TWO

1202 Words
Gilang mendesis. Darah segar mengalir keluar dari hidungnya bersamaan dengan menjauhnya gadis celana dalam merah muda yang imut itu. Mimisan. Hidung mancungnya rasanya seperti patah saja. Mengapa? Karena gadis itu melempar bola tepat mengenai wajahnya. Strike. Jika kalian berpikir tentang adegan romansa sekolah menengah atas pada umumnya, kalian salah besar. Jangan terdoktrin oleh sinetron-sinetron sampah di layar kaca karena semua itu hanyalah fiktif belaka. Buktinya dalam kehidupan nyata jelas berbeda.  Jika dalam fiksi remaja adegan lempar bola kena cewek barusan pasti akan berakhir dengan si cowok ganteng meminta maaf pada si cewek cantik, membantu si cewek cantik mengantarnya ke UKS dan mengobati memar di kepalanya, lalu berkenalan dan saling jatuh cinta. Salah. Itu adalah pembodohan. Gilang sang pentolan, alphanya SMA Pelita Bangsa tidak mengalami hal fiktif romansa dambaan para remaja tersebut. Apa yang didapatkannya? Boro-boro nama atau nomor ponsel cewek yang sebenarnya imut-imut manis ngegemesin itu, yang ia dapatkan malah hidung yang mimisan karena benturan bola basketnya sendiri. Hasil akhir dari lemparan gadis tadi. Keren juga, cewek itu seharusnya masuk klub basket saja. Menjadi shooting guard. Sial sekali. Mengapa sampai terjadi hal demikian? Gilang tidak pernah menduga akan terjadi hal seperti ini. Ia tidak pernah bermaksud untuk melempar bolanya pada gadis manis itu. Murni ketidak sengajaan. Ia hanya ingin mem-passing bola pada Mikael. Pemanasan sebelum latihan rutin anak-anak kelas tiga. Hal yang biasa ia lakukan. Tapi entah mengapa, mungkin tangan Gilang licin, terpeleset atau bagaimana hingga akhirnya ia melempar bolanya ke gadis malang itu. Alhasil gadis itu terduduk di lantai dengan kepala puyeng dan rok tersibak. Gadis itu tidak sadar bahwa celana dalam merah mudanya itu berhasil membuat jantung Gilang Melviano makin dag-dig-dug-serrr. Cewek imut, manis, unyu plus paha mulus, plus pinky underwear akan menjadi kelemahan terbesar bagi cowok yang hormonnya sedang menggebu-gebu seperti Gilang. Jangan sebut Gilang m***m. Jangan. Semua pria pasti sangat menyukai pemandangan itu. Semua. Tua atau pun muda. Terkecuali orang yang mempunyai kelainan. Tentu saja. Melihat kondisi gadis manis mungil imut itu, naluri pangeran dari negeri antah-berantah Gilang bangkit. Ia pun berjalan cepat ke arah gadis itu. Awalnya bermaksud menolongnya layaknya pangeran, namun ada aura aneh yang membuatnya ingin sekali menggoda gadis ini. Wajah gadis manis itu benar-benar membuat Gilang ingin menggodanya. Sedikit. Ditambah lagi celana dalam merah mudah yang membuat Gilang tidak fokus. Terngiang-ngiang kata 'pinky underwear' di kepalanya. Maka dengan nakalnya lidah Gilang berucap, "Eh, pinky, lo nggak pa-pa kan?" The fact, Gilang is not a flirty type of boy. Gilang lebih pasif jika dalam masalah romansa. Namun sekali lagi akan diperjelas, wajah gadis itu seakan-akan membuatnya ingin menggodanya. Sebut saja wajahnya sungguh... bulliable. Seperti ada papan tak kasat mata yang betuliskan bahwa cewek itu adalah target ketengilan yang sangatlah empuk dan layak untuk dijadikan wadah tepat dalam mencurahkan segala hasrat jahilnya. Duh, ada-ada saja isi kepala Gilang. Sepeninggal gadis itu, Mikael mendekatinya. "Buahahaha!" "Kampret." Gilang dan Mikael tertawa. Ngakak. "Barusan fresh banget sumpah!" Gilang mengangguk setuju. "Fresh banget sampe berasa patah aja hidung gue." Ia menyeka darah dari hidungnya. Seragam putihnya kotor karena cairan berwarna merah dan kental itu. "Enakan mana mimisan kena bogem atau mimisan kena bola?" Mikael merangkul Gilang. Melanjutkan perjalanan mereka ke lapangan basket. "Enakan mimisan gara-gara underwear warna pink,” sahut Gilang disambut tawa Mikael yang makin parah. “Kayaknya besok-besok kalo ketemu, gue harus siaga sama hidung sama s**********n deh.” "a***y. Isi kepala lo, tong. Kotor! Lo bersihin dulu gih itu hidung. Gue ke lapangan duluan. Jangan lama-lama, anak-anak udah nungguin." Gilang mengacungkan jempolnya seraya berbelok masuk ke dalam toilet pria.   ☆☆☆   "Kak, gue pulang duluan aja deh," kata Audy pada Andra ketika abangnya itu menghampiri. "Jidat lo kenapa?" Andra mengambil tangan Audy yang mencoba menutupi kepalanya yang memerah. Audy meringis kemudian memeluk Andra. Menangis manja pada abangnya. Kebiasaan. Andra dengan kejamnya mendesis, "De, lepasin! Bikin malu aja!" Audy dengan patuh melepaskan pelukannya dan cembetut. "Loh, kepalanya kenapa, De?" Suara itu. Suara berat dan merdu itu. Suara pangeran impiannya. Pangerannya berjalan mendekat. "Itu ya orangnya?" bisik Carla pada Audy yang menyeka air matanya. Audy mengangguk antusias. 'Kak Johan ganteng banget. Ampun gue meleleh kalo gini. Apalagi pake seragam klub basket gitu. Omaigaaaaat!'  Audy fangirling dalam benaknya. Audy deg-degan. Entah mengapa jantung Audy rasanya selalu berdetak lebih kencang dan cepat seperti genderang perang setiap Johan berada di dekatnya. "Ada yang lempar bola ke Audy pas jalan ke sini tadi." Jawab Audy dengan manja dan dengan sengaja membuka jidatnya yang agak memar, menunjukkannya pada Johan. "Waduh, De, sampe merah gitu." Johan justru terkekeh melihat wajah Audy yang semakin lucu. 'Njir, gue malah diketawain," sungut Audy dalam hati. Sedikit kecewa karena tidak sesuai dengan ekspektasi romansanya. "Kak Johan gimana sih, Audy lagi ketiban musibah gini malah diketawain." Masih dengan tawanya Johan meminta maaf. "Maaf, De, maaf." 'Nggak papa deh diketawain Johan pangeran cintaku, yang penting bisa deket-deket. Hihihi,' kikik Audy dalam hatinya. "De, lo balik aja gih duluan! Gue pulangnya masih lama. Entar lo dicariin nyokap. Dah, sana balik! Hush!" Andra tiba-tiba mengusir adiknya. Sial. 'Awas aja lo, kunyuk! Tunggu aja pembalasn gue entar di rumah!' sungut Audy namun tidak berani menyuarakannya karena pangerannya masih berdiri di samping abang kampretnya. Kalau sampai Audy berkata seperti itu dihadapan Johan, tengsin dong. Malu sama gebetan. Punya abang semacam Andra benar-benar tidak mendukungnya untuk proses pendekatan gadis bertubuh mungil itu. Tentu saja Audy tidak berani melawan. Dengan bibir manyun ia terpaksa menggandeng tangan Carla dan mulai melangkah menjauh dari lapangan basket. Keluar dari gedung olahraga itu dengan terus merutuki Andra dan kesialannya di hari pertama menjadi siswa SMA. "Audy!" Carla menggoyang-goyangkan lengan Audy yang ia gandeng sedari tadi. Dengan malas Audy menoleh pada gadis berambut pendek itu. "Apeee?" Carla menatapnya dengan bibir mengerucut. "Jangan langsung bad mood gitu dong, Au." Mereka terus melangkah berjalan menjauh dari gedung olahraga menuju gerbang sekolah. "Habisnya, s**l banget gue hari ini. Bayangin aja, capek-capek masuk sekolah ini, eh malah nggak bisa makan siang bareng gebetan. Belum lagi ketemu cowok tadi! Ini kepala udah kena bola, ditonton kakak kelas, celana dalam gue keliatan pula. Malu banget gue, La." Carla terkikik. "Duh, maaf, Au, gue nggak maksud buat ngetawain lo. Tapi sumpah barusan lucu banget." Audy manyun. "Jahat banget lo ah!" Audy menghentakkan kakinya, kesal. Carla sebisa mungkin menahan tawanya. Ia menyeka air matanya yang sedikit keluar karena tertawa sangat geli.  "Eh, Au, betewe kenapa lo malah bales itu cowok? Padahal cakep banget lho! Cakepan doi ketimbang gebetan lo itu," kata Carla. Audy terkekeh sinis, mengibaskan rambut panjangnya yang terurai. "Hellooooow~ Nggak ada di dunia ini yang ngalahin cakepnya Kak Jun ye! Please deh, La! Mata lo belekan kali ya!" Carla kembali tertawa geli melihat tingkah Audy yang cinta buta pada gebetannya. Namun kemudian tawanya terhenti lagi saat menyadari satu hal penting. Sangat penting. "Mampus!" Audy meliriknya, "Kenape lageee?" Carla menarik seragam Audy. Mengguncang-guncang tubuh gadis itu. "Mampus, Au! Mampus!" Audy menatapnya aneh. "Mampus apaan lagi sih ah?!" Mata Carla membulat dan menghentikan langkahnya. "Au, lo sadar nggak sih?" Audy mengerutkan keningnya. "Sadar apaan? Emang gue mabok laut apa?" Carla menggoyangkan tangan Audy lebih kencang. "Yang barusan lo bikin idungnya mimisan itu anak kelas tiga!" Audy memutar bola matanya. "Terus kalo kelas tiga emang kenapa?" Carla dengan wajah serius menjawab. "Gue baru inget itu Kak Gilang! Premannya sekolah kita!"  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD