Brian menuruni anak tangga dengan langkah tergesa-gesa, jika dalam kurun waktu 15 menit ia tidak sampai di kantor, maka sudah bisa ia pastikan kalau ia akan datang terlambat.
Pagi ini Brian harus menghadiri meeting yang di adakan oleh Dewan Direksi perusahaannya pagi ini.
"Dad, Mom, Brian berangkat ya." Brian menghampiri Williams dan Pauline, pamit pada keduanya.
Victoria sendiri tidak ada di ruang makan, mungkin masih berada di kamarnya.
"Kamu enggak sarapan dulu?" Tentu saja orang yang bertanya adalah Williams, bukan Pauline.
Ingat! Pauline masih marah pada Brian tentang kejadian semalam, di mana Brian pulang dalam keadaan mabuk, jadi Pauline memilih bungkam, bahkan Pauline terlihat enggan membalas sapaan Brian, jangankan membalas sapaan Brian, untuk sekedar menoleh saja Pauline terlihat enggan.
Begitulah Pauline jika sedang marah.
"Enggak Dad, pagi ini Brian ada meeting, kalau Brian sarapan dulu Brian bisa telat."
"Makanya jangan mabuk-mabukan dan pulang larut malam, jadi bangun kesiangan kan," sindir Pauline tanpa sedetik pun melirik pada Brian yang hanya bisa meringis begitu mendengar sindiran pedas Pauline.
"Iya Mom, maaf," lirih Brian dengan kepala tertunduk.
Pauline mendengus, lalu memberikan sebuah kotak bekal pada Brian yang Brian terima dengan senyum mengembang.
Pauline tahu kalau Brian tidak akan sarapan, karena itulah ia sudah menyiapkan bekal untuk Brian agar selama perjalanan menuju kantor, Brian bisa memakannya. Tidak baik bekerja sebelum sarapan, nanti bisa kurang fokus pada pekerjaan yang akan di kerjakan.
"Terima kasih, Mom," ujar Brian senang.
Inilah Pauline, semarah apapun ia pada Brian atau Victoria, pasti Pauline akan tetap peduli pada kedua anak kesayangannya itu.
"Sudah sana pergi nanti terlambat, Frank sudah menunggu di depan," ujar Pauline.
Brian pamit undur diri, menghampiri Frank yang sudah menunggunya.
Frank adalah supir pribadi Brian, dan karena Brian menggunakan supir, maka sepanjang perjalanan menuju kantor, Brian bisa menikmati bekal yang Pauline buat untuknya.
Hanya butuh waktu tak kurang dari 10 menit untuk Brian sampai di kantor dan begitu Brian sampai di kantor, Brian langsung menuju ruang meeting bersama dengan asisten pribadinya yang mungkin sejak tadi sudah menunggu kedatangannya di loby kantor.
2 Jam adalah waktu yang Brian habiskan untuk meeting bersama dengan dewan direksi. Begitu meeting selesai, Brian kembali menuju ruangannya untuk mengerjakan pekerjaannya yang sudah menggunung.
Saat Brian sibuk mengerjakan pekerjaannya saat itulah ia sadar kalau ada berkas yang harus di tanda tangani secara langsung oleh Duke, sahabat sekaligus rekan kerjanya dalam dunia bisnis yang sama-sama mereka geluti.
Perusahaan yang Brian pimpin sedang bekerja sama dengan perusahaan milik Duke, mereka sedang mengerjakan sebuah proyek yang bernilai fantastis. Proyek tersebut di pimpin secara langsung oleh Brian.
Brian merapihkan berkas-berkas yang harus Duke tanda tangani lalu bergegas keluar dari ruangannya.
Setelah memberi intruksi pada sekretaris pribadinya, Brian lantas pergi menuju kediaman Duke, tentu saja di antar oleh Frank yang memang selalu siap mengantar kemanapun dirinya pergi selama itu masih dalam jam kantor.
15 Menit adalah waktu yang Frank dan Brian tempuh untuk sampai di kediaman Duke atau lebih tepatnya kediaman kedua orang tua Duke mengingat Duke masih tinggal 1 atap dengan orang tuanya, sama seperti Brian yang juga masih tinggal satu atap dengan kedua orang tuanya.
Ini adalah kali pertama Brian mendatangi kediaman kedua orang tua Duke meskipun dirinya dan Duke sudah bersahabat sejak lama.
Brian dan Duke lebih sering bertemu di luar, itu karena pekerjaan yang sebelumnya Brian geluti membuatnya tidak bisa dengan leluasa untuk pergi ke rumah sahabat-sahabatnya.
Sebelumnya Brian sudah menanyakan di mana alamat Duke pada sekretarisnya, karena itulah ia tidak perlu untuk menghubungi Duke untuk menanyakan di mana alamat rumahnya.
Ting... Tong...
Ting... Tong...
Brian menekan bel. Setelah hampir 1 menit berdiri, pintu di hadapannya terbuka, menampilkan seorang perempuan berparas cantik jelita layaknya bidadari, menurut Brian.
Sudah banyak perempuan yang Brian temui, tapi yang ini benar-benar terlihat berbeda dan Brian bisa merasakan jantungnya yang tiba-tiba berdetak dengan begitu hebatnya.
Dalam hati Brian berdoa, semoga saja perempuan di hadapannya ini tidak mendengar detak jantungnya yang berdebar dengan sangat cepat, karena ia sendiri bisa mendengar detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat.
Perasaan apa ini? Kenapa dari banyaknya kaum Hawa yang Brian temui, ia malah merasakan perasaan aneh yang baru pertama kali ia rasakan begitu melihat perempuan yang kini berdiri tepat di hadapannya ini?
Jika Brian perhatikan dengan seksama, wajah wanita tersebut sangat mirip dengan Duke. Apa perempuan tersebut adalah Kakaknya Duke? Tapi sepertinya usia perempuan di hadapannya ini jauh lebih muda dari Duke, itu artinya kalau perempuan tersebut adalah adiknya Duke. Ya, Brian yakin 100% kalau perempuan tersebut adalah adiknya Duke, bukan Kakaknya Duke.
Astaga! Jahat sekali Duke, tidak pernah memberi tahunya kalau ia mempunyai adik yang sangat cantik jelita layaknya bidari.
"Hai Kak." Perempuan tersebut menyapa Duke dengan ramah, di barengi dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya, senyum yang mampu menggetarkan hati Brian.
"Hai, Brian sahabatnya Duke," ujar Brian memperkenalkan diri, seraya mengulurkan tangan kanannya.
Brian berharap kalau perempuan tersebut mau membalas uluran tangannya dan benar saja, ternyata perempuan tersebut mau membalas uluran tangan Brian.
"Astaga! Kulitnya halus sekali!" umpat Brian dalam hati saat telapak tangannya dan tangan perempuan di hadapannya ini bersentuhan.
Perasaan Brian semakin tak karuan begitu ia bisa menghirup aroma parfume yang menguar dari tubuh perempuan di hadapannya ini.
Rasanya Brian tidak ingin melepas jabatan tangan mereka, tapi jika tidak Brian lepaskan, maka itu akan sangat tidak sopan dan pasti perempuan di hadapannya ini merasa tidak nyaman.
"Brianna, adiknya Duke," ujar Brianna seraya menyebut namanya dan statusnya, setelah itu jabatan tangan mereka pun terlepas.
Astaga! Ternyata memang benar kalau Brianna adalah adiknya Duke dan nama mereka hampir sama. Apakah ini yang di namakan Jodoh?
Semoga saja ia dan Brianna memang berjodoh, semoga saja Brianna belum memiliki kekasih, semoga saja Brianna menyukainya, semoga saja Brianna juga terpesona padanya, sama seperti ia yang terpesona pada perempuan tersebut.
Tunggu dulu, apa Brian berpenampilan rapi? Apakah ia terlihat gagah dan mempesona? Brian sontak menunduk, mulai mengamati penampilannya sendiri. Menurutnya, ia terlihat tampan dan juga mempesona.
"Kakak terlihat tampan kok," ujar Brianna lirih.
Brian sontak mendongak, dan tiba-tiba Brian merasakan jantungnya berdebar cepat begitu ia melihat Brianna yang tampak malu-malu dengan wajah yang merona.
Sudah banyak perempuan yang memuji Brian dan menyebut kalau Brian tampan, tapi dari sekian banyak perempuan yang memujinya, Brian lebih suka pujian dari Brianna. Apalagi Brianna mengatakannya dengan malu-malu dan wajah yang merona, membuat Brian gemas, rasanya Brian ingin sekali mencium rona merah di pipi Brianna.
Astaga! Semoga saja Brian tidak khilaf dan melakukan hal itu.
"Kak, Ayo masuk." Brianna bergeser, mempersilakan Brian masuk.
Brian memasuki kediaman kedua orang tua Duke, dan Brianna yang terlihat sangat luas juga megah.
Brian terus memperhatikan Brianna yang kini berjalan tepat di hadapannya. Jika ia dan Brianna berjalan berdampingan, maka tinggi Brianna hanya sebahu Brian.
Brianna terlihat mungil dan mungkin akan terasa sangat ringan jika Brian menggendongnya dan berada dalam pangkuannya.
Astaga! Bisa-bisanya ia berpikiran yang tidak-tidak tentang Brianna. Pasti Brianna akan sangat membencinya begitu perempuan itu tahu kalau ia berpikiran yang tidak-tidak.
"Duduk Kak, biar Brianna panggilkan Kak Duke dulu."
Brian mengangguk, Brianna pamit undur diri, melangkah menuju lift yang berada tak jauh dari hadapan Brian.
Saat Brianna memasuki lift dan berbalik untuk menekan tombol di mana letak kamar Kakaknya berada, saat itulah pandangan Brian dan Brianna beradu sebelum akhirnya pintu lift tertutup.
Brian menyandarkan tubuhnya di sofa dengan mata terpejam. Brian kembali membuka matanya, lalu melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik lehernya. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenapa tiba-tiba rasa ingin memiliki Brianna begitu besar?
Ting...
Brian menoleh begitu ia mendengar suara lift yang terbuka, dan ia melihat Duke yang kini melangkah mendekatinya di susul dengan Brianna yang berjalan di balik punggung Duke.
Duke duduk tepat di hadapan Brian sedangkan Brianna malah melangkah entah ke mana, mungkin ke dapur.
"Ada apa?" tanya Duke dengan kaki menyilang dan kedua tangan bersedekap, menatap Brian dengan sebelah alis terangkat.
"Ada dokumen yang harus lo tanda tangani," jawab Brian seraya menyerahkan beberapa dokumen yang harus Duke tanda tangai. Sebenarnya bukan hanya harus Duke tanda tangani, tapi juga harus Duke baca dengan teliti juga seksama.
"Gue baru tahu kalau lo punya adik," ujar Brian memecah keheningan.
Duke yang sejak tadi fokus membaca dokumen yang tadi Brian berikan lantas mendongak, menatap tajam Brian. "Jangan coba-coba untuk mendekatinya!" Peringat Duke dengan nada tegas.
Peringatan yang Duke berikan pada Brian adalah peringatan dari seorang Kakak yang ingin melindungi adiknya. Duke kini sedang memposisikan dirinya sebagai Kakak Brianna bukan sebagai sahabat Brian.
Duke tahu betul bagaimana sepak terjang Brian dalam urusan perempuan, karena itulah Duke tidak mau adik kesayangannya menjadi korban selanjutnya dari Brian.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Brian penasaran.
Mungkin Brian bodoh sampai ia harus menanyakan apa alasan Duke melarangnya untuk mendekati Brianna.
"You Jerk!" jawaban Duke berhasil membuat Brian bungkam dan saat itulah Brian sadar siapa dirinya.
Jika di pikir-pikir, pasti Brianna adalah perempuan yang sangat baik, berbeda dengan dirinya yang sangat b******k sekaligus suka mempermainkan perasaan banyak perempuan.
Jadi wajar saja kalau Duke melarangnya untuk mendekati Brianna. Lagipula Kakak mana yang rela melihat adik kesayangannya berdekatan atau bahkan menjalin sebuah hubungan dengan pria seperti dirinya.
Penyesalan selalu datang belakangan, mungkin itulah yang kini sedang Brian rasakan.
Sekarang Brian benar-benar menyesal karena sejak dulu ia selalu saja mempermainkan banyak perasaan perempuan. Kalau tahu akan seperti ini jadinya, Brian pasti tidak akan berani untuk menyakiti banyak perasaan perempuan yang dulu pernah dekat dengannya.
Setelah itu, obrolan antara Brian dan Duke hanya membahas masalah pekerjaan. Setelah hampir 1 jam berdiskusi dengan Duke, Brian akhirnya pamit undur diri.
Brian menolak saat Duke akan mengantar kepergiannya. Saat Brian akan keluar, ia secara tidak sengaja bertemu dengan Brianna yang baru saja memasuki rumah.
"Sudah selesai, Kak?" tanya Brianna begitu ia dan Brian berpapasan.
Brian hanya mengangguk, enggan menanggapi pertanyaan Brianna yang bertanya dengan nada lembut dan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya.
Mungkin Brian tidak menyadari kalau kini raut wajah Brianna berubah sedih begitu Brian hanya membalas pertanyaannya dengan anggukan kepala, bahkan mimik wajah Brian sangat dingin.
Brianna jadi bertanya-tanya. Kenapa Brian malah memasang raut wajah dingin padanya? Padahal sebelumnya Brian tidak seperti itu.