3. Make Sure

821 Words
Keesokan paginya aku kembali bersiap untuk pergi bekerja seperti hari biasanya. Kalian tahu? Lagi-lagi aku tetap terbangun sendiri. Aku mulai berpikir, apakah aku sudah gila atau semacamnya, mungkin hidupku banyak tekanan, tapi aku belum pernah sampai membuat teman hayalan seperti ini, ayolah itu pekerjaan anak kecil, heranku. "Apa katanya semalam? Pilot? Pilot apanya? Stranger ya stranger! Bahkan aku malu pada diriku sendiri sudah bisa memimpikan dia dua hari berturut-turut" aku berkata pada diriku. Anehnya ada satu kata yang juga membuatku terbangun dari tidurku, yang juga membuatku sadar lagi-lagi dia tidak ada bersamaku. "Aku tahu Catt, sesungguhnya kau hanya membutuhkan sosok yang dapat selalu berpihak padamu, itukan yang membuatmu keluar dari rumahmu, bahkan meninggalkan keluargamu." seketika perkataan pilot terngiang olehku. "Dasar sok tahu, kau itu siapa? Sampai berani menghakimi perbuatanku, manusia saja bukan, bisa jadi kau.." tiba-tiba di sela ocehanku. "Ting" bell rumahku berbunyi. Oh ayolah siapa yang bertamu se-subuh ini. Kataku melihat jam yang masih menunjukkan pukul lima pagi. Aku membukakan pintu itu untuk seseorang yang sudah berani menekan bell rumahku sepagi ini. "Hai, Catt" astaga, aku baru ingat kalau sekarang James tinggal di dekat sini. "Oh, hai James, ada apa ya?" jawabku santai.         "Apa kau mau berangkat kerja bersama?" begitu tawarnya.       "Ehm, kalau kau buru-buru duluan saja, aku.." belum selesai aku bicara ia sudah memotong perkataanku.            "Tidak Catt, aku tidak buru-buru, boleh izinkan aku masuk dan menunggumu di dalam? Di luar cukup dingin" kata James, ya, kalau dia sudah berkata seperti itu, bagaimana lagi caraku untuk menyuruhnya berangkat terlebih dahulu, dan aku terpaksa memperbolehkannya masuk karena cuaca di luar memang sangat dingin, di sini cuaca sedang extreme karena salju belum juga usai.           "Baiklah, silahkan masuk" Saat aku ingin pergi untuk berganti pakaian, tiba-tiba James memegang pergelangan tanganku. "Ada apa James?"      "Catt, kau temanku kan?" Tanyanya denga tatapan tersedih yang pernah ku lihat, karena jujur, James yang ku kenal adalah James yang usil dan periang. "Hei, ada apa James? Tentu saja aku temanmu" seruku yang akhirnya duduk bersamanya di sofa      . "Aku, sedang ada masalah, dan, aku butuh teman Catt" begitu kata James. "Tenanglah James, aku ada di sini, aku temanmu" kataku berusaha sedikit menenangkannya.           "Kalau begitu, kau bersedia membuatku melupakan masalah yang sedang ku hadapi ini kan?" tanyanya.            "Akan ku lakukan semampuku" jawab aku yakin, karena wajahnya terlihat sungguh dan aku rasa, pertemanan kami juga sudah cukup lama, sehingga tidak salah bukan bila membantunya.      "Bisa kau temani aku hari ini?"        "Tapi kita harus berangkat kerja James" tuturku. "Aku sudah mengurus surat cuti untuk kita kemarin, dan aku sudah mendapatkan izin dari kepala perawat agar kita tidak masuk hari ini" dasar laki-laki gila, bahkan dia sudah mempersiapkannya sejauh ini. "Baiklah, kau ingin aku untuk menemanimu kemana hari ini?" "Aspen" "Kau serius mengajakku ke Aspen?" Aspen merupakan pegunungan dengan ski resort tersohor, bahkan termasuk salah satu tujuan rekreasi sepanjang tahun untuk pilihan outdoor.   "Ia, aku rasa aku membutuhkan hiburan dan udara segar di sana, tidak buruk bukan?"        "Okay kita berangkat" untung saja ia memilih tempat yang bagus untuk menghabiskan cutiku, kalau tidak, awas saja dia. Hari itu kami habiskan untuk bersenang-senang di Aspen, mulai dari berkeliling, menghabiskan waktu minum kopi bersama di kafe, sampai bermain ski, semua itu berhasil membuat senyum itu kembali menghiasi wajah James, terakhir. "Catt, bagaimana kalau kita naik cable car?" tawarnya. "Baiklah" aku mengikuti kemauan James untuk menaiki cable car. Dari atas sini, aku bisa melihat jelas salju yang menutupi jalan bahkan pepohonan rindang itu, terlihat indah bagaikan hiasan dalam musim ini. Aku sibuk sendiri mengamati sekitar dari kaca di sampingku, sampai akhirnya James membuka omongan. "Catt" panggilnya.      "Ia James" jawabku tanpa melihatnya.        "Aku ingin bicara serius" karena nadanya yang terdengar sedikit mengerikan, akupun menoleh padanya.            "Ada apa James"        "Aku ingin kau tahu, bahwa aku benar mencintaimu Catt" deg, pengakuan macam apa itu? Mengapa aku jadi gugup seperti ini. "Mungkin kau juga sudah menyadarinya Catt, aku menyukaimu bahkan sejak kita di bangku kuliah, hanya saja aku tidak pernah berani mengungkapkannya" "La-lalu?" kataku terbata.     "Maukah kau menjadi kekasihku?" waktu seakan berhenti saat James mengatakan itu padaku, perkataan kepala perawat dan perkataan pilot seketika kembali terngiang, cobalah mencari pacar, kau hanya membutuhkan sosok yang dapat selalu berpihak padamu. Dan aku mulai berpikir, apa dengan James, aku tidak akan membuat hayalanku itu hidup lagi? "I do, aku.." lagi-lagi ucapanku dipotong olehnya.   "Thankyou so much Catt, aku tidak akan mengecewakanmu, aku James Simpson berjanji akan selalu ada di sisimu sampai akhir" seperti itu katanya sambil menggenggam erat tanganku dan tersenyum tanpa henti. Cuaca terlalu buruk membuat kami terjebak di Aspen, dengan terpaksa kami menyewa dua kamar penginapan untuk bermalam di sini, karena sangat tidak mungkin kami dapat pulang saat adanya badai salju seperti ini. "Aku lelah James, aku istirahat dulu ya, sampai jumpa besok" seraya melangkahkan kakiku ke kamar.            "Baiklah honey, have a nice sleep, sweet dream" aku masih tidak bisa percaya kalau aku sudah menjadi kekasihnya, dan bisa dikatakan hanya bermodalkan pesan pilot si teman hayalanku dan dalam rangka menghilangkan dia. "Maafkan aku James" kataku saat aku sudah berada di dalam kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD