CHAPTER 3

1964 Words
Akibat insiden Harry dan Praja yang tidak mau menurun kan ego mereka masing-masing — yang berusaha menunjukan siapa yang ter hebat, yang mana sebenar nya itu tidak perlu dan tidak penting — aku dan Praja jadi terlambat masuk sekolah . Dan karena kedua nya keras kepala, akhir nya pun aku tidak bisa berbuat apa-apa, untuk melerai mereka berdua saja sulit sekali karena tidak ada yang mau mendengarku. Aku berkali-kali menghela nafas dengan kasar dan menggerutu sebal. mengeluh karena pintu gerbang sudah di tutup. Gerbang di tutup arti nya kamu tidak punya kesempatan lagi untuk masuk, alias pulang saja sana! Jangan sekali- kali membujuk satpam di sekolah ku , karena itu akan sia - sia . Kebijakan di sekolah ku memang begitu , waktu sangat di hargai di sini . Tidak , sebenar nya peraturan di sekolah ku tidak sekeras itu . Di sini masih memberikan toleransi telat 10 menit . Tapi aku dan Praja memang sudah tidak bisa di selamat kan lagi . Kami ber dua sudah ter lambat lebih dari batas waktu toleransi yang di buat . Ini semua gara - gara Praja yang tidak mau mendengar ku . Aku melirik Praja yang memasang wajah tidak ber dosa itu . Rasa nya ingin aku acak-acak rambut nya saat ini juga . Ini kan gara-gara dia , kenapa dia tidak minta maaf ? “Oi . ” panggil ku. Yang merasa diri nya terpanggil pun menoleh , ia menaik kan kedua alis nya sebagai respon tanpa menyahut panggilan dari ku . “Praja ! ” Panggil ku lagi . Kali ini ia mau menyahut . “Apa ? ” Tanya nya . Tampang tanpa dosa itu masih melekat di wajah nya . “Ini kita terlambat gara - gara kamu ! ” Seru ku. Aku tidak bisa tidak emosi karena ini pertama kali nya aku terlambat setelah mempertahan kan konsistensi ku untuk tidak terlambat selama hampir satu tahun . “Kok gara - gara aku ? ” Tanya nya lagi . Dia memang tidak tau kesalahan nya, ya ? Oke , biar aku beritahu . “Kalo kamu sama Harry enggak pake acara adu - aduan masak kan , nggak bakal telat kita . Di tambah lagi kamu sama Harry debat terus . Itu masak sayur bayam aja harus di bagi dua segala . ” Jawab ku . “ Nggak ada yang mau dengerin aku . Padahal aku udah bilang kalo kita udah terlambat . Tapi kamu terus aja ngoceh sama Harry . Kenapa harus adu - aduan masakan , sih ? Kamu udah tau kan masakan Harry lebih enak . Dia ambil jurusan masak , Praja . ” Lanjut ku lagi . Aku sudah kelewat sebal , jadi aku omeli saja Praja . Bila ada Harry pun aku akan mengomeli kedua nya . Kalau tadi sih aku sudah tidak punya waktu untuk mengomeli Harry dan Praja . Tapi tenang saja , nanti aku akan mengomeli Harry sesampai nya di rumah . Praja masih tidak membalas ucapan ku, dia terlihat tidak percaya dengan apa yang aku katakan . Mungkin ucapan ku soal masakan Harry lebih enak dari pada masakan nya membuat Praja sakit hati . Sebenar nya aku tidak boleh seperti itu , tapi memang nya apa yang dia harap kan dari jawaban ku ? Tanpa menunggu Praja merespon omelan ku, aku pun berbalik badan untuk pulang. Ini sih kebangetan ! Aku sebal sekali harus berbalik arah untuk pulang . Apalagi hari ini ada pelajaran penting . Aku jadi harus bolos karena ini . Aku mendengar suara langkah yang berusaha menyeimbangi langkah ku yang sudah beberapa langkah di depan nya . Ia masih tidak merespon omelan ku , dan itu membuat ku merasa makin sebal . “Aku nggak habis pikir , ih ! ” Gerutu ku lagi. “Hari ini itu ada pelajaran penting. Tapi karena kita telat, aku jadi harus bolos.” Lanjut ku. Praja yang sudah mensejajarkan tubuh nya dengan tubuh ku masih terdiam. “Ngomong , dong! Kok diam aja ? Aku dari tadi ngoceh , kamu cuma diam aja ! ” Keluh ku. Wow, aku ketika sedang marah memang bisa secerewet itu . “Ya mau ngomong apa emang nya ? Toh masakan ku nggak enak kata kamu . ” Jawab nya . Mendengar jawaban nya, aku pun reflek menghentikan langkah ku dan menganga heran . Apa , sih , hubungan nya ? Jadi ucapan ku soal masakan nya yang membuat nya diam saja dari tadi? Padahal dari tadi aku mengoceh panjang lebar soal kekesalan ku telat . Tapi tidak ada yang masuk ke otak nya dan yang dia concern hanya komentar ku bahwa dia akan kalah dengan Harry yang memang basicnya tukang masak kareana dia mengambil jurusan masak ? Astaga Praja . Praja yang menyadari aku menghentikan langkah pun ikut menghentikan langkah nya . Ia terdiam. Kini walaupun tampang nya sudah tidak terlihat seperti wajah orang tak bersalah melainkan tampang wajah orang yang sedih , aku tidak peduli . Dari semua poin yang aku ucap kan, dia hanya peduli soal komentar ku perihal makanan nya? “Soal masakan kamu doang yang dapat atensi dari kamu , Pra ? ” Tanya ku. “Dari semua poin yang aku ucapin ; kita ter lambat karena kamu dan Harry debat dan pelajaran penting hari ini yang nggak bisa aku ikutin , Cuma soal masakan kamu doang yang jadi concern kamu ? ” Lanjut ku. Ih, nyebelin banget ! “Kamu tuh kenapa, sih . Ya kalo telat yaudah . Nggak usah di besar - besarin . Toh telat doang . Nggak sampe diskors, kan ? Nggak sampe di DO, kan ? Kamu masih jadi siswi sekolah ini . ” Kini Praja yang terlihat marah . Oh, jadi di sini aku yang terlalu membesar - besar kan masalah ? Tanpa berucap apapun , aku melangkah maju dengan langkah yang cepat dan besar - besar. Tapi baru juga sekitar 7 langkah, aku mendengar suara tertawa dari arah belakang ku . Sontak aku pun menoleh dan mendapati Praja sedang memegangi perut nya karena menertawai ku. “Loh kok kamu malah ketawa , sih ? Apa nya yang lucu ! ? ” Tanya ku seraya sedikit teriak karena ada jarak 7 langkah antara aku dan Praja . Praja tidak menjawab pertanyaan ku dan malah jalan menghampiri ku dengan cengiran di bibir nya . “Ngapain, sih, jalan kayak gitu ? Lucu tau liat nya.” Ucap Praja. Mendengar jawaban Praja, aku hanya melengos . Iya , aku memang pendek . Ini nama nya penistaan pada kaum -kaum berkaki pendek ! Entah ah, inti nya aku masih sebal sekali dengan Praja pagi ini dan aku tidak tau kapan aku bisa merasa mereda. Lihat saja, kalau nanti aku sampai rumah, aku juga akan mengomeli Harry juga. Rasanya tidak puas dengan hanya mengomeli Praja, terlebih lagi yang di omeli tidak merasa bersalah dan menganggap ini semua hal spele . "EL! PRA!" Teriak seseorang dari arah belakang, aku dan Praja yang namanya dipanggil pun menoleh ke asal suara itu terdengar . Aku membulat kan mataku ketika melihat bahwa sosok orang memanggil kami berdua adalah Aldino. Wah kebetulan sekali kita bertiga bertemu di sini. Aku pun tercengir saat melihat Aldino. Sedangkan Praja langsung menyapa Aldino dengan menanyakan pertanyaan. "Weh, kau telat juga? " Tanya Praja kemudian sebagai sebuah sapaan. Mendengar pertanyaan Praja, Aldino pun menggelengkan kepalanya. "Tidak." Jawab Aldino dengan santainya saat ia sudah berdiri di depan kami. "Loh?" Praja heran karena jawaban Aldino adalah tidak. Sedangkan Aldino kini sedang di luar juga bersama aku dan Praja. Jadi Praja pun melanjutkan pertanyaannya. "Terus kok di luar?" Tanya Praja lagi. "Oh, aku mau fotokopi ini." Jawab Aldino sambil mengangkat satu lembar kertas untuk menunjukan kepadaku dan Praja apa yang akan dia fotokopi. “Apaan itu?” Tanya Praja lagi. “Lembar kuis. Pak Bram mau mengadakan kuis pagi ini.” Jawab Aldino dengan santainya. Mendengar kata kuis, aku jadi jiper sendiri. Tidak, aku dan Aldino tidak satu kelas. Tapi bisa saja kan kelasku mengadakan kuis juga? Tapi aku malah tidak masuk yang mana aku tidak bisa ikut kuis juga. Aku berdoa dalam hati semoga saja di kelasku tidak mengadakan kuis seperti kelas Aldino. Mendengar jawaban Aldino, Praja mengangguk. "Oh..." ucapnya. Namun sepertinya ada satu hal yang mengganjal pikiran Praja. Kalau memang Aldino mau foto kopi. kenapa juga Aldino harus keluar untuk fotokopi? Di koperasi menyediakan mesin fotokopi, kok. Kini giliran aku yang bertanya pada Aldino. "Kalau mau fotokopi, kenapa keluar begini? Bukan kah di keprasi kita ada mesin foto kopi?" Tanyaku pada Aldino. "Di koperasi ngantri sekali, El." Jawabnya. “Kalo nunggu mah pasti akan lebih lama lagi, yang ada nanti jam pelajarannya keburu selesai dan tidak ada gunanya fotokopi. Lalu karena aku orangnya penuh dengan ide-de dan solusi, aku inisiatif aja ke pak Bram buat ijin fotokopi di luar.” Lanjut Aldino dengan sedikit membanggakan dirinya bahwa dirinya penuh inisiatif. Tapi aku tidak memprotes Aldino karena apa yang dia ucapkan memang benar dan aku yakin sekali dia bicara seperti itu juga karena becanda. “Dasar bodoh.” Respon Praja pada cerita Aldino, yang mana hal itu langsung direspon balik oleh kerutan dahi Aldino. “Siapa? Aku?” Tanya Aldino seperti tidak terima oleh ucapan Praja. “Iya. Kamu bodoh.” Jawab Praja lagi mengulang ucapannya. "Loh? Bukannya itu ide cemerlang? Kok malah bilang aku bodoh?" Protes Aldino lagi masih bingung kenapa Praja mengatainya bodoh. “Ya bodoh lah. Kalo ngantri ya biarkan saja, tidak usah inisiatif inisiatif segala. Malah bagus kan kalau ngantri biar jam pelajaran abis dan biar tidak jadi kuis.” Lanjut Praja lagi. Mendengar jawaban Praja, aku pun menjitak kepalanya pelan. Memangnya Aldino itu Praja yang malah sujud syukur bila tidak jadi kuis? “Aw.” Praja mengaduh sakit setelah aku berhasil menjitak kepalanya. Aku mengernyit. Cih, lebay sekali. Aku hanya menjitaknya pelan, kok. Tapi beda denganku, Praja menatapku penuh tanda tanya seakan bingung kenapa aku malah menjitaknya padahal dia bilang bahwa Aldino yang bodoh. “Aku jitaknya pelan doang, loh. Kok lebay, sih?” Tanyaku, mengenyampingkan alasan kenapa aku menjitaknya. Aku terkecoh dengan responnya yang lebay. “Apanya yang pelan!” Seru Praja. “Sakitiiit.” Lanjutnya sambil mengusap-usap kepalanya sambil meringis. “Ih, orang aku jitaknya pelan.” Kataku. “Iya, kan, Al? Kamu liat nggak tadi aku jitak kepalanya pelan? Pelan doang, kan?” Lanjutku. Aldino tidak menjawab, ia hanya tercengir canggung sambil menatapi aku dan Praja secara bergantian. “Maaf, nih, ya. Bukannya tidak mau lama-lama sama kalian. Tapi kali ini aku buru-buru. Mau ke Kang Jeremi. Mau fotokopi.” Ucap Aldino. “Eh iya. Kalian tumben telat?” Tanya Aldino lagi. Bukan kah dia bialng dia mau buru-buru? Kenapa dia malah bertanya? Tapi ya sudah lah, aku tidak mau protes. Jadi saat mendapatkan pertanyaan itu, aku sontak menarik nafas untuk menjawab pertanyaan Aldino, namun Praja dengan sigapnya menutup mulutku dengan tangan kanannya. “Eeemm!” Protesku, yang mana sebenarnya tidak akan dimengerti oleh Praja maupun oleh Aldino. “Aldino, kau mau fotokopi, kan? Udah sana fotokopi saja. Hehehe.” Praja mengusir Aldino secara halus tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan Aldino. Aku tau kenapa Praja melakukan ini. Ini semua karena Praja tidak ingin mendengar cerita panjang kali lebarku soal alasan kenapa kita berdua jadi terlambat. Dia tidak mau mendengar ocehanku lagi. Oh atau Praja memang tidak ingin Aldino tau soal ini? Melihat itu, Aldino kebingungan. Namun dalam bingungnya, Aldino pun mengangguk dan pamit padaku dan Praja untuk pergi ke tempat fotokopi yang tidak jauh dari sekolah kami. Setelah sekiranya Aldino sudah melangkah lumayan jauh, Praja pun melepaskan tangannya dari mulutku. Belum juga aku memprotes kelakuannya, Praja sudah mengacir duluan dan meninggalkanku. Aku yang ditinggal olehnya hanya menatap punggungnya, masih belum memutuskan untuk mengejarnya atau tidak. Tapi pada detik ke tiga, aku pun akhirnya memutuskan untuk mengejar Praja dan memanggil-manggil namanya untuk menungguku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD