Tragedi

1192 Words
Qiandra menunggu di depan ruang UGD. Dia berdiri kaku, melupakan rencana awalnya untuk melakukan fitting baju pengantin. Dia sudah menghubungi Rifki beberapa menit yang lalu. Qiandra mengusap wajahnya dengan telapak tangan, masih terkejut menyadari identitas orang yang telah ia buat kecelakaan. Nathan Prabu Rajendra. Seseorang yang pernah ia kenal dulu di masa-masa SMA, seorang murid bengal dan badung dengan identitas istimewa. Dari semua orang yang mampu Qiandra buat kecalakaan, ia telah memilih Nathan secara acak. Kini, semua akal sehat Qiandra seperti hancur tanpa sisa. Jika terjadi sesuatu … bisakah Qiandra menghadap keluarga Rajendra? Pihak rumah sakit telah menghubungi keluarga Nathan dari informasi kontak yang ada bersama identitas dirinya. Kini, menanti keluarga Nathan yang sebentar lagi pasti akan datang kemari, Qiandra diliputi kecemasan baru. Reaksi apa yang akan mereka berikan padanya. Qiandra melalui waktu dengan ketakutan. Dia tak lagi bisa menghitung berapa lama jam telah berlalu. Dia tak tertarik untuk mengecek jam dan tak memiliki minat melihat ponsel. Seolah-olah kehidupan Qiandra telah berhenti dan tertahan di momen ini entah untuk berapa lama. Kesadaran Qiandra kembali saat tiba-tiba dua orang wanita datang mendekatinya. Seorang wanita berusia lima puluhan tahun menatap Qiandra dengan sorot mata tak senang. Wanita ini memiliki wajah yang sangat mirip dengan Nathan. Mudah bagi Qiandra menebak identitas wanita tersebut. Dia pasti ibunya. Sementara wanita lain adalah wanita cantik blasteran Eropa dengan rambut lurus sepinggang dengan sentuhan highlight pirang. Matanya tampak indah, bulu matanya lentik. Kedua alisnya terlalu tajam dan berbentuk sempurna. Qiandra curiga itu adalah hasil sulam alis. Bibirnya tebal sensual, hidungnya meskipun tak semancung milik Qiandra, tetapi kecil dan sesuai dengan fitur wajahnya yang berbentuk hati. Tubuhnya lebih tinggi dua belas centi meter dari Qiandra. Mungkin itu karena ia memakai hills setinggi sepuluh centi. "Apa kamu orang yang membuat suamiku kecelakaan?" tanya wanita itu tajam. Sorot mata wanita itu serasa siap membunuh Qiandra di tempat. Jadi … wanita ini adalah sang istri dari Tuan Muda Nathan Rajendra. "Ya. Itu karena aku ceroboh!" Qiandra mengaku, menyadari tak ada gunanya berbohong. Banyak saksi mata atas kejadian ini. Qiandra memang tidak menabrak Nathan secara langsung, tetapi kontribusinya atas kecelakaan Nathan bisa dibilang besar. Dia telah menerobos lampu merah, menciptakan banyak kebingungan dan situasi sulit. Kedua pasang mata menatapnya dengan kebencian besar. Qiandra hanya bisa tetap diam dan memilih berdiri di balik latar belakang. "Kalau terjadi apa-apa dengan putraku, aku akan memastikan kamu dan keluargamu membayarnya!" Kali ini ibu Nathan yang mengatakan ancaman ini. Qiandra tahu tak ada yang sederhana dari perkataan wanita paruh baya tersebut. Tidak ada yang sederhana dari keluarga Rajendra. … "Pasien telah sadar dan melewati masa kritis. Kami telah melakukan observasi tahap pertama dan kami memiliki diagnosis bahwa putra anda, Nathan Prabu Rajendra, mengalami paraplegia sebagian atau disebut juga dengan paraplegia incomplete! Ini adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami penurunan fungsi motorik dan sensorik pada bagian kedua tungkainya ke bawah. Dalam kasus ini, Saudara Nathan mengalami cedera pada sumsum tulang belakang saat kecelakaan sehingga memicu terjadinya paraplegia." Seorang dokter menjelaskan pada Qiandra, istri Nathan yang bernama Stephanie, dan Nyonya Mega Rajendra, ibu Nathan, tentang kondisi Nathan saat ini. Mendengar kata paraplegia, membuat mental Qiandra turun secara drastis. Dia bahkan tak sadar saat ponsel yang ia genggam di tangannya meluncur turun, memilih menyerah kalah di atas lantai. Qiandra tahu apa itu paraplegia. "Paraplegia? Kelumpuhan kaki?" Kedua bibir Qiandra terasa kebas. "Ya. Tapi ini adalah diagnosa awal berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meliputi sensorik, motorik, dan rektal. Sejauh ini kami mendapatkan fakta bahwa paraplegia yang pasien derita bersifat sebagian. Beberapa bagian masih sanggup merespon sensor dan memiliki kemampuam motorik walaupun terbatas! Meski begitu, kami masih perlu melakukan pemeriksaan penunjang dari laboratorium, CT-Scan, MRI, dan foto servikal!" Mega dan Stephanie sangat terkejut. Wajah keduanya pucat pasi. Mega bahkan menahan nafas untuk beberapa detik tanpa ia sadari. "Dok. Apakah bisa disembuhkan?" Mega bertanya dengan rasa syok yang masih sulit ia kendalikan. "Selalu ada kemungkinan di dalam medis. Kami sarankan untuk melakukan rehabilitasi. Dalam terapi tahap awal, terapis akan berusaha mengembalikan kekuatan dan fungsi otot, serta mengembalikan kemampuan motorik tubuh. Kami akan melakukan pemeriksaan menyeluruh sehingga kami bisa melihat sejauh mana kerusakan saraf yang terjadi." Itu artinya, tak ada hal pasti yang mampu dijanjikan dokter pada Nathan untuk saat ini. Alih-alih memberi kepastian, Dokter yang memperkenalkan diri sebagai Dr. Bayu tersebut, terdengar memberi hiburan dan semangat sederhana. Dalam medis, tak ada yang mustahil. Keajaiban mampu tebentuk. Kesembuhan bukan hal yang tak mungkin. Tetapi dalam medis, juga tak ada sebuah kepastian. Bahkan seseorang yang memiliki presentase tinggi untuk sembuh saja bisa gagal. Pun sebaliknya. Keadaan Nathan saat ini meninggalkan lubang besar bagi banyak orang untuk meraba-raba. Hanya Tuhan yang tahu ke arah mana kecelakaan ini akan membawa kehidupan Nathan nantinya. "Pasien masih dalam keadaan syok. Saat ini, yang terbaik bagi semua orang adalah memberi pasien semangat untuk tetap sembuh dan menguatkan mentalnya. Tak mudah baginya untuk mengalami ini." "Tapi, Dok! Suami saya … suami saya …." Stephanie menutup mulutnya, tak tahu harus melanjutkan kata hatinya dengan bahasa seperti apa. Sebagai seorang istri, jiwanya sungguh terguncang. "Sepanjang diagnosa kami, berdasarkan pemeriksaan dasar yang telah kami lakukan, kemampuannya dalam seksualitas tidak hilang secara keseluruhan, meskipun butuh observasi lebih dalam tentang hal itu. Biasanya, para penderita cedera tulang belakang, atau sering disebut SCI, banyak yang tetap bisa melakukan hubungan suami istri dengan beberapa ketentuan, pastinya! Kami akan membimbing anda dan suami anda untuk melewati semua ini! Kami sarankan setelah pasien keluar dari rumah sakit, kalian melakukan konseling khusus. Sebagian besar penderita SCI mengalami perubahan rangsangan seksual. Tetapi kami tidak bisa mengatakannya dengan pasti jika belum melakukan observasi. Semuanya masih menjadi diagnosa kasar! Tidak ada hal yang pasti dalam medis!" Kembali Dr. Bayu menjelaskan dengan sabar. Dia masih sibuk menjelaskan prosedur-prosedur dasar yang harus dilalui Nathan untuk setengah jam ke depan. Tetapi hanya Mega yang mendengarkan Dr. Bayu dengan seksama. Stephanie dan Qiandra telah kehilangan fokus. Keduanya tenggelam dalam dimensi mereka sendiri. Stephanie terlalu hanyut dengan fakta kelumpuhan Nathan dan masa depan pernikahannya. Sementara Qiandra tenggelam dalam rasa bersalah yang tak berkesudahan. Rencana pernikahannya yang sebentar lagi digelar, tak bisa menghibur hatinya sama sekali. Kini dia merasa menjadi penjahat yang diseret di dasar parit paling dalam, berteman dengan kegelapan dan kesendirian. Setelah mereka berdua keluar dari ruang dokter, Qiandra hampir luruh di lantai rumah sakit yang dingin. Bibirnya kaku. Kedua tangannya terasa kebas. Dia seperti orang linglung. Nathan lumpuh, dan itu karena dirinya. Qiandra terlalu ceroboh. Belum hilang rasa syok yang Qiandra alami, tiba-tiba ia dikejutkan oleh pernyataan Stephanie. Wanita itu menatap Mega dengan serius. "Aku ingin bercerai dari Nathan!" Waktu seolah berhenti berputar. Bumi seakan membeku di tempat. Mega terdiam lama, tak bisa menanggapi satu patah kata pun atas kalimat yang Stephanie tumpahkan. Wajah wanita paruh baya itu lebih pucat dari pada mayat. Jika tak ada gerakan sederhana dari dadanya, Qiandra sudah curiga Mega telah meninggal berdiri saat ini. "Jangan salahkan aku! Aku tak bisa hidup dengan lelaki lumpuh!" Air mata Stephani bergulir, turun tak terkendali. Saat ini dia merasa telah menjadi wanita paling jahat sedunia. "Jika ingin menyalahkan orang, salahkan saja dia!" Stephanie menunjuk Qiandra dengan ekspresi kebencian. "Dia yang menghancurkan pernikahanku, dia yang membuat Nathan lumpuh, dan dia yang mendorong putramu dalam ketidakberdayaan!" …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD