2

1264 Words
Kedatangan tamu bulanan, memang selalu menjadi masalah terbesar ibagi makhluk sensitif bernama perempuan.   Sakit, ribet, rasanya menyebalkan. Hal ini juga biasanya bisa membuat kaum hawa berubah menjadi spesies se jenis singa, menyeramkan.   Seperti saat ini, Aretha Maharani biasa di panggil Retha. Terkenal dengan ke baikannya yang suka menolong orang lain, cantik, dan pintar.   Namun, semua sisi positif Retha seakan tidak berarti kalau ia sedang kedatangan 'tamu'.   Dari semenjak bangun tidur, sampai ia sekarang sedang berada di dalam mobil menuju ke sekolah, Retha tidak berhenti meringis kesakitan.   Tadinya, Retha ingin tidak masuk sekolah. Namun, mengingat sebentar lagi ia akan melaksanakan ujian semester, Retha mengurungkan niatnya.   "Pak, anterin saya sampe ke depan gedung sekolah, ya. Saya nggak sanggup jalan dari gerbang." ucap Retha pada pak Bono---supir pribadi Retha.   Pak Bono mengangguk seraya mengacungkan jempolnya ke udara. "Siap, non."   Retha kembali menyandarkan tubuhnya pada jok mobil yang tengah ia duduki saat ini, sesekali ia meringis pelan, menahan sakit yang tidak bisa di jelaskan di perutnya.   Biasanya Retha tidak pernah merasakan sakit sampai seperti ini, baru pertama kali hal ini terjadi padanya.   Mungkin ini karma, karena Retha selalu mengejek Deva---sahabatnya. Deva selalu mengaku kesakitan kalau sedang datang bulan, sampai selalu absen di hari pertamanya.   Dan, sekarang Retha mengetahui bagaimana sakitnya. Ia berjanji, setelah ini tidak akan mengejek Deva lagi.   "Non, udah sampe." ucap pak Bono, memecah keheningan Retha.   Retha mengambil tasnya yang terletak di sampingnya. Setelah menyelempangkan tas sekolahnya, Retha bersiap hendak keluar mobil.   "Pak, nanti jemput Retha cepet ya. Jangan ngaret." ucapnya sebelum keluar dari mobil. Setelah mendapat jawaban, Retha langsung keluar seraya menggendong ranselnya yang  berisi buku-buku pelajaran.   Dengan malas, Retha melangkahkan kakinya menuju kelas. Namun, saat melewati UKS ia malah membelokkan langkahnya ke sana.   Semua ini karena perutnya yang tidak  bisa di ajak berkompromi. Retha harus mengorbankan prestasi absennya yang selalu hadir, menjadi bertambah tulisan S di dalamnya.   Retha mendorong pintu UKS sesaat setelah ia melepaskan sepatunya dan menaruhnya di rak. Di sana ia melihat Mitha, adik kelasnya yang sedang bertugas menjaga UKS.   "Kak Retha." sapa Mitha ramah saat Retha berjalan ke arahnya.   Retha hanya tersenyum sebagai jawaban, bukannya sombong, Retha sedang tidak mood untuk berbicara.   Kaki jenjang Retha membawanya melangkah terus ke bilik ujung UKS, Retha memilih bilik itu karena tempat itu yang paling bersih. Jelas bersih, para petugas di sini lebih mengutamakan bilik itu untuk di bersihkan. Karena, itu khusus untuk Farrel. Bisa marah nanti, kalau kerajaannya tidak bersih.   "Kak!" teriak Mitha, membuat langkah Retha terhenti. "Itu khusus buat kak Farrel, dia bisa ngamuk kalau ada yang berani tidur disana!" peringat Mitha.   Retha sangat mengetahui hal itu, ia tidak peduli. Kalau nanti Farrel marah, Retha juga tidak peduli. Tidak mungkin ia akan di keluarkan dari sekolah ini hanya karena tidur di 'kamar Farrel'.   SMA Golden terlalu bodoh kalau sampai mengeluarkan murid tercerdas, dan paling berprestasi seperti Retha. Kalaupun ia akan di keluarkan, Retha tidak takut. Toh, otaknya juga encer, sudah pasti ia akan masuk sekolah baru dengan mudah.   Retha kembali melanjutkan langkahnya, tidak memedulikan peringatan serta larangan dari Mitha.   Sampai, Retha langsung merebahkan tubuhnya. Meringkuk seraya memegangi perutnya yang sakit, di tambah telapak kakinya yang mulai dingin. Sepertinya Retha meriang, ia mengambil selimut yang tepat berada di bawah betisnya.   Retha memakai selimut itu untuk menyelimuti tubuhnya, hangat rasanya. Ah, ternyata selimut ini beraoma tubuh Farrel. Retha tau hal itu, karena pewangi laundry bukan begini baunya. Sudah pasti ini bau parfum, dan selimut ini milik Farrel. Jadi, ini bau Farrel.   Baru lima menit Retha memejamkan mata, Mitha lagi-lagi menghampirinya.   "K-kak,  kak Retha. Bangun kak, pindah ke bilik sebelah aja, nanti kak Farrel ngamuk.." ucap Mitha dengan gugup. Ia sebenarnya juga takut dengan Retha, karena Retha adalah ketua Palang Merah Remaja di sini. Retha cukup tegas, dan sedikit galak.   Retha berdecak kesal. "Gue nggak takut sama Farrel, sama-sama makan nasi. Buat apa takut? Mendingan lo bikinin teh hangat, sekalian ambilin kiranti di kulkas. Masalah Farrel, ntar gue yang urus." titah Retha dengan tegas.   Mitha mengangguk dan hendak beranjak pergi, namun Retha menahan tangannya.   "Liatin tanggal kadaluarsanya, bisa-bisa perut gue tambah sakit kalau ternyata udah exp." ucap Retha, lagi.   "Iya, kak." balas Mitha patuh. Cewek berkaca mata itu langsung menuruti perintah Retha, membuat teh hangat dan mengambil kiranti yang tersedia di dalam kulkas UKS serta tidak lupa untuk memeriksa tanggal kadaluarsanya.   Setelah selesai menyiapkan semuanya, Mitha kembali ke bilik yang sedang di pakai Retha untuk istirahat, dengan membawa teh hangat dan juga kiranti.   "Ini, kak. Teh hangat sama kirantinya." ucap Mitha seraya meletakan dua minuman itu di atas nakas.   "Udah lo cek tanggal kadaluarsanya, kan?" tanya Retha.   Mitha mengangguk. "Udah, kak."   "Yaudah, lo boleh jaga lagi. Makasih, ya." ucap Retha dengan ramah.   "Sama-sama, kak." balas Mitha. Cewek itu kemudian kembali ke meja piketnya, mencatati serta memilah obat-obat dan menyusunnya.   Mitha melirik jam yang melingkar di tangan kanannya. Pukul 8 tepat, Mitha menggigit bibir bawahnya. Sebentar lagi, Farrel--sang pemilik bilik akan datang.   Kalau Farrel tahu ada yang berani tidur di kerajaannya, bisa mampus orang itu. Termasuk petugas PMR yang sedang berjaga, semuanya habis kena semprot Farrel.   Jantung Mitha semakin berpacu cepat saat pintu UKS terbuka, dan menampakan seorang cowok tampan berpenampilan urakan namun tetap menawan.   Itu Farrel.   Cowok itu berjalan dengan santai menuju kerajaannya yang terletak di ujung, parfum Farrel menyebar ke seluruh UKS. Harum sekali, mengalahkan bau parfum airconsitioner di sini.   Retha yang masih meringkuk di atas kasur, sedikit terkejut karena ada yang menggebrak kasurnya. Ia langsung bangun dengan posisi terduduk.   Retha menatap kesal ke arah cowok yang baru saja mengganggunya, ternyata Farrel. Retha rasanya ingin mengeluarkan semua sumpah serapahnya, berani sekali Farrel mengganggu cewek yang sedang PMS.   Sama saja dengan membangunkan singa betina yang sedang kelaparan, ah, rasanya Retha ingin menendang wajah datar nan tampan milik Farrel.   "Aduh!" ringis Retha seraya mencengkram perutnya. Ia membatalkan niatnya untuk menendang wajah tampan Farrel. "Apa-apaan, sih!" gerutunya.   Bukannya meminta maaf, cowok yang di juluki prince of trouble itu langsung melengos pergi meninggalkannya.   Mitha mendengar suara ringisan dan sedikit gebrakan. Ia hanya diam, takut untuk ikut campur. Sepertinya Farrel mulai mengamuk, lebih baik Mitha tidak ikut campur.   Tidak lama, Farrel kembali berjalan ke arahnya. Cowok itu menatap Mitha dengan tajam, membuat Mitha bergidik ngeri dan tanpa ia sadari badannya mulai bergetar karena tatapan tajam Farrel.   "A-ampun, kak! Jangan marah sama saya, tadi sudah saya larang untuk tidur di sana. Saya bilang itu khusus untuk kak Farrel, tapi kak Retha nggak peduli. Dia malah tidur di sana, saya nggak kuat buat mindahin dia kak." ucap Mitha gugup.   Farrel menaikkan sebelah alisnya. "Siapa namanya?"   Mitha sedikit kaget mendengar suara Farrel, ini pertama kalinya ia mendengar suara berat cowok itu.   Dengan sedikit gugup, Mitha menjawab. "R-Retha, kak."   "Yang lengkap." ucap Farrel lagi. Nadanya datar, namun sedikit tegas.   "A-Aretha Maharani, kak. Satu kelas sama kak Farrel." jawab Mitha dengan satu tarikan nafas.   Farrel masih dengan wajah datarnya, cowok itu seperti tidak memiliki ekspresi lain. Cocok sekali menjadi patung manekin yang sering di pajang di mall besar.   Setelah itu, tanpa sepatah kata, Farrel melengos pergi entah kemana. Mungkin ia pulang ke rumahnya, atau bolos ke mana ia mau. Mitha tidak peduli.   Cewek berkacamata itu langsung berlari kecil menghampiri Retha, ternyata Retha masih meringkuk di sana.   "Kak, di apain sama kak Farrel?" tanya Mitha penasaran.   Retha berdecak kesal, kenapa sih susah sekali untuk tidur? Dari tadi ada saja yang menganggunya, kok bisa Farrel tahan tidur di sini sepanjang hari? Retha saja yang baru setengah jam di sini, sudah muak karena terus-terusan di ganggu.   "Nggak usah kepo, bisa nggak sih?!" kesal Retha. Membuat Mitha terdiam seribu bahasa, ia meminta maaf dan kembali ke tempatnya semula.   "Heran, deh. Yang bikin kesel kok banyak banget." gumam Retha kesal.                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD