I. CAFE

1349 Words
Prolog "Hentikan tanganmu! Dasar, Manusia C a b u l!" ujar Sofia, dengan napas yang memburu.  Jeffery tersenyum manis, "Kau terus mengataiku c a b u l? Apa kau tau seberapa cabulnya dirimu kepadaku?" Jeffery mendekap Sofia sangat erat. Tubuhnya terasa bagai tersengat listrik dengan arus sangat kuat. "Jeff ... lepaskan!" Sofia berontak. Tubuhnya yang kecil tak sebanding dengan tubuh Jeffery yang begitu gagah dan perkasa.  "Aku heran kepadamu, Sofia. Kenapa kau selalu bersikap seperti ini." "Seperti ini? Apa maksudmu?" tanya Sofia bingung. "Kau selalu membuat situasi kita seperti ini, saling …"  "Memang pada dasarnya kau yang c a b u l, aku tidak layak menerima perlakuan semacam ini, aku dilecehkan!" Sofia berkata dengan nada amarah. "Oh … begitu? Jadi aku c a b u l? Aku melecehkanmu? Kita lihat siapa melecehkan siapa?" ujar Jeffery dengan rahang yang mengeras.  D a d a Sofia berdebar cepat saat dirinya dan Jeffery sedekat ini, "Bagaimana bisa aku menyukai lelaki yang menculikku. Apa aku sakit?"  ucapnya di dalam hati. ~Beberapa minggu yang lalu~ Sofia memarkir mobilnya di halaman sebuah cafe. Dia menarik tuas rem tangan, lalu memutar anak kunci untuk mematikan mesin mobil. Sofia merapikan lagi make-up-nya di cermin kecil yang dibawanya di dalam tas. Dia tersenyum puas melihat tampilan akhir dari make-up yang dia kenakan. Sofia, wanita berusia 33 tahun. Dia memiliki wajah sangat cantik, rambut berwarna coklat keemasan sebatas punggung. Bola matanya berkilau seperti amber, sangat memukau. Sofia memiliki senyuman seindah dewi dalam gambaran mitologi Yunani. Dia berprofesi sebagai dokter Spesialis Anak. Sofia juga memiliki sebuah rumah sakit anak dengan kualitas pelayanan terbaik di kota.  Sofia menurunkan kaca mobil, dia tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kepada seorang lelaki yang duduk di kursi out door sebuah cafe. Lelaki itu membalas senyuman Sofia sambil melambaikan tangan. Lelaki itu tak kalah menawan dan mempesona dari Sofia, dia bernama Aland.  Aland berparas tampan dan sangat menarik. Rambut hitam, bola mata berwarna biru terang. Tubuh atletis dengan postur yang pas. Mampu membuat para wanita menabrak tiang listrik atau menabrak tanda peringatan lantai basah di sebuah mall karena teralihkan perhatiannya saat berjalan. Aland juga memiliki kepiawaian dalam menjalankan bisnis yang dikelolanya, dia seorang presiden direktur perusahaan garment yang cukup besar, hasil produksi mereka dikirim ke berbagai negara.  Sofia dan Aland berjanji makan siang bersama di cafe ini. Mereka sudah menikah selama tujuh tahun dan dikaruniai seorang putri bernama Kathrine, gadis kecil itu berusia lima tahun. Karena kesibukan masing-masing, mereka jarang makan bersama. Karena itu, saat ada waktu luang seperti siang ini, mereka menggunakannya untuk saling bercengkrama.  Sofia keluar dari mobil. Rambutnya bergerak tertiup angin. Begitu pula dedaunan, beterbangan melayang ke segala arah. Sofia menutup matanya rapat-rapat supaya tidak kemasukan debu maupun pasir. Dia menutupi wajahnya nan cantik dengan kedua telapak tangan. Saat angin kuat itu berlalu, Sofia menurunkan tangan dan membuka kedua kelopak matanya. Dia melangkah perlahan mendekati sang suami. Senyuman bahagia tak hilang dari bibir manisnya yang berwarna pink lembut.  Langkah Sofia terhenti, dia sangat terkejut saat sebuah mobil hitam tiba-tiba berhenti di sisinya. Sofia mengalihkan pandangannya ke arah mobil itu. Dua orang lelaki memakai penutup wajah berwarna hitam menyergapnya, mengamit lengannya sangat kuat.  Sofia ketakutan. Dia meronta sekuat tenaga.  "Aland ... Aland tolong aku!" Sofia berteriak nyaring. Tubuhnya diseret memasuki mobil. Aland melihat kejadian itu dari kursinya. Dia meloncat dan segera berlari kencang menuju istrinya yang meronta-ronta. Sayangnya kejadian itu sangat cepat. Saat Aland berlari sejauh sepuluh meter, mobil itu sudah pergi membawa istrinya.  "Sofia!" Aland berteriak nyaring memanggil sang istri yang semakin menjauh, kemudian menghilang. Dia berlutut di tanah. Aland berteriak dan memaki, dia menangisi istrinya. Orang-orang mendekat dan menanyakan perihal yang terjadi. Aland kebingungan. Dia hanya berkata, "Istriku ... diculik. Istriku diculik," ucapnya berulang-ulang. Ponsel di dalam sakunya berdering. Aland melihat ke layar ponselnya. Tidak ada nomor, hanya sederet tulisan private number. Tangan Aland yang gemetar menekan tombol hijau, "Halo," ujarnya gugup. "Aland tolong aku!" pekik Sofia dengan suara yang nyaring. Suaranya tiba-tiba berubah. Seorang menutup mulutnya.  "Sofiaaaaaa, " jawab Aland berteriak keras. "Aland, dengarkan ini baik-baik. Jika ingin istrimu selamat. Pulanglah dan jangan lapor polisi!" suara lelaki di ujung sana mengintimidasi. "APA MAUMU?" Aland kembali berteriak. Kemarahannya membabi buta.  "Dengar Aland, pulanglah! Jangan membuat keributan. Ingat! Tenang, dan jangan ada polisi, maka istrimu selamat. Aku akan mengabarimu apa yang kubutuhkan," ujar lelaki itu dengan nada yang dingin dan terdengar mematikan.  Aland memasukan kembali ponselnya ke dalam saku dan tersenyum rumit.  "Ayolah laporkan ke polisi," seru orang-orang di tempat itu. Sebagian besar dari mereka adalah pengunjung cafe.  "Tidak perlu, maafkan aku. Mereka hanya mengerjaiku. Ini hari ulang tahunku," sahut Aland seringan mungkin.  Semua orang di tempat itu mengucapkan kalimat sumpah serapah. Betapa buruknya lelucon yang mereka lakukan. Betapa jahat sang istri melakukan hal itu kepada suaminya. Semua orang pun menjauh pergi.  Aland pulang ke rumah sesuai instruksi yang diberikan sang penculik. Dia menunggu di rumah mereka yang besar dan megah layaknya istana. Aland terpaku memandangi ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tak pernah sebelumnya ia begitu menantikan ponselnya berdering seperti hari ini. Kegelisahan membuncah hebat mengisi rongga dadanya. "Apa yang harus kukatakan kepada Kathrine?" Aland bergumam sendiri. Dia masih menunggu, tak pernah menunggu begitu menyiksa seperti hari ini sebelumnya. **** "Lepaskan aku!" Sofia terus meronta dan menendang ke segala arah di dalam mobil. Ketakutan mengisi setiap tetes aliran darahnya.  "Tenanglah, Cantik ... berhentilah membuat keributan," ucap seorang lelaki. Dia duduk di kursi depan, berdampingan dengan seorang pengemudi. Suaranya terdengar berat. Dia membalikkan tubuhnya dan mengarahkan pistol ke kepala Sofia. Mulut pistol melekat di pelipis kiri wanita itu.  Seketika bibir Sofia terkatup rapat. Lelaki itu tertawa pelan.  "Kalian lihat? Mulut yang berisik dapat ditenangkan dengan mulut yang berisik pula," (pistol) dia kembali tertawa. Kali ini lebih keras. Seakan melihat Sofia ketakutan adalah hal yang lucu untuknya. Entah apa yang dia tertawakan, kesehatan jiwanya nampaknya bermasalah.  "Bereskan dia!" ujarnya memberi perintah. Kedua lelaki yang menggiringnya masuk ke dalam mobil tadi bereaksi. Mereka mengambil botol kecil berwarna cokelat dari saku mereka dan menuangkan isinya ke saputangan. Sofia beringsut. Sebagai seorang dokter, dia tahu pasti, itu adalah larutan Chloroform. Hanya beberapa tetes saja terhirup, cukup untuk membuatnya tidak sadarkan diri selama 4-7 jam. Lelaki yang berada di sebelah kiri Sofia memegangi tangannya ke belakang punggung, sementara lelaki yang di sebelah kanannya, menempelkan saputangan itu ke mulut dan hidung Sofia dengan kuat. Meski dia berontak, kebutuhan tubuhnya akan oksigen memaksa dirinya menghirup udara dari sapu tangan itu. Semua terlihat berbayang, sepuluh detik kemudian, semuanya menghilang dalam pandangan Sofia. *** Sofia memijat keningnya yang terasa berdenyut kuat. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Sofia perlahan membuka mata. Nanar matanya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia berbaring di atas kasur berbingkai kayu berwarna kuning kecoklatan. Sofia mencoba mengenali tempat ini, "Di mana aku?" pikiran itu berlarian di dalam kepala Sofia. Menurut perkiraan Sofia, ruangan ini ukurannya tidak kurang dari 5 x 6 meter. Seluruhnya terbuat dari kayu. Beberapa hiasan terbuat dari tanduk rusa dan lukisan abstrak menggantung cantik di dinding. Terdapat dua kursi dan sebuah meja yang juga terbuat dari kayu, tertata rapi di sudut ruangan.  Cahaya terang dari jendela kaca berbentuk lingkaran menarik perhatiannya. Sofia menyeret tubuhnya yang lemah mendekati jendela. Dia terkejut saat dia melihat hamparan air yang luas. Sofia melihat sebuah speed boat tertambat di titian. Tahulah Sofia, bangunan ini cukup besar, dia dapat melihatnya dari jendela, terdapat ruangan-ruangan lain. Sepertinya tempat ini sebuah rumah cukup besar atau villa di atas danau. Seandainya dia dalam keadaan yang berbeda dan bukan sedang diculik, Sofia pasti berdecak kagum akan keindahan alam sekitarnya. Air danau yang luas berwarna hijau pekat. Beberapa ekor angsa berenang di atasnya. Sekelompok burung pemakan ikan sesekali mencelupkan paruh mereka dan kembali terbang dengan paruh yang telah terisi ikan. "Dimana aku?" Sofia bingung, jelas dia tidak mengetahui. Dia terbangun di tempat antah berantah yang terlihat indah. Sofia mengalihkan pandangannya ke daun pintu yang berwarna kuning kecoklatan dan memiliki ukiran bermotif berlian. Suara derap langkah di atas lantai kayu menarik perhatiannya. Daun pintu terbuka.  Sesosok lelaki muncul dari balik daun pintu. Dia memandangi Sofia yang masih berdiri di depan jendela. Pandangan mata mereka bertemu. Lelaki itu tersenyum.  "Putri Tidur sudah bangun," ujarnya melihat ke arloji yang melingkari pergelangan tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD