BAB 3

556 Words
DIMAS POV Aku mendekati Dewi yang sedang menangis. Aku berusaha menenangkannya tetapi dia menghindariku. " Ngapain mas deketin aku?! Sana pergi!" " Dewi, kenapa kamu seperti itu? Mas minta maaf jika membuatmu sedih" " Aku ga suka mas berurusan dengan keluarga Laras! Mereka ga tau malu!" " Dewi, jaga omonganmu! Selama ini aku banyak berhutang budi kepada kedua orang tua Laras. Selama ini mereka yang membiayai sekolahku hingga aku bisa lulus sarjana" " Bela aja terus! Aku selalu salah di mata mas!" " Mas minta maaf, mas terbawa emosi. Sebenarnya mas tidak mau menikahi Laras tetapi..." " Tetapi apa mas?! Karena hutang budi?! Begitu kan maksudnya?!" " Sudah! Sudah! Aku ga mau membahas soal ini! Aku ga mau kita bertengkar karena masalah ini" " Mas yang mulai duluan! Aku ga rela di madu!" " Sebaiknya kita bereskan barang - barang kita karena besok kita harus kembali ke Jakarta" Sebagai seorang suami aku sangat bingung menghadapi Dewi yang emosinya tidak stabil. Aku berusaha menenangkannya sampai ia berpikir jernih. " Mas, kamu jangan lagi berhubungan sama Laras. Aku ga suka sama dia" " Iya sayang" Tiba - tiba Dewi sakit kepala dan aaku mengambil minyak kayu untuk meredakan sakit yang di alami Dewi. "Mas, kepalaku pusing banget" " Sini mas usapkan minyak kayu putih supaya ga pusing" " Aku mau istirahat" " Ya sudah, mas mau siram tanaman di luar" Saat aku ingin menyiram tanaman, tiba - tiba Laras datang dan menghampiriku. " Laras, ngapain kamu kesini?" " Laras mau bahas soal yang kemarin" " Jangan sekarang, aku banyak kerjaan" " Ayolah mas, sebentar aja. Kita ngobrol di rumahku aja" Akhirnya aku mengikuti Laras ke rumahnya. Banyak warga yang melihat kami sambil berbisik. " Lihat deh, si Laras ga tau malu! Masa gandeng tangan si Dimas yang suaminya orang!" " Iya ya, kasian mbak Dewi kalau liat suaminya sama si Laras" Aku langsung melepas tangan Laras dan ia terlihat kesal. " Kenapa tangannya di lepas?" " Kamu ga denger banyak warga yang mengejek kamu karena kita jalan berdua" " Ga usah di dengerin mas. Biasa orang - orang disini pada iri sama Laras" Tidak beberapa lama aku sampai di rumah Laras. Bapak dan ibunya menyambut kedatanganku dengan baik. " Nak Dimas, silakan masuk. Tunggu sebentar ya, ibu buatkan wedang jahe" " Terima kasih bu" " Apa istrimu tau kamu kesini?" " Istri saya sedang beristirahat" " Sebenarnya bapak ingin melanjutkan pembicaraan yang kemarin. Laras bercerita jika ibumu ingin sekali kamu menikahi Laras. Tetapi jika itu terjadi, bagaimana dengan istrimu?" " Mohon maaf, saya tidak bisa menikahi Laras meskipun ibu saya berwasiat kepada saya agar menikahi Laras" " Mas ga bisa kayak gitu! Pernikahan harus tetap berjalan! Pokoknya aku mau mas menikahiku!" " Laras, aku ga bisa menikahimu karena aku sangat mencintai istriku!" " Apakah mas pernah berpikir jika istri mas mandul dan tidak bisa memberikan keturunan karena selama mas menikah dengannya, mas belum memiliki anak" " Jaga ucapanmu! Aku tidak suka ada yang menghina istriku!" " Maafkan perkataan Laras, nak Dimas. Bapak yang salah tidak mendidiknya dengan baik. Laras! Cepat minta maaf sama Dimas" " Aku ga mau minta maaf!" Laras berlari ke dalam kamar. Sedangkan ayahnya hanya bisa menunduk tanpa berani menatapku. " Tidak apa - apa, pak. Saya memaafkan Laras" " Terima kasih nak Dimas" Aku berharap bisa segera kembali ke Jakarta dan menjauh dari Laras  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD