CHAPTER 2

1960 Words
Mata ku menerawang ke atas, mencoba memikirkan ide untuk judul lagu Praja. Tapi sedetik kemudian aku sadar bahwa aku saja tadi tidak menyimak lirik yang Praja nyanyikan. Bagaimana cara nya aku bisa memilih kan judul untuk lagu itu? “Meet Me In The Hallway bagus nggak?” Tanya Praja lagi. Aku menggidik kan bahuku, “Nggak tau. Emang liriknya tentang apa?” Tanyaku. “Inti nya tentang orang yang menyesali suatu keputusan yang dia bikin, lalu dia pengen semua nya balik seperti awal mula ; meet me in the hallway and let’s start over. Nyambung, kan? ” Tanya Praja. “Apa hal yang disesali emangnya?” Aku balik bertanya. Praja menggidik kan bahu nya. “Nggak tau. Aku nggak jelasin secara spesifik.” Jawab Praja. “Tapi pas aku nulis lirik nya, aku kepikiran tentang seseorang yang selalu memikir kan sesuatu secara ber lebihan . Orang itu selalu menomor satu kan perasaan orang lain di banding kan perasaan dia sendiri . Lalu dia menyesali perbuatan nya karena selalu mengenyamping kan kebutuhan nya yang akhir nya malah membuat diri dia sendiri sengsara , saat sadar kalo apa yang dia lakukan selama ini nggak baik , dia kayak ngomong ke diri sendiri kalo semua ini nggak bener , dia mau berubah untuk lebih baik ke diri sendiri, terus dia ngomong ke diri sendiri bahwa ayo, kita mulai dari awal. Kita bisa, kok , berjuang sama - sama . ” Lanjut Praja men jelas kan apa yang ada di kepala nya pada saat menulis lagu buatan nya ter sebut . “Nggak tau . Aku nggak jelasin secara spesifik . ” Jawab Praja . “ Tapi pas aku nulis lirik nya, aku kepikiran tentang seseorang yang selalu memikir kan sesuatu secara ber lebihan . Orang itu selalu menomor satu kan perasaan orang lain di banding kan perasaan dia sendiri . Lalu dia menyesali perbuatan nya karena selalu mengenyamping kan kebutuhan nya yang akhir nya malah membuat diri dia sendiri sengsara , saat sadar kalo apa yang dia lakukan selama ini nggak baik , dia kayak ngomong ke diri sendiri kalo semua ini nggak bener , dia mau berubah untuk lebih baik ke diri sendiri, terus dia ngomong ke diri sendiri bahwa ayo, kita mulai dari awal. Kita bisa, kok , berjuang sama - sama . ” Lanjut Praja men jelas kan apa yang ada di kepala nya pada saat menulis lagu buatan nya ter sebut . Aku menatap Praja dengan penuh haru. Anak ini ter nyata bisa mem buat lagu yang arti nya sangat dalam . Lalu aku ber tepuk tangan kecil sebagai bentuk apresiasi untuk Praja . “Keren . Aku yakin Irwin , Edgar , dan Michael pasti suka lagu yang kamu bikin . ” Jawab ku . Praja ter senyum dan mengusap - usap belakang leher nya, aku tidak berekspektasi Praja akan merespon dengan nervous karena Praja jarang sekali nervous. Apa lagi bila aku yang memuji nya . Dia biasa nya malah besar kepala bila aku puji . "Loh kenapa kok jadi aneh sikap nya . Kayak canggung gitu . " Ucap ku membuat Praja tersadar bahwa memang canggung. "Nggak tau . Jadi malu aja di puji lagu buatan aku . Tapi walau pun begitu “Wah, makasih. Aku jadi malu dipuji kayak gitu. Hehehe.” Ucapnya. Sore itu, Calum rupanya tidak menginap. Dia pamit untuk pulang karena ia bilang, ia mau menemani sepupunya untuk mencari sate taichan. * . * . * . * . * Aku mengernyit ketika intipan sinar matahari menyorot dari balik tirai kamar ku . Walau pun sebelum nya aku senang karena aku ber hasil merebut kamar yang memiliki kamar mandi di dalam dari kak Jo, tapi ter nyata letak jendela di kamar ini langsung meng hadap ke depan di mana sinar matahari dengan senang hati bisa menyoroti kamar ku . Sebenar nya bagus karena aku bisa mendapat kan cahaya dan sumber vitamin D. Tapi kalau ingin tidur nyenyak dan tidur sampai siang, seperti nya tidak bisa. Atau mungkin bisa bila aku mendouble hordeng kamar ku. Dengan nyawa yang belum sepenuh nya ter kumpul, aku membuka kedua mata ku per lahan dan meregang kan tubuhku dengan sesekali menguap. Dengan tubuh dan langkah kaki yang gontai karena masih belum segar seratus persen dari bangun nya tidur ku, aku berdiri meninggal kan tempat tidur ku untuk mem buka tirai kamar dan jendela agar udara bisa masuk. Aku menyempat kan diri untuk menghirup udara dan memperhati kan jalanan di depan rumah ku . Ada tukang sayur yang sering di sebut bang Bram di sana dengan di kelilingi pembeli. Andai di kamar ku ada balkon , mungkin lebih asyik menghirup udara segar sembari duduk-duduk santai di balkon. Saat asyik menonton ke adaan jalanan depan rumah, aku men cium bau makanan yang enak. Ini pasti kak Jo. Aku pun ber gegas pergi untuk mandi dan siap- siap untuk berangkat sekolah . Men cium bau makanan yang di buat kak Jo, aku jadi ingin segera sarapan. Tapi kak Jo tidak akan mengijin kan ku untuk sarapan sebelum mandi dan rapih agar selesai sarapan aku bisa langsung berangkat ke sekolah . Aku meng habis kan waktu lima belas menit untuk mandi dan sepuluh menit untuk rapih - rapih . Buku - buku pelajaran hari ini sudah ku masuk kan ke dalam tas se malam , jadi aku tidak perlu melihat jadwal kelas ku dan aku hanya perlu memakai sepatu saja sekarang.Setelah mengambil sepatu dari rak nya , aku pun duduk di bangku meja rias dan memakai sepatu warna hitam ku karena peraturan di sekolah ku mengharus kan siswa nya memakai sepatu warna hitam , untuk tali bebas saja mau warna hitam atau putih, asal bukan warna lain selain itu . Aku mengecek penampilan ku sekali lagi di depan cermin. Saat sekira nya sudah rapih, aku pun keluar dari kamar dan bergegas ke dapur . Sebelum melangkah masuk ke dapur , aku sempat mendengar dua suara laki - laki dari arah dapur, tapi tidak ada suara kak Jo yang ter dengar . Hanya ada suara Praja dan satu lagi entah suara siapa. Karena penasaran , aku pun segera masuk ke dapur dan mendapati Praja dan Harry menoleh ke arah ku sebentar , lalu mereka kembali fokus pada yang mereka kerja kan. “Harry? ” Panggil ku mem buat Harry dan Praja menoleh kembali ke arah ku. “Oh hai El.” Sapa nya , lalu kembali mengocok telur dengan garpu di mangkok . Sedang kan Praja juga kembali menonton Harry. “Cara ngocok telur bukan begitu, eh!” Protes Praja. “Bisa diem nggak, sih, lu? Bagian lu kan tadi udah. Lu masak tempe orek. Noh urusin tempe orek lu yang gosong. ”Balas Harry. Ternyata yang tadi aku dengar adalah suara Harry dan Praja yang sedang berdebat. Melihat itu, aku pun menarik tempat duduk dan mendaratkan bokongku, masih dengan keheranan yang menyeliputi kepalaku karena pertama, aku tidak tau sejak kapan Harry ada di sini. Kedua, ke mana kak Jo? Ketiga, kenapa Harry dan Praja ber debat hanya karena masalah telur? Dan ke empat, kenapa mereka ber dua pakai celemek masak? Mereka ber dua ini sedang ada di Master Chef atau apa, sih? Aku melirik ke arah piring yang berisi orek tempe, Harry bilang ini orek tempe gosong… Memang, sih, warna orek tempe ini kelihatan lebih gelap dari pada umumnya. Jadi ini buatan Praja? Sejak kapan dia mau masak? Biasanya kalau dia datang pagi-pagi begini hanya untuk ikut sarapan, soal masak memasak ia serahkan semuanya pada kak Jo. “Kurang mateng tuh telor nya . ” Komen Praja lagi ketika Harry membalik telur di penggorengan . Tidak terima akan kebawelan Praja , Harry pun langsung menaruh spatula nya ke samping kompor dan ber diri meng hadap Praja yang sedari tadi ber diri di samping nya hanya untuk menggerecoki Harry . “Lo ada masalah apa , sih , sama gue ? Lo udah gue ijinin masak orek tempe , kata nya lo jago masak , ter nyata gosong . Terus sekarang giliran gue masak omelet aja di ganggu terus . ” Kini Harry yang mem protes Praja . Mendengar itu , Praja langsung mengernyit . “ Itu bukan gosong . Tapi gue emang suka nya overcooked kayak gitu . ” Jawab Praja mengeles alias mencari - cari alasan . Hah ? Overcooked apanya ! Astaga Praja . Saat Harry dan Praja ber debat , aku mencium bau gosong dan sontak langsung ter ingat bahwa Harry sedang memasak omelet. Dengan begitu , aku pun langsung bangkit dari duduk ku dan mengambil alih . Aku langsung memati kan kompor dan mengangkat omelet yang juga ter nyata gosong akibat Harry dan Praja yang malah berdebat. Setelah menaruh omelet tersebut ke piring, aku pun menatap tajam Harry dan Praja secara ber gantian. “Kalian kenapa, sih? Ini menu sarapan pagi ini jadi pada gosong begini. Emang kalian berdua mau makan orek tempe dan omelet gosong?” Tanyaku. Praja dan Harry tidak men jawab, mereka menunduk kan kepala seperti anak kecil yang sedang di omeli ibu nya karena sudah mencoret-coret tembok. “Sekarang kalian berdua duduk.” Perintah ku. “Aku aja yang masak. ” Lanjut ku. Namun Harry dan Praja menggeleng secara ber samaan . “Nggak bisa.” Jawab Praja. “Sekarang tinggal masak sayur bayam . Aku yakin sayur bayam buatan aku lebih enak dari pada buatan Harry, El.” Lanjut nya. Aku melongo. Kenapa ini jadi ajang pembuktian siapa yang lebih enak buatan nya dari siapa, sih? “Iya!” Seru Harry setuju . Lalu mereka berdua pun menggeser satu baskom yang penuh dengan bayam . “Ini baik nya di bagi dua . ” Ucap Harry seraya meraih mangkuk kosong dan menaruh sebagian bayam ke mangkuk tersebut . “Nah , siapa yang mau duluan masak ? Gue apa lo ? ” Tanya Harry kepada Praja . “Wow , wow...”Aku menghenti kan Harry dan Praja yang sedang asyik membagi tugas . “ Maksud nya apa siapa yang masak duluan ? Ini masak nya sekali!” Seru ku kemudian . Praja dan Harry pun saling tatap, lalu mengangguk dengan kompak . Sedang kan aku hanya mengkerut kan dahi karena heran . Sontak Praja meng hampiri ku dan mendorong ku pelan , menggiring ku untuk duduk kembali di meja makan . “Apa, sih, Pra?” Protes ku. “Elena, kamu duduk manis aja. Kita ber dua yang masak. Nanti kamu nilai siapa yang lebih enak. Oke?” Ucap nya dengan senyuman sok manis. Mendengar ucapan itu aku hanya melongo. Mereka berdua tidak ada yang mau mendengar ku!? Ugh... Aku melirik jam tangan ku dan harus menarik nafas dalam - dalam untuk meredam emosi . Aku sengaja menghembus kan nafas ku dengan kasar agar Harry dan Praja men dengar ketidaksetujuan ku dengan aksi tidak masuk akal mereka berdua . “Praja , nanti kita telat, lho.” Ucapku. Namun sial, suara ku teredam oleh suara mereka yang lagi lagi berdebat . Aku masih tidak habis pikir dengan apa yang mereka pikir kan . Sepenting itu kah pembuktian nya sekarang? Kenapa tidak nanti saja ? ini sudah jam berapa dan sekarang tidak ada yang mau mendengar ku . Mereka berdua malah sibuk sendiri . Aku bicara pun tidak didengar . Aku harus bagaimana sekarang ? Berangkat duluan? Lalu nanti bagaimana dengan Praja? "Praja, ini sudah jam berapa ? Kamu yakin mau kayak gitu sama Harry? Nanti kita kapan berangkat nya? Nanti kita telat!" Seru ku namun bukan nya di dengar , Harry dan Praja malah kompak meng " shhh " kan aku supaya aku diam . Sumpah aku tidak tau lagi harus bicara pakai bahasa apa dengan mereka berdua karena sulit sekali rasa nya menghenti kan dua pria yang sedang adu jago ini. * * * to be continued * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD