3.Festival

1045 Words
Love was when I loved you One true time I hold to In my life we’ll always go on Near, far, wherever you are I believe that the heart does go on Once more you open the door And you’re here in my heart And my heart will go on and on ~ My Heart Will Go On - Celine Dion ~ PYYAARR.... Sebuah gelas menjadi korban amukan Aaron. Pria itu begitu emosi mengingat Ella tengah b******u dengan pria lain. Bagi pria itu, Ella masih menjadi miliknya. Ponsel pria itu berdering. Dengan kesal dia meraih dan mengangkat telpon itu. "Babe aku sudah berada di Zurich airport. Apa kau tidak mau menjemputku?" Ucap Gail dengan manja. "Gail apa yang kaulakukan?" "Tentu saja menyusulmu babe. Kau tega sekali liburan tidak mengajakku." "Kau sedang sibuk Gail. Mana mungkin aku menganggumu." "Kau sama sekali tidak mengganggu babe. Kau tinggal bilang saja maka aku akan menyediakan waktu untukmu. Jadi kau akan menjemputku atau tidak?" "Baiklah. Kau tunggu dulu. Aku akan menjemputmu." Aaron menghela nafas berat. Jika Gail berada di sini maka semakin sulit bagi Aaron untuk mendekati Ella. Namun pria itu juga tak bisa menolak Gail. Hal itu membuat Aaron membenci dirinya sendiri. ***** Pandangan Hans tak mampu lepas dari sosok Ella yang tengah berjalan ke arahnya. Sweater coklat muda dan celana jeans biru yang menempel erat di kakinya membuat Hans sulit menelan ludahnya sendiri. Rambut coklat gelap wanita itu menambah aura kecantikannya. "Tidak kusangka seorang pangeran bisa terpana seperti ini." Thomas terkekeh geli. "Jangan mengatakan statusku di depannya Thomas." Ancam Hans.  "Baiklah. Kemarilah Ella. Duduklah di sini." Thomas menunjuk satu kursi kosong di hadapannya. "Terimakasih Thomas." "Aku sudah memesan makanan. Apa kau alergi makanan tertentu Ella?" Tanya Hans. "Tidak ada. Terimakasih Hans." Tak lama makanan yang dipesan Hans sudah datang. Mereka makan malam sembari mengobrol tentang liburan Thomas dan Hans di tempat ini. Terkadang Ella tak mampu menahan tawanya saat Hans menceritakan terjatuhnya Thomas saat hendak memamerkan kemampuan ski di depan para wanita. Thomas pun membalas menceritakan Hans yang salah masuk kamar mandi saat sedang makan di luar hotel.  Ella merasa beruntung bertemu dengan Hans dan juga Thomas. Setidaknya cerita mereka membuat perasaannya jauh lebih baik setelah diaduk-aduk oleh Aaron. Tanpa Ella sadari dua pasang mata tengah memperhatikannya dari kejauhan. Gail begitu kesal melihat sosok Ella. Dia menatap tajam pada Aaron. "Apa kau kemari untuk menemui Ella? Karena itukah kau tidak mengajakku?" Tuduh Gail.  "Tidak sayang. Aku bahkan tidak tahu Ella berlibur di sini. Aku memutuskan berlibur di sini karena udaranya begitu nyaman. Apa kau tidak percaya padaku?" Bibir Gail yang dibubuhi lipstik merah terang membentuk lengkungan. "Tentu saja aku percaya padamu babe. Aku lebih percaya jika Ella yang menyusulmu. Dia bahkan sudah menggoda dua pria. Dia memang wanita jalang. Ayo kita sapa wanita jalang itu." "Tidak perlu Gail. Kita kembali ke kamar saja. Kau pasti lelah." "Tidak sayang. Kita harus beri wanita jalang itu pelajaran." Aaron tak mampu menahan Gail yang sudah berjalan menuju meja di mana Ella duduk. "Tidak kusangka kau juga kemari Ella." Suara Gail mampu merusak suasana makan malam Ella dengan Hans dan Thomas. "Jika tidak ada urusan penting sebaiknya kau pergi pergi saja Gail." Nada suara Ella berubah dingin. "Tentu saja aku akan pergi setelah menyapa wanita jalang sepertimu." "Cukup Gail ayo kita pergi." Aaron segera menyeret Gail pergi tak ingin membut keributan lebih panjang lagi. Sedangkan di meja makan, suasana begitu canggung setelah kedatangan Gail.  "Maafkan atas suasana yang tidak menyenangkan tadi." Sesal Ella. "Tidak apa Ella. Santai saja. Kita anggap itu iklan tidak penting yang sedang berjalan." Canda Thomas. "Thomas benar Ella. Tidak perlu dipikirkan. Kita nikmati saja makan malam ini. Anggap saja kejadian tadi tidak ada." Ella tersenyum dan kembali makan. Tidak ada lagi suasana canggung. Mereka kembali bercanda seakan kehadiran Gail tidak ada. ***** Festival pelepasan lampion adalah festival tahunan yang diadakan di desa kecil ini. Festival ini diadakan sebagai ungkapan terimakasih kepada sang pencipta atas bulan yang bersinar terang pada bulan ini. Tidak hanya warga lokal saja yang menikmati festival ini. Banyak turis yang berdatangan hanya untuk mengikuti festival ini. Seperti halnya Ella dan Hans yang saat ini sedang membeli minuman hangat untuk menemani mereka malam ini. "Kapan pelepasan lentera di mulai?" Tanya Ella melihat berbagai bentuk lentera yang dijual. "Seharusnya 15 menit lagi. Apa kau kedinginan?" Hans memegang satu tangan Ella. "Memang sangat dingin malam ini. Tapi tidak masalah. Aku hanya tidak sabar untuk melepaskan lentera bersama."  Hans melihat Ella tersenyum menikmati festival ini. Laki-laki itu begitu terpesona dengan binar kebahagiaan di mata wanita itu. "Kau tahu saat hendak menerbangkan lentera jika kau menyebut satu nama orang yang ingin kau temui di kemudian hari maka akan terwujud."  "Benarkah?" "Itu yang dipercaya penduduk sini. Bagaimana jika kita mencobanya? Aku ingin bertemu denganmu lagi Ella." Hans menyentuh pipinya. "Apa yang akan kita lakukan jika kita bertemu lagi?"  "Entahlah. Mungkin aku akan menciummu." Ella menatap Hans terkejut. Detik berikutnya Hans tertawa. "Mengapa kau berekspresi seolah aku seorang penjahat yang mengincarmu Ella?"  "Kau memang penjahat bagi para wanita Hans." "Wah kejam sekali ya. Bagaimana jika kau yang menghukum penjahat ini?" Ella tersenyum mendengar pembicaraan mereka seperti polisi dan penjahat. Lagi-lagi senyuman itu memporak-porandakan hati Hans. Tangan Hans menarik pinggang Ella dan menunduk untuk menikmati bibir lembut nan nikmat milik Ella. Tangan Ella yang berada di d**a Hans tak ada daya untuk mendorong pria itu. Akal sehatnya terus berteriak jika tindakan ini adalah salah. Tapi tubuh Ella tak mampu berbohong. Dia mendamba lumatan lembut Hans. Bahkan wanita itu memikirkannya semalaman. Hans melepaskan ciuman itu untuk memberi kesempatan mereka bernafas. Tatapan kedua terkunci. "Aku tidak menyesal untuk ciuman ini Ella. Aku tidak akan berbohong jika aku menginginkanmu." Jujur Hans. Bahkan tanpa mengatakannya, Ella mampu melihat tatapan mendamba di mata Hans. Ella berusaha keras meyakinkan akal sehatnya untuk menang. Namun belum menanggapi ucapan Hans, terdegar suara riuh di sekitar mereka. Rupanya pelepasan lentera hampir dimulai.  "Ayo kita terbangkan lentera kita." Hans memberikan satu lentera besar untuk Ella. Ada seorang pemimpin acara yang memberi aba-aba untuk bisa menerbangkan secara bersamaan. Laki-laki bertubuh tambun itu mulai berhitung dari satu. Mencapai angka tiga serentak semua melepaskan lenteranya. "Ella!"  Ella terkejut mendengar Hans menyebutkan namanya. Wanita itu tersenyum. Dia menyebutkan nama 'Hans' dalam hati sebelum akhirnya ikut melepaskan lentera itu. Lentera-lentera yang terbang menghiasi langit malam yang gelap. Cahayanya begitu cantik menemani bintang-bintang. Ella begitu terpesona dengan pemandangan itu. Dalam hatinya Ella bertanya-tanya akankah dia benar bertemu dengan Hans kembali? Ella sudah memutuskan akan pulang besok pagi. Tapi entah mengapa dirinya merasa berat berpisah dari Hans. Tak jauh dari mereka Aaron berdiri di tengah kerumunan mengamati Ella dan juga Hans. Tangannya terkepal penuh emosi setelah mendapati Ella dan Hans berciuman. Meskipun saat ini dia tidak bisa bertindak, tapi pria itu memiliki sebuah rencana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD