09 - Jatuh Cinta - √

1970 Words
15 menit berlalu, Brian dan Brianna baru saja selesai menikmati sarapan yang Brian buat. Brianna benar-benar menikmatinya. Biasanya jika kedua orang tuanya dan Duke pergi, Brianna akan menikmati sarapannya seorang diri, tapi pagi ini ia malah di temani oleh Brian. "Sudah kenyang?" tanya Brian seraya menyeka noda cokelat yang terdapat di sudut bibir Brianna. Brianna mengangguk, lalu mendorong agar tubuh Brian menjauh darinya, tapi Brian tetap tak bergeser sedikitpun, membuat Brianna kesal. Sebenarnya sekuat apa sih Brian? Kenapa dorongan yang ia lakukan sama sekali tidak ada dampaknya? Sebenarnya ia yang terlalu lemah, atau memang Brian yang terlalu kuat? Brianna menghembuskan nafasnya secara perlahan, lalu kembali mendorong tubuh Brian, kali ini Brianna menggunakan kekuatan penuh untuk mendorong bahu Brian, tapi tetap saja hasilnya nihil. Brian sama sekali tidak bergeser dari posisinya, tetap berdiri tepat di hadapannya dengan senyum sombong yang kini menghiasi wajahnya. Brianna akhirnya memukul bahu Brian dengan kekuatan penuh, menyalurkan rasa kesal yang ia rasakan, tapi bukannya meringis kesakitan, Brian malah tertawa terbahak-bahak, merasa puas saat melihat raut wajah Brianna yang kini berubah masam. Salah satu ekspresi wajah Briana yang sangat Brian sukai dari sekian banyak ekspresi wajah Brianna yang lainnya. "Brian awas!" ujar Brianna dengan nada frustasi, tapi Brian menggeleng masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. "Cium dulu," ujar Brian seraya menunjuk bibir seksinya. Brianna mengikuti arah terlunjuk Brian yang mengarah pada bibir Brian yang tampak merah dan tebal, sepertinya Brian bukan perokok, karena itulah bibirnya berwarna merah alami. Warna bibirnya sangat menggoda, rasanya Brianna ingin sekali menggigit, lalu mengulum bibir bawah dan atas Brian yang sepertinya sangat lembut juga kenyal. Senyum di wajah Brian mengembang dengan sempurna begitu ia melihat tatapan mata Brianna yang terfokus pada bibirnya. Bibir adalah salah satu daya tarik yang Brian miliki. Brian sedikit bisa membaca apa yang kini ada dalam pikiran Brianna, karena itulah ia sengaja menggerakan lidahnya, membasahi bibir atas dan bawahnya dengan saliva, membuat bibirnya semakin terlihat menggoda. Tanpa sadar, Brianna menggigit bibir bawahnya, membuat jakun Brian bergerak naik turun. Brian tentu saja ingin menggantikan Brianna untuk menggigit bibir Brianna yang tipis, berwarna pink menggoda. "Jangan di gigit, Baby," bisik Brian lirih dengan ibu jari yang kini bergerak, membelai bibir bawah Brianna lalu melepas bibir Brianna dari gigitannya sendiri. Brianna mendongak, menatap Brian dengan wajah merona. "Kenapa enggak boleh di gigit?" tanyanya lirih dengan fokus mata yang tertuju pada manik hitam legam Brian. Jantung Brian berdebar dengan sangat cepat begitu Brianna menatapnya dengan intens. Brian tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Brianna. Brianna menatapnya dengan tatapan menggoda, tapi Brian takut ia salah mengartikan tatapan tersebut dan berakhir buruk seperti kemarin. Brian kembali memajukan wajahnya dengan mulut yang kini berada tepat di telinga kanan Brianna. "Karena itu sangat menggoda," bisiknya dengan nada menggoda. Brian melumat daun telinga Brianna, membuat Brianna secara spontan mendesah dengan mata terpejam. Desahan yang lolos dari mulut Brianna sukses membuat tubuh Brian terbakar gairah. Brian memejamkan matanya, lalu melepas daun telinga Brianna dari kulumannya. Brian harus berhenti sekarang juga, ia tidak boleh lepas kendali atau nanti akan berakhir dengan buruk. Brian mengecup pipi Brianna yang merona. Brian tidak akan menyentuh Brianna lebih jauh kalau bukan Brianna sendiri yang memulainya. atau memohon padanya. Brian akan dengan sabar menunggu Brianna yang meminta padanya untuk ia sentuh, ia tidak mau kejadian seperti kemarin terulang lagi. Cukup sekali Brianna mengatakan kalau dirinya adalah pria b******k, Brian tidak mau Brianna kembali mengatakan kalau ia adalah pria b******k untuk kedua kalinya. Brian tidak tahu saja, kalau sebenarnya Brianna sudah berkali-kali mengumpati Brian, dan umpatan yang kemarin Brianna katakan secara langsung pada Brian hanya salah satu dari sekian banyak umpatan yang sudah Brianna ucapkan. Brianna merasa kecewa saat wajah Brian tiba-tiba menjauh darinya, tapi Brian tidak bisa menangkap kekecewaan yang Brianna tunjukan. Apa itu artinya kalau ia menginginkan sentuhan dari Brian? Astaga! Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenapa sejak tadi pagi ia terus memikirkan hal yang tidak-tidak tentang dirinya dan Brian? Sebenarnya ini bukan kali pertama Brianna memikirkan hal tak senonoh tentang Brian, tapi saat pertama kali bertemu dengan Brian, Brianna sudah memikirkan hal yang tidak-tidak, salah satunya adalah berkhayal tentang adegan panas antara dirinya dan Brian di ruangan kantor pria itu. Dalam hati, tak henti-hentinya Brianna mengumpat, merutuki otaknya yang terus berkhayal yang tidak-tidak. Untung saja Brian tidak melihat wajahnya yang kini merona, jika Brian melihatnya, pasti pria itu akan terus mengejeknya. "Masih pagi," gumam Brian yang ternyata di dengar oleh Brianna. "Memangnya kenapa kalau masih pagi?" tanya Brianna penasaran. "Bagaimana kalau kita olahraga pagi?" Bukannya menjawab pertanyaan Brianna, Brian malah balik bertanya, membuat Brianna kesal. Karena kesal Brian tidak menjawab pertanyaannya maka Brianna memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Brian. Brian hanya tersenyum begit lu melihat kebungkaman Brianna. Brian tahu kalau Brianna kesal padanya, tapi Brian sama sekali tidak mau ambil pusing. Brian malah senang karena baginya raut wajah Brianna yang sedang kesal tampak lucu juga menggemaskan. "Diamnya kamu aku anggap sebagai iya." Mata Brianna sontak membola begitu mendengar ucapan Brian, Brianna menoleh, menatap tajam Brian. "Enggak mau!" Tolaknya secara tegas. "Kenapa enggak mau?" Brian memegang dagu Brianna agar Brianna tidak lagi memalingkan wajahnya, ia ingin melihat manik mata Brianna yang sangat indah. "Aku mau lanjut tidur," sahut Brianna lirih dengan kepala tertunduk. Brianna jelas berbohong, karena sebenarnya ia tidak akan bisa lagi tertidur jika sudah bangun. Jika pun ia kembali tidur, pasti nanti siang, bukan sekarang.. "Yakin?" Brianna mengangguk dengan bola mata yang bergerak gelisah, tidak berani menatap Brian yang sejak tadi terus menatapnya dengan intens. "Bagaimana kalau kita menonton?" Brianna langsung mendongak, menatap Brian dengan kening berkerut. "Menonton apa?" "Film horor," jawab Brian dengan senyum mengembang. "Kenapa? Takut?" tanyanya dengan nada menantang begitu ia sadar kalau tubuh Brianna menegang. "Enggak," jawab Brianna dengan penuh percaya diri. Padalah Brian tahu kalau Brianna sangat tidak menyukai film horor, tapi ternyata Brianna menerima ajakannya dengan penuh percaya diri. "Yakin berani?" Brianna mengangguk, meskipun sebenarnya ia sangat ketakutan. Brianna teramat sangat tidak menyukai film horor karena ia lebih menyukai film romance, tapi untuk kali ini Brianna akan mencoba untuk memberanikan dirinya menonton film horor. "Baiklah, ayo kita menonton film horor." Brian melingkarkan kedua kaki Brianna pada pinggangnya, lalu kedua tangan Brianna pada lehernya. Brian membawa Brianna memasuki sebuah studio mini yang berada tepat di samping kanan kamar Brianna. Brian jelas tahu fasilitas apa saja yang terdapat di dalam apartemen Brianna mengingat apartemen yang Brianna huni adalah salah satu apartemen termewah di London. Setelah mendudukan Brianna di sofa dan meminta agar Brianna memilih sendiri film horor apa yang nanti akan mereka tonton. Brian kembali menuju dapur untuk mengambil beberapa cemilan dan juga ponselnya yang berada di kamar Brianna. Brian meraih ponselnya, memeriksa pesan yang baru saja masuk, pesan dari Adeline yang berbunyi bahwa, nanti malam ia harus pergi selama 1 minggu untuk meninjau proyek pembangunan resort yang berada di Bali bersama dengan perwakilan dari perusahaan Duke dan orang yang menjadi wakil dari perusahaan itu adalah Brianna. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Rasanya Brian ingin sekali menjerit, senang karena selama 1 minggu ia dan Brianna akan berada di Bali. Meskipun tujuan mereka berada di Bali untuk proyek pembangunan resortnya dan Duke, tapi tetap saja ia senang. Brian pasti akan meluangkan waktunya untuk pergi jalan-jalan bersama dengan Brianna. Brian harus menyiapkan banyak strategi karena Brian tahu kalau Duke pasti akan mengawasi Brianna selama Brianna berada di Bali bersamanya. Jadi, apa yang harus Brian lakukan? Ah, sebaiknya masalah itu Brian pikirkan nanti saja, yang terpenting sekarang adalah, menghabiskan banyak waktu bersama dengan Brianna sebelum besok sibuk berkutat dengan pekerjaannya di Bali. Saat Brian kembali memasuki studio mini, ia melihat Brianna yang sepertinya sedang menunggu kedatangannya, itu terlihat dengan jelas dari raut wajah Brianna yang tadinya tegang langsung berubah menjadi lega begitu ia datang. Brian duduk di balik punggung Brianna, membawa Brianna ke dalam dekapannya. Brianna tentu saja menolak dan mencoba lepas dari dekapan Brian, tapi usaha yang ia lakukan sia-sia karena Brian malah semakin erat memeluknya, bahkan kini kedua tangan Brian melingkar dengan sempurna di pinggangnya "Diamlah Baby, filmnya sebentar lagi di mulai!" Peringat tegas Brian. Brianna tidak lagi memberontak, kini fokus matanya tertuju pada layar lebar yang berada tepat di hadapannya. Semua lampu di studio mininya mati, membuat suasana semakin tampak mencekam bagi Brianna. Padahal film belum di mulai, tapi jantung Brianna sejak tadi sudah berdegup kencang dan salah satu faktor penyebabnya adalah ucapan Brian yang sejak tadi terus memanggilnya dengan sebutan Baby. "Nanti sore bersiaplah." Kening Brianna berkerut bingung begitu ia mendengar Brian yang memintanya untuk bersiap, tapi bersiap untuk apa? Menikah? Eh, astaga! Kenapa Brianna bisa berpikir sampai sejauh itu? Brianna mendongak, bertepatan dengan Brian yang menunduk sehingga kini keduanya saking berdu pandang. "Bersiap untuk apa?" Brianna akhirnya bertanya karena sepertinya Brian tidak berniat untuk menjelaskan secara detail apa maksud dari ucapannya tadi. "Nanti malam kita terbang ke Bali," jawab Brian seraya mengecup kening Brianna yang sukses membuat wajah Brianna merona. "Ke Bali untuk apa?" Kini baik Brianna dan Brian sudah kembali fokus pada layar di hadapan mereka mengingat film horor yang tadi Brianna pilih sudah mulai tayang. Tanpa sadar, Brianna menautkan jemarinya dengan jemari kanan Brian dengan erat. "Meninjau pembangunan resort kita." Brianna mengangguk, sebenarnya Brianna tahu kalau hari ini Brian akan terbang ke Bali untuk meninjau pembangunan resort di sana, karena itulah sejak tadi pagi Brianna meminta agar Brian pulang. Tentu saja Brianna tahu karena hal itu sudah terjadwal sejak satu minggu sebelumnya, tapi Brianna sama sekali tidak tahu kalau malah dirinya yang akan pergi ke Bali bersama dengan Brian untuk meninjau pembangun resort di sana. Seingat Brianna yang seharusnya pergi ke Bali bersama dengan Brian itu adalah Duke, bukan dirinya. Tapi kenapa sekarang berubah menjadi dirinya yang harus pergi untuk meninjau pembangunan resort tersebut? Apa Duke masih di sibukan dengan pekerjaannya di luar negeri?Karena itulah Duke belum bisa pulang? Dan mungkin malah akan memperpanjang jadwalnya di luar negeri, jadi ia lah yang akhirnya di utus pergi ke Bali dengan Brian? Brianna penasaran, kira-kira hal apa saja yang nanti akan terjadi selama ia dan Brian berada di Bali? Ah, Brianna berharap hari segera sore karena ia sudah tidak sabar dan ingin segera pergi ke Bali mengingat sudah lama sekali ia tidak mengunjungi Bali. Brianna jelas tahu kenapa Brian dan Duke memilih membangun sebuah resort mewah di Bali, itu karena Bali adalah salah satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia, bahkan keluarga mereka sering pergi ke Indonesia untuk berlibur. Sebenarnya Brian dan Duke bekerja sama juga dengan salah satu teman mereka yang berasal dari Indonesia, tapi Brianna lupa siapa namanya. Seingat Brianna teman Duke dan Brian adalah seorang perempuan dan tanpa Brianna sadari ia mulai merasa cemburu pada perempuan tersebut. Brianna harap perempuan tersebut tidak menyukai Brian, karena Brianna akan sangat tidak rela jika Brian berpacaran dengan perempuan selain dirinya. Brianna sadar kalau ia mencintai Brian, Brianna sendiri tidak tahu kenapa ia bisa mencintai pria b******k yang kini sedang memeluknya dengan erat ini. Bahkan Brianna seolah lupa dengan masalah yang sebelumnya terjadi di kantor Brian. "Semoga saja, perempuan itu sudah memiliki kekasih atau akan jauh lebih baik kalau perempuan tersebut sudah menikah." Doa Brianna dalam hati. "Akh!" Brianna tiba-tiba menjerit begitu hantu dalam film yang ia tonton muncul. Brian sontak tertawa terpingkal-pingkal begitu mendengar teriakan membahana Brianna. Brianna merenggut, berbalik menghadap Brian, melingkarkan kedua tangannya pada leher Brian, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Brian yang beraroma sangat jantan. Brianna mencoba menetralkan kembali detak jantungnya yang berdetak cepat akibat terkejut. "Hei katanya berani nonton film horor, kok sekarang malah sembunyi?" ujar Brian dengan nada mengejek mengingat Brianna kini malah bersembunyi dalam pelukannya. "Enggak mau, takut, mau nonton yang lain aja," sahut Brianna lirih dan tawa Brian pun kembali lolos. "Jadi mau nonton film apa?" Brianna menggeleng, karena ia memang tidak tahu film apa yang ingin ia tonton. Brianna tidak mau menonton film romantis bersama dengan Brian karena ia takut kalau ia nanti malah akan terbawa suasana dan melakukan hal yang tidak-tidak pada Brian, bahaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD