3

1609 Words
"Rel, parel!" pekik Bimo yang berada di samping Farrel. Cowok itu menoel-noel pipi Farrel, membuat Farrel kesal. Ia tidak suka disentuh.   Farrel menepis kasar tangan Bimo, kemudian menatap Bimo dengan tatapan ingin membunuh. Bimo meringis karena terkena tebasan tangan Farrel, ia membalas tatapan Farrel dengan menekuk wajah gantengnya.   "Sakit, b**o!" gerutu Bimo seraya berusaha menghancurkan jambul Farrel.    Niatnya ia urungkan, karena kali ini Farrel menatapnya dengan tatapan killer. Bimo mendengus kesal, padahal hanya tatapan, tapi rasanya ia takut setengah mati. Bukan cuman Bimo, semua orang yang di tatap seperti itu oleh Farrel, akan langsung ketakutan. Kalau kata mereka, mata Farrel lebih tajam daripada nyinyiran Mak Lambe Turah, beuh.   "Iye, Rel. Gue tau lo ganteng, muka lo biasa aja." sungut Bimo.   Tidak memedulikan Bimo, Farrel kembali menelungkupkah wajahnya di atas meja. Baru saja ia memejamkan matanya, lagi-lagi Bimo mengganggunya.   "Rel, woi!" pekik Bimo sekali lagi. Kali ini ia memukul keras bahu Farrel.   "Apa?!" Sahut Farrel kelewat kesal, cowok itu mengangkat wajahnya dan menatap Bimo.   "Lo tidur mulu, elah. Gue kira lo udah tobat gara-gara lo dateng pagi-pagi. Ternyata sama aja, hedeh." Bimo menggeleng-gelengkan kepalanya.   "Bodo." balas Farrel acuh. Cowok itu kembali menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangannya.   Bimo mendengus kesal, ia memutar badannya ke belakang, menatap Bima penuh harap.   "Temen lo." ujar Bimo.   Bima terkekeh pelan. Di antara mereka bertiga, Bima yang paling netral. Farrel yang pemarah dan Bimo yang baperan, hanya bisa di netralkan oleh Bima sang penyabar.   "Rel, jangan lupa kerjain tugas lo." nasehat Bima diiringi senyuman manisnya.   "Iya, Rel. Kerjain, kali ini lo nggak bisa kita bantu. Ini tugas kelompok, dan lo bukan kelompok kita." celetuk Bimo.   "Lo satu kelompok sama Retha, ketua kelas. Kalo sampe lo nggak ngerjain, abis dah elo sama dia. Itu si Retha orangnya galak kalo masalah tugas, lebih serem daripada lo." tambah Bima.   "Retha?" ulang Farrel. Cowok itu menaikkan sebelah alisnya, rasanya ia pernah mendengar nama itu, tapi di--ah, Farrel ingat. Retha adalah gadis yang berani tidur di kerajaannya.   Bima mengangguk kikuk. "Iya, Retha? Kenapa?" tanya Bima bingung.    "Gue curiga, si Parel kaga tau Reta yang mana." celetuk Bimo, seraya mengeluarkan selembar uang 50 ribu dari saku seragamnya, kemudian meletakkan uang itu di hadapan Bima. "Nih, taruhan. Kalo Farrel tau Retha, lo ambil duit gue. Kalo dia gatau, lo bayar ke gue." ujar Bimo lagi. Ia memasang wajah angkuh, yakin sekali kalau ia akan menang.   "Semuanya aja, Mo. Lo jadiin taruhan, heran gue." Bima menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedetik kemudian, ia juga mengeluarkan selembar uang 50 ribu dari saku seragamnya. "Nih."   Bimo menjitak kepala Bima dengan keras. "Awalnya ceramah, ujung-ujungnya lo acc juga!"   Bima nyengir lebar, menampilkan deran gigi putihnya yang rapi. Kalau sudah seperti ini, Bima pasti ketularan b**o dari Bimo. Padahal Bima itu pendiam, pemalu dan paling waras. Tapi, sekarang Bima sudah mulai ketularan sifat Bimo. Kalau kata Bimo, Bima yang dulu itu kurang micin. Kalau sekarang, Bima kelebihan micin.    "Aretha Maharani?"    Bimo dan Bima langsung menoleh bersamaan, mereka menatap wajah Farrel yang datar. Bima tersenyum lebar, sedangkan Bimo ternganga.    Habis sudah uang jajan Bimo.   "LIMA PULUH RIBU, YUHU!" pekik Bima senang. Ia langsung mengambil uang yang tadi Bimo letakkan di depannya, kemudian mengibas-ngibaskan uang itu di depan wajah Bimo.   Bimo mendengus kesal, biasanya kalau taruhannya cuman goceng, pasti Bimo yang menang. Giliran gocap, malah Bima yang menang.    "Elah Rel, lo kenapa pake acara tau si Retha, sih? Abis dah itu duit jajan gue!" kesal Bimo seraya menggebrak keras mejanya.   Farrel berdecih kesal. "Itu cewek, tadi pagi nyari ribut sama gue."   "Siapa? Retha?" Tanya Bima yang dijawab anggukan oleh Farrel. "Emang dia ngapain?" Tanyanya lagi.   "Tidur, dibilik khusus gue." Sahut Farrel malas.   "Anjir, akhirnya ada cewek yang berani tidur di sana! Retha pasti jodoh lo, Rel!" pekik Bimo heboh.   "FARREL, BIMO, BIMA CEPAT KELUAR DARI KELAS INI! DARITADI SAYA DIAMKAN KALIAN RIBUT-RIBUT, MALAH SEMAKIN MENJADI-JADI!" teriak pak Botak dari depan. Sontak saja hal ini membuat perhatian seluruh murid tertuju pada tiga biang kerok di kelas mereka.   "Alhamdulillah." kata Farrel. Ia langsung melengos pergi keluar kelas. Diikuti oleh dua sahabatnya, Bimo dan Bima. Kalau kata guru-guru, mereka bertiga itu Trio Kwek-Kwek.   "Terus, sekarang kita ke mana?" tanya Bimo saat mereka bertiga sudah berada di luar kelas.   "Kantin." jawab Farrel datar.   "Pas bener, duit gue lagi banyak." Celetuk Bima seraya mengibas-ngibaskan dua lembar uang lima puluh ribu tepat di depan wajah Bimo.   Bimo menepis kasar tangan Bima menjauh dari wajahnya. "Sialan, lo!" kesalnya.   Bima terkekeh geli. "Lagian, yang nyuruh loh ngajak gue taruhan siapa?" kata Bima mengejek Bimo.   "Rel, traktir." mohon Bimo. Ia memasang wajah memelasnya, bukannya luluh, Farrel malah jijik.   "Jauh-jauhin muka lo, jijik." Kata Farrel. Cowok itu mendelik geli, sebelum ia melengos meninggalkan dua sahabatnya.   Bimo melongo tidak percaya, baru kali ini ia memasang wajah memelas dan Farrel langsung menghinanya. Belum lagi, sekarang Bima sedang menahan gelak tawanya mati-matian. Ah, Bimo jadi kesel.   "Apa? Mau ketawa?" tanya Bimo malas.   Tidak kuat lagi, akhirnya Bima tertawa se keras-kerasnya. "HA HA HA HA HA. MIRIS BANGET IDUP LO HARI INI, MO!" kata Bima. Ia tertawa terpingkal-pingkal, sampai susah bernafas dan perutnya sakit. Bima benar-benar tidak kuat.   Bimo tambah kesal, ia berjalan menyusul Farrel. Biarpun tadi Farrel menghinanya, tapi pasti Farrel tetap mau mentraktirnya. Farrel kan gitu, mulutnya pedes, hatinya Hello kitty.   "Aduh, sakit banget perut gue." ucap Bima di sela tawanya. Bahkan ia baru sadar, kalau ia hanya sendirian sekarang. "Lah, gue ditinggal."   ***   Retha membuka matanya, akhirnya ia bisa terlelap setelah dari tadi ada saja yang mengganggunya. Retha merasakan rasa sakit di perutnya sudah mulai berkurang, bahkan sekarang Retha sudah bisa menahannya.   Cewek berambut pirang se pinggang itu, bangun dari tidurnya. Ia melirik jam putih yang selalu melingkar di tangan kirinya, pukul 11.30, masih ada waktu untuk belajar di kelas. Gadis beranjak turun dari kasur, ia mengambil tasnya dan melangkah keluar.    "Kak Retha udah sembuh?" tanya Mitha seraya menghampiri Retha.   Retha mengangguk seraya tersenyum. "Udah. Makasih, ya." katanya ramah.   Retha kembali berjalan menuju pintu, mengambil sepatunya di rak, dan segera pergi ke kelas. Baru beberapa langkah ia meninggalkan UKS, Retha kembali mengalami nasib sial.   Tubuhnya yang masih lemas, ditabrak oleh seseorang berbadan besi. Iya, besi, keras sekali. Sampai Retha jatuh terduduk ke lantai.   "Punya mata gak, sih?!" geram Retha kesal. Ia segera berdiri, menepuk bagian belakang roknya kemudian menatap sangar cowok yang baru saja menabraknya. Matanya membulat sempurna, cowok itu lagi!   "Lo!" ucap mereka berbarengan. Setelah sama-sama terdiam, akhirnya Retha yang kembali duluan berbicara, lebih tepatnya mendumel.   "Lo lagi!" geramnya. "Tadi pagi lo ganggu tidur gue, sekarang lo tabrak gue. Nyebelin banget, sih!" Retha menunjuk wajah Farrel, kesal.   Farrel memutar bola matanya malas. "Lo yang cari masalah duluan sama gue, tidur di kamar khusus gue, marah-marah nggak jelas. Dasar, cewek." balas Farrel datar.   "Eh, gue marah ada sebabnya! Lagian itu bilik UKS, letaknya di sekolah, itu berarti punya sekolah. Bukan punya lo!" kata Retha setengah berteriak.   "Sekolah ini punya gue, termasuk yang ada di dalamnya. Lo juga bisa jadi punya gue, kalo gue mau." Farrel berucap santai.   Retha rasanya gondok menghadapi prince of trouble di hadapannya ini, tiga tahun ia satu sekolah dengan Farrel, dan hampir tiga bulan mereka satu kelas, Retha baru kali ini berbicara dengan Farrel. Dan kesan yang pertama cowok itu timbulkan, benar-benar buruk.   Dulu Retha bingung, kenapa cowok berwajah datar dan terkesan pendiam itu di juluki prince of trouble. Ternyata, begini sifat aslinya.   "Gue, jadi milik lo?" Retha berdecak. "Gak akan pernah!"   Farrel menaikkan sebelah alisnya. Perkataan Retha barusan, seperti sebuah tantangan. Bukan Farrel Manggala Wdyatmaja namanya kalau tidak bisa membuat orang yang menantangnya menjadi diam, dan sasaran Farrel yang baru adalah gadis di hadapannya ini. Seorang gadis yang satu-satunya membencinya, disaat semua gadis lain memujanya.   "Yakin, dengan ucapan lo barusan?" Tanya Farrel, cowok itu melangkah nendekat dengan senyuman miring tercetak di bibir tebalnya.   "Lo mau ngapain?!" pekik Retha, gadis itu terus berjalan mundur menjauhi Farrel. Sampai, punggungnya menyentuh tembok.   Farrel mengunci pergerakan Retha, gadis itu berada dalam kurungan Farrel. Retha bingung mau apa. Pergerakannya benar-benar di kunci oleh Farrel. Wajah ganteng cowok itu semakin mendekat, membuat Retha memejamkan matanya.   Retha bisa merasakan hembusan nafas Farrel, harum. Bau permen mint. Ah, pikiran Retha jadi kacau.  Farrel mau apa sih? Masa dia mau cium Retha? Kenal juga enggak. Terus Farrel ngapain deket-deket kaya gini?    "Ngapain tutup mata?"    Retha refleks membuka matanya. Farrel sudah tidak berada sedekat tadi, tapi tetap saja posisinya masih berada di dalam kurungan Farrel.   "Lo kira gue bakalan cium lo, ya?" kata Farrel. Cowok itu hendak tertawa, namun ia tahan.   Farrel sialan! Ternyata ia mengerjai Retha, pipi Retha memanas sekarang. Kalau sampai Farrel melihatnya, Retha bisa malu setengah mati.   "Lepasin!" teriak Retha seraya memberontak. Bukannya lepas, Farrel malah semakin mencengkram kuat tangannya.   "Gak semudah itu." kata Farrel. Ia menyeringai sinis kepada Retha. "Jadi pacar gue dulu, baru gue lepasin." lanjutnya datar.   Retha membelalakan matanya. Pacar? Sepertinya Farrel sudah gila. "Lo lagi bercanda, ya? Seharusnya julukan lo itu bukan prince of trouble, tapi crazy boy!"    "Gue nggak bercanda." balas Farrel.   "Apaan, sih! Gue nggak mau jadi pacar cowok pembuat onar kayak lo!" teriak Retha marah.   Farrel mengangguk-anggukan kepalanya. "Lo boleh nolak. Kalo lo mau jadi bahan bullyan gue, jadi kacung dan gue jamin nggak ada yang mau temenan sama lo."    Retha membelalakan matanya. "Lo! Gila!"    "Lo yang duluan cari masalah sama gue. Sekarang lo harus terima akibatnya. Berhubung gue nggak terima penolakan, sekarang lo jadi pacar gue." kata Farrel. Cowok itu melepaskan cengkramannya, dan tersenyum miring menatap Retha.   "Gue nggak mau!" tolak Retha. Ia sangat membenci Farrel sekarang, cowok itu dengan enteng meminta Retha jadi pacarnya hanya karena ia tidur di bilik Farrel.   Farrel membalikkan badannya. "Nggak terima penolakan." ucapnya lagi. Cowok itu kemudian memasukan kedua tangannya ke kantong jaket boomber hitamnya, dan berjalan santai menuju kantin.   "FARREL!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD