DUA PULUH TUJUH

1158 Words
Mereka berdua akhirnya sampai di depan rumah Kheanu, “Lho rumah lo kan dekat banget dari sekolah, tapi kenapa sering telat deh?” Kheanu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Hehehehe, justru karena dekat makanya gue nyantai. Yuk masuk, Na.” Rumah Kheanu tidak besar juga tidak kecil, tipikal rumah sederhana yang berada di tengah kota. Tidak tingkat, namun cukup luas. Saat pintu pagar dibuka, terdapat halaman yang bisa digunakan untuk memarkir dua sepeda motor, juga terdapat dua kursi dan meja kecil yang biasa digunakan oleh keluarga untuk bersantai sore. Begitu membuka pintu utama langsung ada ruang tamu dengan sofa sederhana di dalamnya.  Kheanu mempersilahkan Athena untuk duduk di sofa, sementara Kheanu entah melakukan apa di dalam. Tidak langsung duduk, Athena justru tertarik dengan foto-foto yang ada di dalam lemari. Terdapat lemari berbahan dasar kayu jati dengan tampilan kaca di depannya. Dalam lemari tersebut banyak sekali foto yang terpajang. Mulai dari foto kelulusan Kheanu sejak zaman TK, SD, dan SMP, juga foto kelulusan sang adik saat TK dan SD, tak lupa ada beberapa foto keluarga. Melalui foto-foto tersebut Athena tahu bahwa Kheanu merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Namun Athena merasa ada sesuatu yang janggal. Sejak tadi ia sama sekali tidak menemukan foto Papa Kheanu. Apa Papa Kheanu sudah meninggal? Atau kedua orangtuanya sudah bercerai? Banyak sekali pertanyaan dalam benak Athena. “Heran ya kenapa gak ada foto bokap gue?” Benar kata Dean, Kheanu hobi sekali muncul tiba-tiba. “Eh….” Athena tak enak hati karena tertangkap basah sedang melihat-lihat foto keluarga Kheanu. “Gue sendiri udah lupa wajah bokap gue kayak gimana. Sejak nyokap hamil Kirana atau lebih tepatnya saat gue umur 3 tahun, bokap pergi entah kemana. Gak ada jejak apapun yang ditinggalkan, termasuk foto keluarga. Bahkan gue gak tahu nama bokap gue. Pernah beberapa kali tanya ke nyokap tentang bokap, tapi nyokap gue selalu sedih dan nangis setiap gue ngelakuin itu. Sejak masuk SMA gue berhenti cari tahu tentang bokap dan coba berdamai dengan hidup gue yang sekarang. Gue bahagia kok walau gak punya bokap karena keberadaan nyokap dan Kirana udah lebih dari cukup.” Athena terdiam. Kaget dengan apa yang baru saja dikatakan Kheanu. Kheanu saat ini berbeda sekali dengan Kheanu yang ada di sekolah, tidak bercanda namun berbicara serius. Jujur Athena sangat bingung harus seperti apa menanggapi cerita Kheanu. Di satu sisi ia merasa terlalu cepat untuk mengetahui masalah keluarga Kheanu, namun di sisi lain ia merasa senang karena Kheanu sudah mempercayainya. Kheanu tahu kalau Athena merasa tak enak hati, ia pun tersenyum dan berkata, “Tenang aja, gue gak pernah menganggap ini aib kok. Beberapa teman gue udah banyak yang tahu soal ini, dan gue bersyukur karena mereka tetap mau nerima gue. Lagi pula gue selalu jadiin ini sebagai pelajaran hidup, biar nanti ketika gue udah menikah, gue bisa jadi suami dan ayah yang bertanggungjawab.” “Nu….I’m sorry to hear that….Gue gak ada maksud untuk ngulik masa lalu lo. Tapi gimanapun juga, jujur gue bangga sama sikap positif lo. Lo cukup dewasa, Nu, dalam menghadapi masalah itu.” “Selaw, santai aja, Na. Gue juga selalu berusaha untuk maafin bokap gue kok. Walau rasanya berat banget kalau keinget nyokap selalu banting tulang buat menghidupi gue dan Kirana. Nyokap gue tuh hebat, Na, dia berhasil jadi sosok ibu sekaligus ayah bagi gue dan Kirana.” “Nu, tapi gue mau nanya, boleh?” “Boleh, nanya aja.” “Kenapa sikap lo di rumah beda banget sama sikap lo di sekolah?” Kheanu tertawa kecil, “Na, sebenarnya sikap gue di sekolah itu bentuk pelampiasan karena gue selalu berusaha untuk jadi anak yang baik di rumah. Sejak kecil gue gak mau ngerepotin nyokap karena tahu nyokap sudah cukup ‘tersiksa’ selama ini, jadi gue putusin untuk jadi anak yang baik buat nyokap dan adik. Tapi ya di sisi lain gue juga gak bisa pungkiri kalau gue tumbuh tanpa sosok ayah, ada hal-hal yang hanya bisa ‘di-didik’ oleh ayah. Itulah kenapa saat di luar rumah gue melampiaskan itu dan jadi anak ‘nakal’,  kadang gue bolos sekolah, merokok, jahilin teman-teman, tapi saat di rumah gue kembali jadi anak yang baik buat nyokap dan kakak yang bisa diandalkan buat Kirana. Tapi yang harus lo tau, Na, gue selalu tahu batasan kok. Gue gak pernah minum alcohol ataupun nyentuh obat-obatan terlarang.” Athena mengangguk paham sambil mencerna beberapa kalimat Kheanu, “Iya, gue percaya kok kalau lo masih di dalam batas wajar.” “Setelah ini, lo jadi ilfeel gak sama gue?” “Lho, kenapa harus ilfeel? Setiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan, dan gue juga percaya kalau seiring berjalannya waktu pasti lo juga bakal berubah jadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Gue tetap nganggep lo sahabat gue kok, Nu.” “Cuma sebatas sahabat, Na?” “Eh?” Kheanu hanya tertawa sebagai akhir dari percakapan mendalam siang itu. Tidak lama kemudian terdengar suara motor memasuki rumah Kheanu. Itu adalah Mama Kheanu dan sang Adik, Kirana. Mereka berdua baru saja pulang dari supermarket untuk belanja bulanan. Kebetulan hari ini sekolah Kirana pulang cepat dan sang Mama menutup toko sehari full karena ingin membuat menu baru di rumah. Ya, Ratih—Mama Kheanu—memang seorang wirausahawan. Ia memiliki toko kue yang terletak tak jauh dari rumah. Ratih sudah merintis bisnisnya sejak 14 tahun lalu atau tepatnya setelah melahirkan Kirana. Awalnya Ratih hanya menjual kue kepada para tetangga, namun berkat usaha dan doa, banyak yang menyukai kue buatan Ratih. Hingga akhirnya Ratih memutuskan untuk menjual beberapa barang berharganya sebagai modal usaha Usaha toko kue itulah yang menjadi pendapatan utamanya selama ini untuk menghidupi keluarganya. Walau hanya memiliki satu toko, namun Ratih memiliki tiga orang pegawai yang bekerja di tokonya. Ratih sengaja merekrut ibu-ibu tunggal sebagai pegawainya karena tahu bagaimana perjuangan mereka untuk menghasilkan uang. Kini bisnis Ratih terus menerus mengalami kemajuan. Benar kata Kheanu, Mamanya adalah sosok yang hebat dan pekerja keras. Wajar jika Kheanu selalu berusaha untuk menjadi anak yang baik bagi sang Mama. Walau di lubuk hati yang terdalam, Kheanu tetap membutuhkan sosok ayah di hidupnya. Pertama kali melihat Mama Kheanu, Athena langsung merasa kehangatan yang luar biasa. Sama seperti sang Bunda, Mama Kheanu juga seseorang yang sangat bersifat keibuan. Hal itu terlihat saat beliau menyambut Athena dan mengajak Athena untuk makan kue bersama. Tak heran jika toko kue tersebut bisa terus berkembang, karena memang kue buatan Mama Kheanu sangat lezat. Athena melahap dua risoles berisi beef dan keju, tiga dadar gulung, serta empat potong brownies panggang. Begitulah Athena, suka lupa diri jika menyangkut makanan enak. Sementara sang adik, Kirana, awalnya bersikap malu-malu pada Athena. Namun saat tahu kalau Athena adalah sosok yang easy going, mereka berdua pun langsung akrab layaknya kakak dan adik perempuan. Bahkan keduanya sudah bertukar nomor ponsel, “Biar kalau mau ketemuan sama Kak Athena, Bang Anu gak usah diajak.” Ledek Kirana. Kheanu hanya mengacak-acak rambut sang adik karena telah menggodanya. Sebelum berpamitan, Ratih mengundang Athena untuk membuat kue bersama jika ada waktu luang. Athena pun dengan senang hati menerima tawaran Mama Kheanu. Selain ingin melihat kehebatan Mama Kheanu dalam membuat kue, Athena juga ingin makan kue gratis lagi hihihi. Sementara itu, bagi Kheanu ini adalah hari terindah dalam hidupnya karena gadis yang ia sukai bisa akrab dengan keluarganya. Merupakan suatu kemajuan dalam hubungan Kheanu dan Athena.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD