Bab 1. Pergi ke Aceh

1057 Words
Varun Elang Bharatan duduk sambil menaruh sebelah kakinya di atas meja sambil memainkan kunci mobil. Beberapa kali dia melirik jam di handphone. "Buset! Udah jam dua siang. Nih orang belum muncul juga. Mau jam berapa lagi berangkatnya?" gumam Varun kesal. Pemuda tampan berambut tegak dan berponi samping yang disemir warna pirang itu bangkit berdiri dan meraih batang-batang panah, lalu mulai melemparkan satu per satu ke sasaran di tembok. Andy, sahabatnya belum juga tiba. Varun pun tidak berhasil membunuh rasa bosannya dengan aktivitas memanah. Handphone Varun lalu berbunyi. Ada notifikasi pesan w******p dari Lily, gadis cantik yang sudah dua tahun akrab dengannya melalui media sosial. Dengan penuh semangat Varun langsung membuka pesan. Varun, kamu udah berangkat belum? Aku nggak sabar pingin cepat ketemu kamu. Tapi ... gimana ya ... sebenarnya aku malu. Varun senyum-senyum sendiri membaca pesan tersebut. Lily memang gadis yang manis. Berawal dari tulisan novel karyanya yang di-posting di sebuah platform berhasil menyentuh hati Varun. Bukan hanya tulisannya yang bagus dan romantis, ternyata sang penulis bernama pena "Alexa D" juga begitu membuat penasaran. Varun merasa ketagihan menyapa dan mengirimi Lily pesan hingga hubungan akrab mereka terjalin selama dua tahun. Varun membalas pesan itu dengan perasaan berbunga-bunga. Sama seperti Lily dia pun berdebar-debar menanti pertemuan mereka di Aceh nanti. Aku juga udah nggak sabar pingin ketemu kamu, sampai rasanya pingin pinjam pintu Doraemon kalau bisa. Jangan malu-malu, nanti disambar orang. Tahu sendiri, aku ganteng. Pesan balasan Varun itu lalu menunjukkan tanda checklist dua, dibaca oleh Lily. Segera saja gadis itu mengiriminya berbagai emoticon kocak. Varun tersenyum. Baru kali ini dia menjalani hubungan dengan seorang gadis melalui media sosial. Teman-temannya bahkan meledeknya. Bukan hanya itu, demi ingin menemui Lily yang sedang jalan-jalan ke Aceh, dia sampai rela ikut terbang ke Aceh dari Jakarta. Dengan orang tuanya Varun mengaku ingin pulang kampung menjenguk nenek di Medan sekaligus jalan-jalan. Beberapa hari di Medan, Varun bersilaturahmi dengan keluarga besar ayahnya. Lalu ia mengajak Risky, teman masa kecil sekaligus satu SMP-nya di Medan untuk ikut menemaninya ke Aceh. Yang ditunggu akhirnya tiba. Risky datang menemui Varun yang sudah berjam-jam menunggunya di kafe sekaligus basecamp anak-anak muda. "Hei, Bro! Udah lama nunggu?" sapa Risky disertai cekikikan geli. Perawakannya tinggi, tegap, dengan wajah ramah. Sifat jahilnya masih sama seperti dulu. Varun cemberut. "Dari mana aja kamu? Nemenin emak kamu kondangan? Lama amat!" Risky tertawa lagi seraya merangkul Varun. "Halah, jangan-jangan marah lah kau! Nanti berkurang garangnya. Kan mau ketemuan sama pacar online cantik!" Varun menyenggol Risky dengan cepat dan memiting tangannya. Risky tertawa dan meladeni Varun bercanda. Saling meninju dan terkekeh. "Eh, ngomong-ngomong kamu nggak takut apa pacar online kamu ternyata bohongan? Maksudnya orangnya ternyata nggak cakep kayak ekspektasi kamu. Banyak kejadian kayak gitu, Bro!" tanya Risky penasaran. "Nggaklah. Aku sama dia kan udah video call. Udah saling tahu wajah asli gimana. Cuma kita LDR-aja selama ini. Nah, sekarang waktu yang pas, mumpung Lily lagi main ke kampung pamannya dia di Aceh, aku juga belum mulai kerjaan di kantor baru. Bisa dibilang ini sesuatu yang bagus buat mengawali karir aku." "Gaya amat!" Risky malah melempar Varun dengan botol minuman kemasan. Jadilah dua pemuda itu saling bercanda lagi. Varun akhirnya mengajak Risky pergi ke stasiun. Mereka naik bus barengan dengan kelompok anak-anak punk yang mau mengamen atau plesir ke Aceh. Beberapa mau touring ala anak jalanan dari ujung Medan, Aceh, dan bagian bumi Sumatra lainnya. Varun dan Risky sesekali duduk di atas bus menikmati angin yang menerpa tubuhnya sepanjang bus melaju. Walaupun kadang sinar matahari panas menyengat, hatinya tetap bahagia bisa merasakan pengalaman masa SMP-nya di Medan sekali lagi. Satu hal lagi yang semakin membuatnya tidak sabar adalah bertemu dengan Alexa Edelia Darwis. Gadis cantik yang sangat ia rindukan. Kini wajah gadis itu akan bisa ia lihat langsung. Bukan hanya dari layar handphone. Varun tersenyum. Rasanya sudah semakin tidak sabar. Untuk membunuh waktu, Varun dan Risky bermain gitar dan bernyanyi bersama anak-anak punk. Suara mereka terdengar lantang dan ceria. Sekitar enam jam perjalanan baru Varun dan Risky tiba di kota Sigli, kabupaten Pidie, Aceh. Varun begitu takjub melihat pemandangan kota indah yang terletak di bagian tengah provinsi Aceh itu. Masih asri. "Yakin kamu mau ketemuan sama cewek itu di tempat ini?" tanya Risky kelihatan ragu memandang sekeliling mereka. "Iyalah. Kami udah lama rencanakan pertemuan ini. Aku udah nggak sabar pingin cepat ketemu Lily," jawab Varun begitu antusias. "Aku juga jadi penasaran secantik apa sih dia," ujar Risky. "Pokoknya bening, Bro. Dia itu super cool! Tipe cewek idaman aku banget." Varun tidak sabar segera menyingsingkan tasnya. "Kita ke mana sekarang? Kamu mau langsung ketemuan sama Lily?" tanya Risky penasaran. "Nggak. Kita istirahat dulu di penginapan sana. Aku udah pesan penginapan untuk kita istirahat dulu. Santai-santai dulu lah. Aku kasihan juga sama kamu pasti capek," jawab Varun. Ia mengajak Risky berjalan menuju sebuah bangunan penginapan sederhana yang ada di sebrang jalan. "Terus kapan kalian ketemuannya?" Risky masih penasaran. "Besok siang. Di dekat pantai. Di sini nggak bisa sembarangan, Ki. Cewek sama cowok nggak bisa berdua-duaan apalagi waktu malam. Ada petugas yang patroli. Polisi syariah." "Iya. Kalau itu sih aku tahu. Tapi ada juga tuh yang bandel. Banyak juga setahu aku yang bikin maksiat di sini." "Ssssth! Udahlah. Jangan macam-macam di kampung orang. Cari aman aja," ujar Varun memperingati sahabatnya. "Sip!" Risky mengangguk. "Ya udah kita makan-makan aja dulu, Bro. Istirahat di penginapan. Capek juga perjalanan panjang kayak gini." Varun menarik Risky agar berjalan lebih cepat. Mereka tiba di penginapan dan disambut seorang laki-laki paruh baya dan anak laki-lakinya yang seusia Varun. Bapak itu bernama Wak Burhan, anaknya bernama Fauzy. Varun sudah memesan beberapa hari lalu sebuah kamar di penginapan itu secara online. Tanpa berlama-lama, Varun dan Risky memesan makanan dan kopi. "Wih! Luar biasa enak kopinya!" puji Varun begitu menyesap kopi yang disuguhkan. Aromanya saja sudah membuat ketagihan. "Memang enak kopi Aceh, Bro. Pokoknya kalau di Aceh pagi, siang, sore, malam, bisa ngopi terus deh kita," kata Risky. Wak Burhan dan Fauzy tersenyum senang karena pelanggan mereka puas. Sikap mereka ramah pada Varun dan Fauzy. Setelah cukup rileks, Varun ke kamarnya dan menghubungi Lily. Gadis itu menerima panggilan video call dari Varun. Wajah cantik Lily mengenakan hijab membuat Varun terpesona. Gadis itu semakin cantik dengan penampilan tertutup. "Nggak sabar nunggu besok. Pingin cepat ketemu kamu," ujar Varun. Lily tersenyum. "Sama. Aku juga." Varun tersenyum. Rasanya ingin melompat ke tempat di mana Lily berasa saat itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD