Dua Belas Tahun Kemudian

1211 Words
Dua belas tahun kemudian. "Loe yakin mau pulang sekarang?" tanya Elli, menatap Qiandra dengan perasaan bimbang. "Ya. Gue mau fitting baju pengantin!" Qiandra tersenyum kecil. Mereka saat ini masih berada di rumah makan lesehan Q&Q yang berada di area Jakarta Pusat. Rumah makan Q&Q adalah sebuah rumah makan dengan desain alami yang menawarkan segala menu bakso dan mie ayam. Rasanya yang sangat khas dan setting tempatnya yang sangat nyaman membuat tempat ini digemari anak muda dan menjadi favorit banyak kalangan. "Bilangin sama Bang Andi, ya! Gue nggak lembur dulu!" Qiandra menoleh ke sekeliling, mencari-cari seseorang yang disebut Andi. Warung makan ini masih menggunakan sistem manajemen sederhana. Tidak ada manajer atau bagan posisi kerja secara baku. Atasan yang menanganinya adalah Bang Andi, putra tunggal dari pemilik warung makan ini. Sementara pegawai lain, dibedakan menjadi pegawai dapur, pelayan, dan kasir. Masing-masing orang terkadang merangkap posisi lain jika keadaan menuntut demikian. Bekerja di sini tidak memiliki job yang paten. Semuanya harus memiliki inisiatif tinggi untuk membantu teman lainnya. Qiandra adalah salah satu karyawan yang kinerjanya bagus. Dia pada dasarnya bertugas memberi buku menu dan mencatat orderan. Tetapi Qiandra sering melakukan banyak pekerjaan sekaligus. Kadang di dapur membantu mencuci piring, membuat minuman, dan kadang membantu memotong sayuran. "Yaudah! Sono gih kalau mau pulang. Ini juga udah jam balik gawe! Dijemput sama Rifki, kan?" tanya Elli kemudian. "Nggak. Gue janjian ketemuan di boutique Kemayoran! Gue duluan, ya!" Qiandra berjalan ke arah pintu keluar, mengambil tas mungilnya yang berada di meja dekat kasir. "Fel, duluan, ya!" pamit Qiandra pada seorang gadis yang menjadi kasir. Dia lebih muda lima tahun dari Qiandra. "Yo'a … duh calon pengantin, nih! Bau melatinya ke mana-mana. Mau fitting baju pengantin ya katanya?" Feli menggoda. Wajah mungilnya yang manis berseri-seri. "Iya. Doaian ya semua lancar!" "Siph! Harusnya loe ambil libur aja hari ini!" "Jangan deh. Nanti gue digeplak sama Bang Andi. Duluan, ya! Wan! Jo! Kris! Duluan, ya semuanya!" Qiandra berteriak pada Wawan, Johan, dan Kristian yang berada dalam jarak dengar Qiandra. "Hati-hati, Qi! Jangan lupa belok kanan kiri nanti! Titip salam buat Rifki. Bilang malam pertamanya jangan terlalu bersemangat! Tubuh kurus loe terlalu rapuh!" "Apaan sih, Kris! Nikah masih dua puluh hari lagi udah bahas malam pertama!" Qiandra melenganggang pergi, tak terlalu mendengarkan celotehan-celotehan nakal teman-temannya. Qiandra berjalan ke area parkir khusus karyawan yang berada di bagian belakang dekat gudang. Dia mengeluarkan motor maticnya, mulai menstarter dengan hati-hati. Motor kesayangan ini menderu dengan lembut. Qiandra menarik gas, bibirnya mengulum senyum. Perasaannya ringan. Hatinya bahagia. Qiandra sudah menjalin hubungan dengan pemuda sederhana bernama Rifki, seseorang yang bekerja sebagai montir. Hubungan mereka sudah berjalan cukup lama, sekitar tujuh tahun. Dua tahun yang lalu mereka mulai mendeklarasikan hubungan yang lebih serius di hadapan keluarga masing-masing. Karena latar belakang mereka berdua dari keluarga sederhana dengan orang tua yang telah renta, akhirnya mereka berdua sepakat memberi masing-masing waktu bagi diri mereka sendiri untuk menabung dan mempersiapkan diri dalam pernikahan. Bagi Qiandra, pernikahan adalah peristiwa besar dalam hidup. Dia harus memanajemen uang dengan akurat, hanya agar pernikahannya bisa lumrah seperti yang lain. Sewa gedung, dekorasi, studio photo pra wedding, persiapan undangan, baju pengantin, dan semua t***k bengeknya. Modal untuk semua itu tidaklah kecil. Qiandra dan Rifki mati-matian mengalokasikam dana untuk itu. Itulah salah satu alasan kenapa Qiandra baru bisa melepas masa lajangnya dalam usia dua puluh sembilan tahun. Persiapan untuk ini memerlukan waktu yang cukup lama. Senyum Qiandra semakin lebar saat ia teringat dengan banyak rencana yang telah mereka susun. Setelah menikah, Rifki dan Qiandra berniat untuk mencari KPR rumah dengan angsuran yang mampu mereka tanggung. Tidak masalah mereka akan mendapat rumah nan kecil dan sederhana. Selama mereka pintar merawat dan menghias ruangan, pasti rumah itu tak akan kalah dengan apartemen elite, begitulah kata Rifki. Apalagi jika rumah itu dipenuhi cinta dan anak-anak. Jangankan apartemen. Hotel bintang enam pun lewat. Qindra tanpa sadar tertawa kecil. Dia dan Rifki adalah orang yang sederhana di tengah hiruk-pikuknya kota metropolitan. Tetapi Qiandra yakin, keluarga mereka pasti akan menjadi orang hebat suatu hari nanti. Rifki adalah pemuda manis yang sangat menyenangkan. Mereka dulu pertama kali bertemu saat Qiandra pulang bekerja dan motornya ngadat. Malam telah larut. Bengkel tak ada yang buka. Di sanalah seorang pemuda manis dengan sorot mata menyenangkan berhenti, memilih membantu Qiandra dan membuat motor matic gadis itu kembali berfungsi. Karbunya kotor dan perlu dibersihkan, kata Rifki waktu itu. Sebagai seorang wanita, Qiandra tak terlalu paham dengan masalah seperti itu. Karena terlalu hanyut dalam kenangan masa lalu, Qiandra jadi tak terlalu memperhatikan jalan di sekelilingnya. Saat ini Qiandra melewati lampu merah. Tetapi fokusnya teralihkan. Dia tak menyadari perubahan dari kuning ke merah, sehingga ia tetap mempertahankan gas motornya seperti semula. Samar-samar, Qiandra mendengar orang-orang berteriak dan mengklakson di belakangnya sebagai peringatan. Qiandra mengerjapkan mata beberapa kali, mengembalikan kesadarannya. Dia baru saja menerobos lampu merah dan bermacam-macam kendaraan dari jalur sebelah kanan, mulai melaju kencang ke arahnya. Suara klakson semakin bersahut-sahutan. Qiandra linglung untuk sejenak. Tiba-tiba, sebuah mobil Marcedes Benz Maybach diamond silver melaju kencang ke arahnya. Kecepatan mobil ini sangat tinggi dan Qiandra semakin syok. Dia berusaha menghindar dengan membelokkan motornya ke arah kiri, tetapi tindakannya tak cukup cepat. Kendaraan-kendaraan lain yang melihat kejadian ini semakin sering menekan klakson, seolah-olah ingin memperingatkan situasi bahaya kepada Qiandra. Tetapi suara klakson itu terdengar seperti latar belakang yang menyedihkan di telinga Qiandra. Inilah sebuah situasi dengan definisi 'tak berdaya' yang paling akurat sepanjang sejarah. Saat kamu tahu hidupmu dalam bahaya, tetapi kamu tak memiliki kekuatan untuk menghindar. Satu-satunya hal yang masih bisa kamu lakukan adalah memohon keajaiban pada Yang Di Atas untuk membalikkan keadaan sehingga menguntungkan dirimu. Harapan-harapan seperti ini adalah harapan yang tipis dan sering kali tak terwujud. Harapan yang ketika terbentuk, peluangnya untuk berhasil satu banding seribu. Dengan kata lain, mendekati mustahil. Dalam detik-detik terakhir saat Maybach itu hampir menabrak dirinya, tiba-tiba sesuatu yang besar terjadi. Pengemudi mobil itu memilih membanting setir ke kanan, ke sebuah pohon besar, dalam kecepatan nano detik. Decitan ban yang dipaksa berbelok mendadak terdengar nyaring di telinga. Meskipun mobil itu sempat dialihkan ke arah kiri, tetapi sepertinya tak cukup waktu untuk menarik rem mendadak. Benturan yang sangat keras terdengar seperti bunyi kematian yang menyedihkan. Pohon besar itu sempat bergoyang, sebelum akhirnya salah satu batangnya roboh mengenaskan. Di bawahnya, Maybach mewah terlihat ringsek menyedihkan. Kap mobilnya mengeluarkan sedikit asap, membuat banyak orang ketakutan. Lalu lintas kacau dalam hitungan detik. Hampir semua kendaraan dalam radius lima puluh meter dari lampu merah menghentikan diri, melihat kecelakaan yang baru saja terjadi. "Ya Allah! Masya Allah! Kecelakaan!" "Nabrak pohon itu gara-gara menghindari wanita yang nyelenong di tengah jalan. Udah tau dari arah sama lampu merah! Masih aja ditembus!" "Itu tolongin dong! Pengemudinya kasihan!" "Kecelakaan, woi! Kecelakaan! Pak! Pak! Ayo keluarin itu, Pak! Masih ada orang di dalam mobil!" "Kap mobilnya udah berasap! Buruan keluarin orangnya! Sebelum meledak mobil itu!" "Masih hidup nggak ya? Tolong dong, salah satu panggil polisi dan ambulance!" "Jangan langsung dikeluarin! Nanti kalau salah posisi, justru cederanya semakin parah!" "Iya, jangan langsung dikeluarin! Tunggu medis aja!" "Eh itu wanita yang jadi sebab kecelakaan! Tahan dulu dia!" "Ya Tuhan! Kecelakaan! Ya Tuhan!" "Kenapa? Ada kecelakaan ya, Bang? Mana! Mana!" Teriakan panik, perdebatan, dan rasa ingin tahu ada di mana-mana. Sementara itu, Qiandra masih berada di atas motornya dengan wajah pucat pasi. Dia telah menjadi akibat dari kecelakaan parah. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD