Bab 1

2121 Words
Siapapun pasti mengenal Edgar. Lelaki berperawakan tinggi, tubuh yang tegap dan berotot, wajah seksi dengan rahang yang kokoh mengeras. Usianya memang baru tujuh belas tahun tapi pamornya dalam menundukkan para wanita patut diacungi jempol. Sebagai satu-satunya ahli waris keluarga Wibisono sudah jelas masa depan lelaki itu akan cemerlang. Secemerlang senyumannya ketika melihat gadis manis di depan gerbang sana melambai semangat ke seseorang di atas motor sport hitamnya. Gadis itu berkuncir dua. Wajahnya oval dipadukan dengan mata indah yang selalu memancarkan kehangatan, alisnya tidak tebal namun rapih, hidungnya mancung sempurna seperti saudara kembarnya. Perwujudan asli dari seorang malaikat penghuni surga. Bagi Edgar, Lollypop sangat manis. Semanis gadis itu yang selalu menyukai permen lollypop. Namun berbeda dengan presepsi Lollypop. Gadis itu membalikkan tubuhnya, senyum yang mengembang terus merekah kala di sapa oleh teman-temannya. Dia mengeratkan pegangan pada ujung tas ransel warna pelanginya. Rasa bahagia membuncah di dalam d**a. Tak pernah dia merasa sebahagia ini sebelumnya. Bahkan kebahagiaan sewaktu dia di ajak ke Dufan selama seharian bersama kedua Kakaknya pun sampai terkalahkan hanya karena seorang Eggy. Lelaki tampan paling baik yang pernah dia temui. Selain itu Eggy juga adalah pacar Lollypop. Walau baru satu setengah bulan mereka jadian Lollypop sudah senang luar biasa begini. Brak! "Edgar!! Wasallam motor gue baru di servis, sialan!" teriakan histeris muncul di antara keramaian tempat parkir sekolah. Seorang lelaki dengan seragam urakan langsung meloncat turun dari penyanggah tangga gedung utama, berlari cepat ke arah motor vespa yang tersungkur menghantam kerasnya aspal. Lelaki yang berdiri tak jauh dari motor itu hanya menaikkan sebelah alis sementara kakinya menahan bola basket yang tadi sukses menjatuhkan motor vespa punya Riki. Dilihatnya bagaimana Riki dengan susah payah membangunkan motor vespa super beratnya itu, dia merutuki Edgar yang enak saja main melempar basket ke arah motornya. Memang lelaki itu kira motor kesayangannya ini ring basket apa? "Bantuin gue woy! Malah ngelihatin doang." sungut Riki memarahi Edgar. Lelaki itu mengedikkan sebelah bahunya, mendorong pelan bola basket menggunakan punggung kaki dan sukses menyenggol kaki Riki yang gemetaran menahan bobot vespanya. "Segini doang gak kuat mah copo!" "Halah t*i," hina Riki memegangi stir motor, dia dibantu oleh beberapa temannya yang lain. Kasihan lihat lelaki itu sendirian membenarkan letak motornya. "Lo lebih copo lagi gak bisa bedain mana motor sama ring basket. Gue gak mau tahu kalau Rendo mogok, lo mesti tanggung jawab bayarin uang servisnya." "Mata gue diciptakan cuma buat membedakan mana janda dan mana gadis," bela Edgar melipat kedua tangannya di depan d**a. Dia mengedipkan sebelah matanya ketika melihat Lollypop sedari tadi memperhatikan dari balik pohon. "Kedip dong, sayang. Entar hamil loh lihat ke gantengan gue." Demi dewa uttaran. Lollypop ke pengin banget cabut pohon besar di depannya ini lalu melemparkannya tepat ke muka Edgar! Muak banget digodain terus apalagi gaya santai Edgar benar-benar bikin Lollypop harus tabah setiap saat. "Amit-amit gue hamil. Idih tujuh turunan yang ada anak gue entar kena kutukan budukan. Idihh najis najis najis." Lollypop mengetukkan dahinya berkali-kali sambil sebelah tangannya lagi mengelus perut. Membayangkan dirinya hamil anak Edgar membuat naluri hati Lollypop langsung mengucapkan amit-amit. Riki mendengus melihat Lollypop. Dia mengelap peluh di dahinya. "Cantik-cantik d***o," ledek Riki membenarkan sekali lagi letak motornya supaya tak jatuh. "Mana bisa cuma ngelihat langsung hamil. Sini gue tunjukin cara pembuatannya. Kalau mau gue cariin tutorialnya lengkap dengan pembahasan dan materi." Kali ini Lollypop melotot kesal. Dia menghentakkan kakinya beberapa kali sebelum meninggalkan dua lelaki biang kericuhan itu yang sedang terbahak. Berhasil membuatnya malu juga tampak bodoh akan percakapan absurd mereka. "Anjir, gue lihat PR fisika woy!" "Eh buku tugas fisika gue kemana?" "Yang baik lihat fisika dong." "Gece eh Bu Delia udah otw ke kelas." Perkataan yang terakhir itu langsung menimbulkan kehebohan luar biasa. Murid kelas sebelas IPA lima mulai membentuk suatu formasi gerakan empat lima menyalin tugas di pojok kelas. Sementara yang sudah selesai duduk rapi di kursi depan yang kosong. Ketua kelas mereka, Dean, mengawasi luar kelas dari jendela. Jaga-jaga kalau Bu Delia tiba-tiba saja sudah berdiri di depan kelas. Alsha yang kebingungan pun melirik teman-temannya penasaran. Dia mengintip Lollypop yang lagi serius ngerjain PR. "Lolly, itu PR apa sih?" Lollypop melirik Alsha sekilas. "Fisika," kemudian dia berteriak ke salah satu temannya dengan tangan yang terjulur ke samping. "Penghapus! Cepetan darurat nih!" lalu sambil menghapus dia mengernyit heran pada Alsha yang hanya santai-santai saja. "Emang kamu gak tahu ada PR fisika?" "Tahu." balas gadis itu tersenyum semringah. Lollypop menyelesaikan tulisan akhirnya sebelum menyahut kekaleman pada sahabatnya. "Terus kenapa gak kerjain? Emang kamu udah?" Alsha menyengir lebar kedua tangannya bergerak memainkan rambut cokelat Lollypop yang dikuncir dua seperti biasa. "Gak ah. Aku mau dihukum aja sama Bu Cintya, soalnya hari ini Davin mau ada praktek basket susulan. Kelasnya kan ketinggalan materi basket gara-gara Pak Rangga gak masuk minggu lalu pas Pak Umang nyuruh kita praktek. Makanya aku mau lihat dia aja." Lollypop segera mendongakkan lehernya ke atas. Menatap aneh pada Alsha. Kamu sakit ya?" "Iya nihhh, aku lagi demam," Alsha melepaskan pegangannya di rambut Lollypop beralih pada kedua pipi merahnya, dia tersenyum-senyum girang. "Demam cintanya Davin." Lollypop memasang ekspresi ke cekik lalu kembali berkutat pada buku tugas fisika. Memang bukan hal yang tabu lagi kalau Alsha, sahabatnya ini menyukai Kakak kembarnya. Rasa suka Alsha tak bisa di anggap sepele. Gadis bermata biru laut itu secara terang-terangan selalu menunjukkan rasa ketertarikannya pada Davin. Meskipun sudah ditolak berkali-kali namun dia tak pernah patah semangat walau akhirnya Davin mau menerima Alsha juga. Mungkin Lollypop harus berterima kasih padanya, karena berkat dialah Lollypop belajar jadi berani untuk mendekati Eggy. Eggy Julias, lelaki berdarah Jawa campur Belanda. Ketampanannya bukan main lagi, ibarat tangga lagu. Eggy berada di top chart bertaraf internasional paling atas dan tidak pernah turun-turun. Karena memang selain memiliki wajah yang tampan, kepribadian lelaki itu pun sangat menawan. Membuat siapapun gadis yang berada didekatnya akan melambung dengan perasaan yang berbunga-bunga. Kalau di tanya apa yang membuat Lollypop begitu menyukai sosok Eggy. Dengan semangat yang menggebu gadis itu siap menjabarkan dari hal terkecil sampai yang terbesar. Dari malam hingga pagi. Dari musim panas tahun ini hingga ketemu lagi musim panas seribu tahun mendatang. Serius, banyak banget penjabaran soal sosok Eggy yang memikat itu dalam kamus hidup Lollypop. Eggy yang memenuhi seluruh kriteria pacar idaman Lollypop. Bahkan ada beberapa poin plus yang dia dapatkan saat pacaran dengan Eggy. Terutama dibayarin Eggy setiap kali mereka pergi bersama walau status mereka masih belum pacaran waktu itu. Membawa seluruh bawaan Lollypop, tidak mengizinkan barang sedikitpun tangan mungil gadis itu membawa sesuatu. Sikap gentlemen Eggy benar-benar sanggup menjadikan Lollypop seperti gadis paling istimewa di dunia. Selama sebulan mereka berdekatan, Eggy pun menyatakan cintanya pada gadis manis itu dengan membawanya ke suatu taman dekat komplek perumahan Lollypop, memberikan bucket bunga mawar super besar dan boneka beruang yang tingginya melebihi Lollypop. Lelaki itu memberitahu kalau sejak dulu sebetulnya dia sudah naksir berat sama Lollypop hanya saja Lollypop yang notabene masuk ke salah satu daftar gadis cantik di SMA Matahari dan banyak yang mengejarnya pun menciutkan nyali Eggy untuk mengajukan diri sebagai calon pacar. Tapi untungnya gadis itu duluanlah yang mengajukan dirinya untuk jadi pacar Eggy. "Gue lihat kek!" Lamunan Lollypop buyar ketika seseorang menepuk kepalanya memakai gulungan kertas. Bersungut-sungut Lollypop menoleh pada tersangka pemukulan yang ternyata sahabatnya. Anta. "Ih, Peta! Jangan asal pukul dong. Kepala gue kan di fitrahin." "Peduli amat. Mana PR lo sini gue lihat!" untung Lollypop sudah selesai, gadis itu melempar buku tugasnya tepat di wajah Anta membuat lelaki itu berjengit kaget. "Setdah! Santai ngape, Neng. PMS lo?" "Idih sok tahu amat! Emang kalau gue ngelempar barang ke muka lo mesti PMS gitu?!" pelotot Lollypop sangar. Anta mendengus merapikan halaman pada buku tugas milik Lollypop. "Kali-kali gitu kek lo lemparnya dollaran bukan beginian." Lollypop menggetok kepala Anta memakai bolpoin. Lelaki itu membawa buku tulis fisikanya bersamaan dengan buku Lollypop, menjarah tempat duduk yang kosong. Kalau dia masih berada di sekitaran Lollypop bisa di jamin kepalanya akan mendelep sebelah karena digetokin terus pakai bolpoin. Di samping Lollypop, Raya asik saja membaca komik di ponsel hitam miliknya. Gadis itu bergeser mengintip komik apa yang sedang dibacanya dan ternyata komik itu memunculkan gambar-gambar keadaan siswi di suatu sekolah elit pertarungan namun khusus wanita. Lollypop menganggukkan kepalanya paham. Raya, adalah sahabatnya sejak kecil. Gadis tomboy itu menguasai banyak seni bela diri maka tidak heran Lollypop betah berdekatan dengannya meski gadis-gadis eksis di sekolahnya sudah mengajak Lollypop bergabung dalam genknya. Menurut Lollypop yang manja, Raya dapat diandalkan sebagai pengawal pribadi. Raya kembali fokus pada ponselnya membiarkan buku fisikanya di contekin massal sama anak kelas. Tak berapa lama Dean berteriak mengumumkan kedatangan malaikat maut yang dalam perjalanan menuju kelas. Sontak semuanya berlarian kembali ke meja masing-masing. Menutup buku tulis dan merapihkan kekacauan yang sempat mereka perbuat. Begitu pula dengan Raya yang kaget bukan main saat Riki melempar buku tugasnya setelah disontekin massal sama anak kelas "Selamat pagi anak-anak." "Pagi, Bu." Bu Delia tidak membawa apapun kecuali tablet yang ada ditangannya. Wanita berusia tiga puluh tujuh tahun itu berdiri di depan papan tulis memandangi anak kelas yang serius menatapnya dengan tubuh tegak. Sebetulnya Bu Delia tidak galak hanya saja wanita itu sangat disiplin sekali, harus serba teratur dan sempurna. Tidak boleh ada kekurangan apapun. Makanya, itulah mengapa namanya sangat legendaris bagi murid SMA Matahari. "Berhubung hari ini kepala yayasan mengadakan rapat bersama seluruh pegawai sekolah. Jadi hari ini Ibu tidak bisa mengajar seperti biasa." Keluh kesah kebohongan anak kelas mulai terdengar. Para lelaki mendesah kecewa layaknya menonton pertandingan piala dunia yang tim kebanggaannya berhasil dikalahkan oleh tim lawan sementara yang perempuan protes karena ketinggalan materi hari ini. Padahal di bawah meja tangan mereka bergerak-gerak kesenangan. "Tidak usah pura-pura kecewa gitu," dengus Bu Delia mencium gelagat penipuan massal di kelas. "Memang Ibu gak tahu kalau kalian senang tidak belajar hari ini?" anak-anak pun langsung berhenti dan digantikan oleh gelak tawa mereka. "Tidak ada tugas apapun cukup kumpulkan PR kalian di atas meja Ibu." Tanpa perlu disembunyikan lagi anak-anak pun bersorak kegirangan. Bu Delia menepuk tangannya menyuruh anak-anak untuk kembali tenang. "Jangan ada yang keluar kelas karena Pak Anthony akan mengecek kondisi sekolah dalam keadaan baik-baik saja atau tidak. Jadi Ibu mohon kerjasamanya dengan kalian untuk tidak teriak-teriakkan apalagi membuat gaduh. Mengerti?" "Mengerti Ibu Delia Rahmawati." Bu Delia menangguk puas setelah memberikan beberapa nasihat lagi dia pun izin keluar. Sepeninggalnya Bu Delia anak perempuan langsung bersuara, menggosipi kepala yayasan yang terkenal dengan wajah tampannya di usia tidak lagi muda. Anthony Wibisono. Ayah dari seorang pembuat rusuh di sekolah, Edgar Wibisono. "Weh gila Pak Anthony bakalan ngecek kelas! Gue mesti tampil cantik nih." seru Amel membuka tempat kosmetik kecilnya. Gadis itu model maka tidak heran kemana pun dia pergi tempat kosmetiknya akan selalu di bawa. Riki yang lagi berdiskusi sama anak lelaki, memikirkan hal apa yang harus mereka lakukan selama guru-guru itu sibuk dengan rapat pun menoleh pada Amel. "Inget usia, woy! Pak Anthony udah tua bangka. Kalau mau naksir mending sama anaknya bukan bokapnya." Amel mendelik seraya memoleskan pipinya dengan bedak. "Yang tajirkan bokapnya bukan anaknya." "Anjir, dasar janda gatel!" hina Riki melemparkan bolpoin ke kepala Amel. Anta, selaku pemimpin di kelompok penyamun kelasnya pun ikut-ikutan melempari Amel memakai bolpoin. "Tahu aje lagi lo mana yang bermerek sama yang enggak. Demen sama yang tua biar berpengalaman malem pertamanya sadis, men!" Gelak tawa menggema di ruang kelas. Lollypop menepuk-nepuk pahanya sambil tertawa keras. Tidak habis pikir sama sekali dengan pemikiran Amel yang bisa-bisanya berdandan demi seorang pria berusia empat puluh tahunan tersebut. Memang sih tampan dan masih gagah tapikan itu hal yang tidak mungkin kalau dia berhasil memikat seorang Anthony Wibisono yang terkenal sangat mencintai istrinya. Yang omong-omong tidak pernah terlihat. Usut punya usut dia menjaga privasi rumah tangganya dari media. Tak heran karena siapapun mengenal Anthony, pemilik sekolah swasta terelit di Jakarta juga lahan pertambangan termegah se-Indonesia. Raya menggelengkan kepalanya. Gadis itu mematikan sambungan data ponselnya lalu menarik tangan Alsha dan Lollypop yang masih tertawa ngakak supaya bangkit dari tempat duduk. "Toilet yok, ah!" Mereka merapikan meja sebelum menyusul Raya. Ketika membuka pintu kelas, Lollypop lebih dulu melangkah. Gadis itu menghapus air mata yang menetes dari ujung mata karena tertawa saking kerasnya. Masih dengan suara kekehan dia berjalan tak fokus di samping Alsha, mereka bercerita bagaimana tadi wajah putih Amel langsung memerah karena diledeki lalu mengkhayal kalau suatu hari nanti gadis cantik itu beneran menikahi seorang Om-Om kaya tanpa peduli umur. Mending kalau Om-Om, kalau ternyata yang menikahinya adalah pria lanjut usia. Gimana? Ketika mereka berbelok. Langkah ketiganya langsung menyusut. Suara tawa Lollypop dan Alsha pun terhenti, Raya yang berada di samping kanan Lollypop hanya bisa terkejut kala melihat dua orang di depan tangga dalam kondisi koridor yang sepi. Saling melemparkan tatapan penuh kemarahan. Yang satu memakai jas dengan tangan yang bergetar di udara sementara satunya lagi memakai seragam resmi SMA Matahari dengan posisi kepala menghadap ke kiri. Pipinya berbekas sebuah ceplakan tangan besar merah. "Edgar... Ma-maaf Nak, Papah..." Lelaki itu menepis kasar tangan Anthony yang bermaksud menyentuh lengan besarnya. Dia membalikkan tubuh ke kanan berniat kabur dari sana namun membeku saat melihat ketiga perempuan itu terpaku di tempat. Dia mendengus kesal kemudian mengambil langkah besar melewati ketiganya. Tak peduli apapun yang ketiga perempuan itu pikirkan tentang dirinya yang begitu kasar pada Anthony dan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan sang Ayah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD