bc

My Jodoh

book_age18+
852
FOLLOW
4.3K
READ
others
powerful
boss
drama
sweet
bxg
brilliant
city
friendship
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Gibran tidak pernah menduga bahwa penglihatan yang dilihatnya usia mengalami kecelakaan adalah tentang jodohnya di masa depan.

sayangnya, walaupun wanita yang ia ingat bernama Pelita itu adalah jodohnya, bukan berarti Gibran bisa mendapatkannya dengan mudah.

berbagai rintangan harus Gibran hadapi demi meyakinkan wanita cantik itu, akankah mimpinya menjadi kenyataan?

chap-preview
Free preview
1
"Ini bener-bener cuma buang-buang waktu!" Gibran menyandarkan dirinya di kursi putar yang selama ini menjadi singgasananya. "Engga ada yang buang-buang waktu, lo bisa dapat relasi di sana," sahut Tian, sahabat sekaligus asisten pribadi Gibran yang bertugas menjadwalkan semua kegiatan Gibran hingga ke agenda kencan, itupun jika ada. Gibran berdecak sambil menatap kesal ke arah Tian yang nampak tidak terganggu sama sekali. "Lagian lo kan tahu gue engga suka pesta-pesta begitu, kenapa masih bilang kalau gue harus hadir sih?" Sudah biasa mendengar Gibran mengeluhkan segala hal bagi Tian, namun walaupun itu sudah berulang kali terjadi tetap saja Tian tidak bisa untuk tidak merasa kesal karenanya. "Gue harus ngulang berapa kali? Ini bukan pesta, ini pertemuan para pebisnis se Indonesia. Perusahaan kita masih termasuk perusahaan pendatang, jadi lo harus punya citra baik di depan semua pebisnis lain. Ini demi diri lo sendiri dan kelangsungan perusahaan kita," balas Tian. Tangan besarnya mengutak-atik tablet yang dipegangnya. "Jadwalnya sudah ditentukan, dua hari lagi di Golden Hotel." Gibran rasanya ingin melipat sahabat baiknya itu lalu memasukannya ke dalam dompet. Rupanya keputusannya menjadikan Tian sebagai sekretaris pribadinya adalah salah besar. Karena selama lima tahun ini, Tian selalu saja mengambil pekerjaan apapun yang dianggap nya berguna bagi perusahaan sekalipun Gibran menolaknya. Walaupun kenyataannya yang dilakukan oleh Tian memang berguna bagi perusahaannya, namun setiap kali melihat wajah datar Tian saat memerintahkannya ini itu membuat Gibran berang bukan kepalang. "Kenapa engga lo aja yang dateng?" tanya Gibran kesal. Seperti yang diduga, tidak ada perubahan raut wajah yang berarti dari sahabatnya itu. Tian masih saja berdiri diam dengan raut datar dan pandangan yang lemah. "Oke, lo tinggal serahin semua aset yang lo punya, termasuk perusahaan ini," katanya santai. Tangan Gibran mengepal, dia tidak sanggup lagi menghadapi makhluk yang tidak punya ekspresi ini. Maka setelah berpikir selama dua detik, akhirnya dia memutuskan untuk melempar note yang ada di depannya. Sayangnya Gibran lupa satu hal. Jika dirinya adalah mantan atlet karate, maka Tian merupakan mantan juara nasional panahan. Ketangkasannya jauh di atas Gibran, hingga lemparan note itu berhasil dengan mudah dihindari oleh Tian. Gibran menyerah, dia lebih memilih membuang muka daripada melihat wajah menyebalkan itu. "Keluar lo sana!" usirnya. Tapi tidak terdengar pintu yang terbuka dan tertutup, membuat Gibran akhirnya menoleh kembali dan mendapati Tian masih berdiri di posisinya. "Kenapa engga pergi?" tanyanya heran. Namun gelagat Tian justru membuatnya waspada. Pria tanpa ekspresi itu beberapa kali Menghindari tatapan matanya, hal yang sudah Gibran hapal bukan suatu pertanda yang baik. "Lo tahu kan gue engga akan mau," ucap Gibran dengan ekspres ngeri. Namun Tian justru tersenyum yang lebih menyerupai seringai, membuat Gibran ingin sekali menghantam wajah itu. "Dia udah ngubungin gue sebanyak lima kali secara resmi dan tujuh belas kali lewat pribadi, gue engga bisa terus-terusan nolak dia," katanya. Gibran menggeleng tegas dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Jawaban gue tetap sama. Gue engga mau lakuin apa yang ada di otak lo itu," tolaknya tegas. Tian tidak menyerah, karena dia ingin hidupnya tenang maka dia harus berkorban sedikit untuk memperoleh hasil yang diinginkannya. "Gue pastiin sabtu dan minggu lo bebas tanpa hambatan kalau kali ini lo mau but datang," janjinya. Tawaran yang menggiurkan bagi orang sibuk seperti Gibran. Karena baginya hari libur hanya mitos berkat Tian yang begitu perduli pada perusahaan hingga mengambil acara apapun untuk dihadiri Gibran di akhir pekan selama ini bisa berguna bagi perusahaan. Dia terdiam. Sebenarnya dia sama sekali tidak ingin menyetujui keinginan Tian begitu saja, tapi apa yang ditawarkan oleh Tian juga bukan sesuatu yang bisa Gibran abaikan. "Yakin lo engga akan nipu gue?" tuduhnya tidak yakin. Mendengar pertanyaan sinis itu, Tian justru hanya mengangguk pelan. "Selama ini lo yang banyak bohong, dan gue engga pernah," jawabnya datar. Gibran langsung merapatkan mulutnya usai mendengar kalimat telak itu. Tian memang akan selalu menepati apa yang menjadi janjinya, lain dengan Gibran yang kadang bahkan lupa dengan janji yang sudah ia buat. "Oke, deal," setuju Gibran. Dengan itu Tian bisa tersenyum lebih lebar satu centimeter, karena bisa dipastikan setelah ini dia tidak harus menghadapi ocehan dan rayuan dari makhluk berkromosom XX yang terus saja merengek minta dipertemukan dengan lelaki sombong dan menyebalkan yang sayangnya merupakan sahabatnya sendiri sekaligus orang yang berperan dalam kelancaran angsuran mobilnya. °° "Akhirnya kamu bisa punya waktu juga buat ketemu aku." Wanita itu tersenyum sangat lebar, membuat Gibran merutuki sendiri keputusan yang ia buat hanya demi bisa hidup tenang di akhir pekan. Ellea, teman satu kelasnya saat di SMA yang dulu menyukai Tian namun kemudian beralih setelah mendapat penolakan dari pria dingin itu dan kemudian mengatakan bahwa dirinya menyukai Gibran setelah tahu Gibran berhasil menjadi salah satu pebisnis muda yang sukses skala nasional. Tipe wanita yang paling dihindari oleh Gibran karena akan mudah berpindah ke lain hati. Atau bisa dibilang ke lain dompet yang lebih tebal? Walaupun sebenarnya dompet Gibran juga tidak terlalu tebal karena dia selalu malas membawa banyak uang tunai, namun bisa dipastikan jika angka nol di rekeningnya berderet-deret. "Gue engga punya banyak waktu, ada apa lo minta ketemu sama gue?" tanya Gibran tanpa basa-basi. Dengan gaya angkuh, dia melipat tangannya di d**a dan duduk bersandar di kursi. Sedikit mengamati penampilan Ellea yang benar-benar boros. Bedaknya tebal, dengan lipstik merah menyala dan juga pewarna pipi yang terlihat jelas. Sayang sekali wajah cantik Ella harus tertutup segala jenis bahan kimia itu. "Kenapa aku perlu alasan buat ketemu teman SMA ku?" tanya Ellea dengan nada manja. "Ya lo harus punya alasan buat ketemu kalau teman SMA lo adalah orang sesibuk gue," balas Gibran angkuh. Terdengar tawa kecil yang terkesan dibuat-buat oleh wanita di depannya. Dengan belahan dress yang tinggi, Ellea justru dengan santai melipat kakinya hingga paha mulusnya itu terpampang dengan sangat jelas. "Kamu bisa aja. Tapi engga heran sih kamu sibuk, secara kamu itu pebisnis muda yang lagi trend sekarang," katanya dengan senyum menggoda. Gibran mendengkus kecil. Waktunya benar-benar terbuang untuk meladeni ucapan tidak masuk akal dan membosankan dari teman wanitanya ini. Dari dulu Ellea terkenal sebagai wanita cantik yang hanya akan berkencan dengan pria yang mampu memberikannya benda-benda mewah. Dulu waktu SMA, taraf benda mewah yang harus diberikan pada Ellea paling mudah adalah ponsel keluaran terbaru. Dan dari yang Gibran dengar, saat ini benda yang bisa Ellea dapatkan dari lelaki yang mendekatinya sekelas mobil sport dengan merk yang terkenal. Sayangnya meskipun Gibran mampu memberikan lima mobil sport sekaligus, dia tetap tidak tertarik dengan wanita di depannya ini. "Bukannya lo pacaran sama pewaris Tugu? Kok bisa lo punya waktu buat gangguin Tian dan maksa gue ketemu lo?" tanya Gibran, dia tidak perduli kalaupun ucapannya terdengar keterlaluan atau membuat wanita di depannya tersinggung. Tapi sama seperti tadi, Ellea justru tertawa kecil sambil menutupi bibirnya dengan anggun. "Aku sama dia engga cocok, dia terlalu posesif," katanya. "Bukan karena lo udah puas morotin dia?" batin Gibran. Tentu saja dia masih punya etika untuk tidak mengatakan fakta itu terlalu gamblang. Maka yang Gibran lakukan hanya mengangguk, dan kemudian dia baru ingat kalau dirinya belum sempat memesan apapun karena terlalu sibuk meladeni basa-basi Ellea. Gibran mengangkat tangan, memanggil salah satu pramusaji. Tian bilang dirinya harus bertahan paling tidak satu jam bersama Ellea sebelum akhirnya pulang setelah mengatakan penolakan. "Tian apa kabar?" Pertanyaan itu didapat Gibran setelah dirinya selesai memesan. "Bukannya lo udah hubungin dia tujuh belas kali? Kenapa engga nanya kabar dia langsung?" Ellea tersenyum saat jawaban dari Gibran terdengar tidak ramah sama sekali. Dia sudah tahu bahwa Gibran memiliki pribadi yang lebih buruk dari Tian, bahkan dulu Gibran selalu membuat keributan dengan mengandalkan keahlian bela dirinya. Berbanding dengan Tian yang selalu bersikap tenang dan nyaris tidak pernah membuat masalah. "Aku engga sempat nanyain kabar dia karena terlalu sibuk minta dia buat bujuk kamu ketemu aku," Ellea mengedipkan sebelah matanya. Membuat Gibran justru meringis, karena di matanya itu terlihat sangat aneh. "Dia baik, bahkan mungkin lebih baik setelah nolak lo,"  jawab Gibran. Meski senyum masih tersungging di wajahnya, namun kepalan tangan yang dia sembunyikan di bawah meja membuktikan bahwa sedari tadi dirinya sudah sangat menahan diri untuk tidak mengumpati pria angkuh di depannya ini. Kalau saja Ayahnya tidak menyuruh dirinya untuk mendekati Gibran, maka Ellea lebih suka berburu pria kaya yang lain yang justru akan dengan senang hati memperlakukannya layaknya ratu. Bukan seperti Gibran yang sejak tadi selalu melontarkan kata-kata jahat yang menyakiti hatinya. "Kamu engga berubah," ujar Ellea pelan. Ia tersenyum saat seorang pelan mengantarkan minuman pesanannya. "Lo engga begitu kenal gue sampe bisa ngomong gitu, gue udah banyak berubah," timpal Gibran. Dengan tenang dia menyesap kopinya. Gibran bukanlah pria kurang ajar yang tidak bisa menghargai wanita. Dari kecil dia diajarkan untuk selalu memperlakukan wanita dengan baik oleh ibunya, hanya saja hal seperti itu tidak bisa ia lakukan pada Ellea karena dia tahu Ellea bukan lah wanita yang bisa bersikap tulus pada orang lain. Dan berkat Tian, dirinya juga mengetahui bahwa gencarnya Ellea berusaha mendekatinya selama ini karena ada campur tangan dari Ayah Ellea, Pauls yang merupakan pemilik perusahaan jasa sama sepertinya. Dia bisa menebak jika Pauls memiliki keinginan untuk melakukan penggabungan perusahaan, agar perusahaan miliknya juga ikut menikmati hasil dari keberhasilan yang di dapat oleh Gibran. Sayangnya Pauls mengirim orang yang salah. "Gue tegasin sama lo, El. Gue engga tertarik buat masuk perangkap lo dan orang tua lo. Sekalipun lo beneran punya perasaan sama gue, gue engga ada perasaan apa-apa sama lo. Jangankan buat punya hubungan lebih dari teman, buat jadi temen lo aja gue kayaknya harus mikir ribuan kali," ujarnya tajam. Gibran mungkin sedikit merasa bersalah saat melihat raut wajah Ellea yang memucat, namun dia tidak mau lebih banyak membuang-buang waktu lagi. °°

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
91.0K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Rujuk

read
912.4K
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
293.1K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook