Episode 2

1199 Words
Jonita bersama Rudi menuju ke sebuah hotel berbintang lima. Gadis kecil belia itu masih tersenyum cerah menatap wajah pamannya. Mereka bersama-sama masuk ke dalam untuk cek in. Tak jauh dari resepsionis Jordan juga tiga temannya juga sedang berjalan menuju resepsionis hotel tersebut. Dia melihat Jonita sedang menunggu kunci kamarnya. Jordan bersikap acuh pura-pura tidak mengenali Jonita. "Paman tidak mau menemani Nita ke kamar dulu?" Celotehnya sambil menatap manja pamannya. "Besok saja ya? Paman terlanjur ada janji dengan klien." Bisiknya sambil tersenyum mencubit kedua pipi keponakan kesayangannya itu. "Okelah kalau begitu! Paman hati-hati di jalan ya?" Gadis itu tersenyum riang sambil melambaikan tangannya ke arah Rudi. Jonita berbalik menatap ke arah resepsionis, didapatinya Jordan sedang berdiri di sana bersikap acuh tak acuh. Dia teman setimnya sudah mendapatkan kunci kamar masing-masing lebih dahulu pergi menuju kamarnya. "Haissh! apa bumi ini begitu sempit! rasanya begitu sempit ketika harus bertemu wajah itu sepanjang waktu!" Gerutunya lagi tanpa memperdulikan Jordan mendengar sindiran pedas dari bibir mungilnya. "Terimakasih." Gadis itu menerima kuncinya dan melangkah menuju pintu lift. Sama halnya dengan Jordan pria itu juga melangkah ikut menunggu di depan pintu lift. "Apa yang terjadi?! jangan bilang aku dan dia menginap pada kamar di lantai yang sama?" Jonita semakin panik karena pria di sebelahnya itu diam saja ketika dirinya memencet tombol lantai letak kamarnya berada. Pintu lift terbuka dia segera masuk ke dalam sambil menyeret kopernya, begitu halnya dengan Jordan. Jonita tidak berniat membuka percakapan antara mereka berdua, pikirnya tidak ada gunanya sama sekali bicara dengan pria asing itu. Dia berfikir pria itu akan selalu merutuki dirinya karena tertimpa sial gara-gara bertemu dengannya. Beberapa menit kemudian pintu lift terbuka Jonita dan Jordan segera menyeret kopernya masing-masing keluar dari pintu lift. "Brak!" Koper mereka berdua berbenturan mengganjal di tengah pintu dan tidak bisa keluar kecuali salah satu dari mereka berdua mau mengalah. Jonita mendelik menatap Jordan, begitu juga sebaliknya Jordan menatap dirinya dengan aura pembunuh. "Brak!" Jonita menarik paksa kopernya dan membuat koper Jordan terguling ke samping. Pria itu sudah tidak bisa menahan amarahnya segera menyeret kopernya dan mengejar gadis kecil itu. "Hei! kau! aku sudah cukup bersabar menghadapi mu!" Teriaknya sambil menarik tangan Jonita Keni. "Apa maksudmu? apa kamu pikir aku bahagia bertemu dengan Om Om sepertimu sepanjang waktu?!" Menghardik marah sambil berkacak pinggang. "Kamu sudah sangat keterlaluan! braaakkkk!" Sergahnya sambil mendorong tubuh mungilnya bersandar di dinding luar kamar hotel tersebut. "Apa? aku keterlaluan? memangnya apa yang sudah aku lakukan?!" Ujarnya merasa tidak bersalah sama sekali. "Yang pertama, pagi ini kamu hampir merebut taksi ku!" Jordan mulai menghitung dengan jemari telunjuk tangannya. "Tapi kan aku tidak jadi naik taksi mu!" Elak Jonita lagi tidak mau disalahkan. "Yang kedua, kamu membuatku menunggu setengah jam di luar bandara gara-gara koper bulukmu itu!" Teriaknya di depan wajah gadis itu. "Salah sendiri kenapa kamu tidak menurunkan koperku dahulu sebelum pergi?!" Elaknya lagi mulai gugup karena wajah Jordan semakin dekat dengan wajahnya. "Dan yang ketiga, kamu dengan sengaja menabrak koperku sampai sudutnya retak!" Geramnya lagi sambil menghembuskan nafasnya di wajah gadis itu. Jonita yang baru pertama kalinya memiliki jarak sedekat itu dengan seorang pria, jantungnya bagaikan rontok diterjang badai. Gadis itu sengaja memalingkan wajahnya menatap ke arah lain menghindari jarak yang tidak lebih dari sepuluh sentimeter dari wajah Jordan. Jonita tidak bisa mengendalikan detak-detak jantungnya yang seakan-akan hendak melompat keluar dari dalam rongga dadanya. Bibirnya tidak bisa berkata-kata lagi, keringat dingin mulai mengucur deras keluar dari pelipisnya menahan letupan kecil di dalam hatinya. "Aku minta maaf!" Ucapnya sambil menoleh menatap wajah Jordan. Karena terlalu dekat hidung mancung Jonita menyentuh bibir Jordan tanpa sengaja. Sentuhan kecil dan sesaat itu membuat sensasi berbeda di dalam lubuk hati pria berstatus kapten tersebut. Jonita tidak berani menggerakkan wajahnya lagi, ataupun beringsut dari depan Jordan. Jika dia nekat bukan hanya ujung hidungnya yang akan bersentuhan dengan wajah pria di depannya itu. "Kamu sedang merayuku?" Ucapan Jordan bak pisau mengoyak hati Jonita dengan sangat pedih. Mendengar kalimat pertanyaan yang baru pertama kalinya hinggap di lubang telinganya tersebut, membuat dirinya memiliki keberanian untuk mendorong menjauh tubuh Jordan yang sedang mengurungnya di dinding. Gadis itu menatap ujung sepatunya, matanya berkaca-kaca. Butiran-butiran bening mulai meluncur di kedua pipinya. Dia melangkah lesu menuju pintu kamarnya tanpa ingin menoleh ke belakang lagi dimana pria itu berdiri menunggu jawaban darinya. "Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?" Ujarnya sangat tidak sabar melihat gadis itu pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Jonita berhenti melangkah dan mendongak menatap langit-langit atap hotel, gadis itu mencoba menahan air matanya agar tidak meluncur semakin deras lagi. "Tuan kapten, aku memang gadis ingusan! Aku juga gadis bau kencur kemarin sore! keberanian macam apa yang membuatku berani untuk merayu pria yang memiliki status tinggi sepertimu? apakah aku terlihat seperti seorang gadis rendah di matamu yang hobi merayu pria sepertimu?" Kata-kata itu meluncur begitu saja seolah-olah seperti udara yang tertahan di dalam balon dan meletus membebaskan dirinya bersama udara yang lain. "Aku sudah bilang minta maaf padamu! aku tidak akan mengganggumu lagi setelah ini. Aku juga janji tidak akan memperlihatkan wajahku lagi di depanmu." "Jika kita bertemu lagi dalam keadaan tidak sengaja, aku harap anda juga bersikap sama. Sekali lagi aku minta maaf telah membuat dirimu memiliki situasi yang sulit!" Jonita membungkuk memberikan hormat pada Jordan. Gadis itu kembali berbalik melangkah lesu sambil menyeret kopernya menuju kamarnya. "Astaga! gadis itu! aku hanya bertanya padanya, tapi dia malah memarahiku? braak!" Dengan geram meninju dinding. Jordan mengusap tengkuknya dengan perasaan kesal luar biasa. Entah rasa kecewa yang dia sendiri juga sangat sulit melukiskannya. "Kenapa perasaanku semakin tidak nyaman! kenapa aku seperti penjahat yang sedang menindas hidup anak di bawah umur! menyebalkan sekali!" Rutuknya di sepanjang langkahnya menuju ke kamar. Saat tiba di dalam kamarnya Jonita terduduk lesu di balik pintu kamarnya. Gadis itu diam di sana sudah beberapa lama sambil memeluk lututnya. "Braak!" Terdengar suara pintu di kamar sebelahnya dibanting lumayan kencang. "Jangan-jangan pria itu bersebelahan dengan kamarku?! Tidak mungkin kan? mustahil aku terus menerus bertemu dengannya!" Jonita beranjak berdiri sambil pelan-pelan membuka pintu kamarnya. Saat dia melongokkan kepalanya melihat ke arah pintu sebelah kamarnya tiba-tiba pintu itu terbuka Jordan sudah berganti pakaian dengan pakaian santai. Gadis itu buru-buru menarik masuk kembali kepalanya gara-gara melihat Jordan. Karena terlalu terburu-buru kepalanya membentur daun pintu kamarnya. "Duk! akh!" Pekiknya saat berhasil masuk kembali ke dalam kamar. "Suara itu? bukankah itu suara gadis yang tadi? apa mungkin kamarnya bersebelahan dengan kamarku?" Tanyanya pada dirinya sendiri. Karena rasa penasaran dalam hatinya tidak bisa di tahan lagi. Jordan mengendap-endap di depan pintu kamar sebelah kamarnya sendiri. Pria itu hendak menempelkannya daun telinganya ke daun pintu kamar tersebut. Tapi sepertinya nasibnya memang tercatat sial pada hari ini. Di dalam kamarnya Jonita merasa pria itu sudah pergi dan berlalu. Dia hendak membeli sesuatu di luar hotel. Gadis itu mendadak membuka pintu kamarnya dan.. "Bruuuuk! Akkkh! pinggangku!" Pekik Jonita karena pria yang mati-matian dihindarinya itu jatuh menimpa tubuh mungilnya di lantai kamarnya. Jordan kebingungan, wajahnya terlihat belingsatan menahan malu luar biasa. Jonita masih meringis menahan nyeri pada pinggangnya, bagaimana tidak? tubuh tinggi atletis itu menimpa tubuhnya begitu saja. "Aku tadi, aku hanya.." Ujarnya sambil menutup matanya hendak memberikan penjelasan pada Jonita. "Bisakah Om, maksudku tuan, bisakah beranjak dahulu dari atas tubuhku?" Pintanya pada Jordan yang masih belum bangkit bangun dari atas tubuh mungilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD