umpan yang ia punya haruslah yang mahal dan memukau, ia rela mengelontorkan modal yang besar karena Seto begitu yakin wanita ini akan menjadi mangsa besarnya. Baru saja ia sampai digerbang pintu rumah wanita itu sudah membuat Seto tercengang dengan segala kemewahan yang tersedia disana. bahkan gerbang pintunya saja dijaga ketat oleh delapan orang bodyguard yang tinggi besar, melihatnya membuat Seto menelan ludahnya kasar, tahu sendirikan jika kali ini ia sampai ketahuan penipu. bisa-bisa ia dimutilasi dan mayatnya dibuang begitu saja. “Kamu sudah datang.” Sapa wanita itu dengan anggunnya, pakaian yang ia pakai terlihat seperti kekurangan bahan memperlihatkan buah dadanya yang mulai mengendur. “Sa-saya bawa pesanan anda nyonya.” secara lahiriah Seto jadi gugup sendiri. bagaimanapun juga ia hanya rakyat biasa yang tak pernah melihat segala kemewahan didepan matanya. Berkali-kali otaknya meminta ia fokus dengan sandiwaranya, agar tak ketahuan dengan wanita itu. tapi gugupnya Seto membuat wanita itu menyangka jika ia sudah berhasil menggoda Seto. Senyum miring tersinggul diujung bibirnya, sudah lama ia tak mendapati belaian laki-laki muda juga tampan seperti Seto. Sampai didalam Seto dikagetkan kembali, karena peretmuan ini tidak hanya dihadirkan oleh ia dan wanita itu, melainkan juga banyak wanita tua lainnya yang terlihat dalam seperti satu perkumpulan. “duh jeng Ane.. bisa ajah sih pilih daun muda.” Goda teman itu, Seto jadi tahu wnaita yang ia kenal di Mal bernama Ane, dan perkumpulan yang ia punya tidak main-main, bahkan ada satu orang yang Seto kenali sebagai artis lawas pada tahun 80an. Hati Seto semakin berbunga, jika seperti ini ia bukan hanya mendapat satu kakap, melainkan ia bagai baru saja menemukan tambang emas yang siap ia ekplore kapanpun. “duduk sini!” Ajak wanita itu, Seto hanya menurut. Dengan gugup tangannya mengeluarkan colection berlian palsu yang ia punya, persetan jika ada yang menyadari kegugupannya nyatanya Seto benar-benar tidak bisa menghindari getaran yang menjalar keseluruh tubuhnya, apalagi wangi para wanita high class didekatnya membuat ia merasa terbang tinggi ke angkasa, memang parfum mahal akan selalu beda rasanya dibandingkan parfum yang sering ada dimini mareket depan jalan. “apa yang kamu bawa sayang?” Goda seorang wanita yang duduk disamping kiri Seto, ia tanpa segan mengelus paha Seto membelainya dengan manja. “sa-saya bawa perhiasan sangat cocok untuk anda” tawar Seto gugup, jika biasanya ia harus mengeluarkan segala tipu daya yang ia pelajari secara otodidak kini ia cukup mengeluarkan senyum mautnya maka bisa dipastikan barangnya akan laku terjual semua. Tiba-tiba saja Ane mendorong Seto kepojokkan, memisahkan diri mereka dari kerumunan. “jangan terlihat baik didepan yang lain, atau aku akan melaporkanmu kepihak berwajib, aku tahu semua yang kau jual palsu. tak semudah itu kau mengelabuiku” seringai Ane tajam. Ia hanya ingin Seto menjadi miliknya, tapi Seto merasa ia telah salah langkah, tak mungkin ia mengikuti mau Ane, sebagai laki-laki dewasa Seto paham betul maksud Ane, dan ia tak sampai hati menjual dirinya sendiri kewanita tua. Ia masih memiliki cita rasa dalam memilih wanita. Dan karena itulah Seto ditangkap polisi. Flashback Off Kini ia harus mendekam dibalik jeruji besi, perasaannya bahagianya tadi seolah lenyap berganti dengan kekalutan yang Seto rasakan, ia begitu takut Carmel juga membuang anaknya. Ia hanya berharap Tuhan mau mengirimkan sedikit rasa belas kasihan dihati Carmel agar tak membuang bayi itu setidaknya sampai ia bebas dari penjara. #skip 6 tahun kemudian. Gadis kecil yang Bunga temui sekarang telah beranjak besar, hari ini tepat hari pertama masuk sekolah dasar bagi Syena. Sejak kemarin ia sudah berceloteh panjang lebar tentang sekolah barunya. “Bu,, nanti Chika satu sekolahyah sama aku ?” Tanya Nena semangat Chika adalah temannya saat dibangku TK. “kayaknya iyah deh Nena, Chika bakal satusekolah lagi sama kamu” Sahut Bunga suka cita. "Asikk...!!" Girang Nena. "Ini kenapa sih anak ayah?!" Tanya Ilham menyimbrung pembicaraan ibu dan anak itu. "Aku nanti sekelas lagi sama Chika, Ayah!" Cerita Nena. Ia memeluk leher Ilham yang sudah berjongkok, memposisikan dirinya sejajar dengan Syena. "Eemmm pantes seneng!" Sahut Ilham ia menjawil hidung Nena.. anak itu memang sangat menyukai teman satunya itu. Nena semakin gembira ia beringsut memeluk ayahnya dan minta digendong.. jika sudah seperti itu Ilham akan mengajak Nena berkeliling taman dirumahnya, menikmati indahnya pemandangan juga betapa indahnya hidup mereka kini, tak pernah Ilham menyangka dampak hadirnya buah hati membuat keluarga mereka terasa begitu lengkap, ia bahkan menyesal pernah tak setuju dengan kehadiaran Nena. --- Ilham dan Bunga mengantarkan Syena sampai sekolahnya, mereka tak ingin sedikitpun luput merayakan hari bahagia Nena. Nena berjalan masuk kedalam kelas dengan digandeng Ilham dan Bunga. tak ada sedikit keraguan untuk setiap orang yang melihatnya, betapa mereka cocok disebut keluarga kecil yang bahagia. --- saat jam istirahat Ilham sudah kembali bekerja, sedang Bunga tetap menunggu Nena sampai selesai sekolah. "Bu... anak itu kasihannya kok sendiri ajah bu?" Tegur Syena. Yang baru saja melihat Calwa adik tirinya tapi pastinya Nena tak akan tahu hal itu. "Oiyah.. kita samperin yuk!" Ajak Bunga, ia juga membawa kotak bekal Nena yang isinya roti sandwich buatannya. "Hai cantik kok sendiri?!" Tegur Bunga, Calwa hanya menatap diam. Ia tak terbiasa ditegur dengan orang lain. "Kamu mau main sama aku?" Sahut Nena, ia menggenggam tangan Calwa seolah sudah begitu akrab. Bunga hanya tersenyum mendapati tingkah anak gadisnya. Ia memang mengajarkan Nena untuk menghargai setiap orang. Senyum kecil mengembang disudut bibir Calwa yang menggemaskan. Ia mengangguk senang punya teman baru. "Tunggu dulu sayang, kalau mau ajak main harus minta ijin dulu sama mamanya adek ini" Ucap Bunga memberi pengertian ke Nena. Bunga yakin anak yang didepannya lebih muda usianya dari Nena, tapi mengapa sekilas mereka tampak mirip? tidak.. Bunga tak ingin hidup dalam kecurigaan selamanya, mirip tidaknya seseorang itu sudah biasa. bukankah didunia ini kita juga punya seseorang yang mirip meski tak sedarah? "Aku kesini anterin abang sekolah tante, sama mama!" Sahut Calwa gemas, sayangnya Carmel tak pernah mengijinkan Calwa ikut masuk kesekolah, meski anak itu sangat menginginkannya. "Terus kok malah nunggunya disini?" Tanya Bunga keheranan. Ia memandang kearah belakang matanya seolah mencari wanita yang menjadi mamanya Calwa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD