Episode 3

1129 Words
"Apa kamu bilang?" Menatap wajah mungil di bawah tubuhnya dengan sangat cermat. "Jika dipikir-pikir wajah gadis bau kencur ini, lumayan imut juga!" Bisik dalam hati kecilnya. Jordan masih asyik melihat wajah mungil mulus tanpa jerawat sama sekali di bawah tubuhnya itu. Rambut panjang bergelombang jatuh ke punggung, sekaligus bibir merah mungilnya membuat dadanya meletup-letup saat kembali mengingatnya. "Ah apa sih sebenarnya yang kupikirkan? dia masih kecil! Jordan sadarlah! apa kamu berniat memangsa gadis di bawah umur!" Hati malaikatnya mulai mengambil alih perasaan jahat yang mulai merasuki kepalanya. "Pak kapten! Woi! Pak?" Teriak Jonita sambil memukul lengan pria yang hampir dua puluh menit masih belum beranjak dari atas tubuhnya. Jonita tidak nyaman karena pria itu tidak kunjung bangkit. "Kamu sekarang memanggilku pak? kemarin Om, apa telingaku tidak salah dengar?" Tidak terima wajah tampan miliknya dipandang tua melebihi batas usianya. Lima detik berikutnya bangkit dari atas tubuh Jonita. Masih terus menatap wajah imut di depannya, membuat jakunnya naik turun tanpa henti menelan ludahnya. Jonita mulai jengah karena pria di depannya itu terus memelototi dirinya seakan sedang mengupas kulit jeruk sampai habis ke biji-bijinya. Gadis itu masih duduk di atas lantai kamarnya bersebelahan dengan Jordan. Dia sendiri juga tidak tahu harus berkata apa. Sedetik kemudian ingatan dalam kepalanya mulai muncul. "Bukankah pria ini tadi berdiri di depan pintu kamarku? dan kemudian saat aku membuka pintu tiba-tiba dia jatuh menindih tubuhku?!" Jonita buru-buru beringsut menjauh darinya. Melihat itu Jordan tersenyum tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. "Kenapa wajahmu terlihat ketakutan begitu? aku pikir tadi, ini kamar temanku satu tim. Eh ternyata malah kamu yang berada di sebelah kamarku!" Mencari alasan yang masuk akal agar Jonita tidak mencurigainya. "Yang benar saja Om?! bukannya tadi kamu tidak mengetuk pintu kamarku? malah terlihat jelas seperti sedang nguping!" Sanggah gadis itu, sengaja merobek-robek rasa malu di wajah pria itu tanpa peduli sama sekali. "Ah, sudahlah rasanya percuma saja menjelaskan padamu. Melihat ekspresi wajahmu saja sudah terlihat sangat jelas kalau kamu mencurigai ku. Astaga! harga diriku benar-benar telah terkoyak." Memasang wajah sedih sambil menundukkan kepalanya. "Maaf Pak kapten, saya mau keluar kamar. Bisakah anda keluar dari dalam kamarku?" Bersikap senetral mungkin sambil menarik kedua sudut bibirnya memaksakan diri untuk tersenyum. "Jleb! astaga jantungku! bagaimana mungkin gadis ini begitu imut setengah mati??! sialan! apa yang telah terjadi padaku sebenarnya??" Jerit hati Jordan tak berkedip menatap wajah gadis kecil di depannya. Jonita kembali mendapati wajah terbengong. "Sebenarnya apa yang ada di dalam isi kepalanya? kenapa dia tak berhenti menatap wajahku? apa dia masih berfikir aku sedang merayunya?" Masih bertanya-tanya di dalam hati. Jonita bingung sendiri harus bagaimana. "Pak!" Teriaknya sudah tidak sabar lagi. "Sialan! perutku lapar sekali sejak pagi belum terisi apapun, sekarang malah om om ini tidak mau pergi dari dalam kamarku!" Mengumpat di dalam hati, merutuki nasib sialnya. "Kamu memanggilku?" Bertanya tanpa rasa bersalah sama sekali, masih santai duduk di lantai. "Bisakah anda keluar dari dalam kamarku?" Tanya Jonita kembali, entah sudah berapa kali dia terus menanyakan hal yang sama. Jonita segera berdiri menyambar tas selempang kecilnya warna merah jambu. Dia mendahuluinya keluar dari dalam kamar. "Apa anda berniat terus duduk di lantai?" Tanyanya sambil memegang gagang daun pintu bersiap untuk menutupnya dari luar. "Ah iya, aku akan keluar sekarang." Melangkah keluar dari dalam ruangan kemudian berhenti di sebelah Jonita. Jonita segera mengunci pintu kamarnya dari luar dan melangkah pergi tanpa menoleh ke arah pria di sampingnya sama sekali. "Astaga! dia mengabaikan ku?! pria setampan aku?!" Rutuknya lagi, wajah Jordan terlihat sangat kecewa bercampur kesal. "Kenapa aku terus memikirkannya! kurang kerjaan amat!" Gerutunya lalu melangkah pergi. Jonita terlihat senang, gadis itu membeli beberapa makanan di kafe tak jauh dari hotel tempatnya menginap. Pikirannya kembali melayang pada pria berstatus kapten tersebut. "Menyebalkan sekali! kenapa aku terus menerus bertemu dengan pria itu sepanjang hari! apakah cuma dia pria satu-satunya yang tersedia di muka bumi?!! ah duniaku terasa sempit sekali sekarang!" Terus berbicara dengan dirinya sendiri dan tidak perduli dengan orang yang berlalu lalang di sekitar melihatnya sambil tertawa. "Tuk! tuk! tuk! jraaasss!" Gerimis tiba-tiba turun begitu saja saat gadis itu sedang dalam perjalanan kembali menuju hotelnya. "Akh! bajuku!" Teriaknya sambil berlari sekencang mungkin menghindari guyuran air hujan. Karena lokasi hotelnya masih agak jauh Jonita memilih untuk berteduh di depan sebuah minimarket. Jordan sedang membeli camilan di dalam minimarket tersebut, dia duduk di dalam minimarket sambil menikmatinya secangkir americano, pria itu menatap hujan yang sedang turun dari dalam melalui dinding kaca minimarket. Jonita mengginggil merasakan dingin di sekujur tubuhnya, sambil memegang kedua lengannya. Seluruh rambutnya basah kuyup juga baju shirt putih lengan pendeknya menampilkan isi di balik balutan kain tipis tersebut. Jordan tanpa sengaja menatap gadis yang terlihat tidak asing di luar sana. "Bukankah itu cewe ingusan penghuni sebelah kamarku?" Tersenyum dengan wajah cerah segera menghabiskan kopi di cangkirnya berniat untuk menyapa. "Ah! untuk apa aku ke sana? nanti dia pasti berpikir aku sedang menguntitnya! tidak boleh pergi! harus tetap diam di sini! tenang Jordan, tenangkan dirimu.. huh!" Pria itu segera duduk kembali, menarik nafas panjang dalam-dalam sambil menutup kedua matanya. Saat membuka matanya dia terkejut setengah mati, hampir mati. "Astaga! kamu kencur! bagaimana mungkin kamu tiba-tiba di sini?! duduk di sebelahku pula!? mau ngapain?!" Cerocosnya tanpa henti membelalakkan matanya menatap Jonita duduk mengginggil dengan sekujur tubuh basah. "Braaakkkk! ini tempat umum! dan lagi pula ini bukan kursi milik kakek Pak kapten! juga bukan minimarket milik nenek Pak kapten! sudah tahu orang mengginggil juga! masih saja nyerocos! Satu lagi! saya bukan kencur!" "Emang mukaku mirip bumbu dapur?! enak saja panggil-panggil kencur! sekalian saja bawa ketumbar dan kunyit bikin kuah soto ayam!" Protesnya tanpa henti seakan-akan dia adalah tuan rumah di sana. "Kau! wahh! kau!" Berkacak pinggang menatap tajam ke arah Jonita mulai kehilangan kesabarannya. "Apa kau! kau! kau?! huh!" Jonita mendengus kemudian melengos ke samping. Melihat hujan di luar sudah mulai reda gadis itu segera bangkit berdiri, lagi-lagi tidak mau melihat ke arah Jordan. Pria itu berkali-kali mengusap tengkuknya merasakan amarah di dalam dadanya yang ingin meledak keluar saat itu juga. "Tunggu sebentar!" Menarik tali tas selempang Jonita menghentikan langkahnya. "Kenapa aku merasa sebagai korban di sini!? tapi kamu berkali-kali menceramahi ku tanpa henti-henti! seolah-olah akulah yang sudah menindas mu sejak awal!" Masih menggenggam tali tasnya. "Pak kapten! Om kapten! apa ingatan di dalam kepala anda begitu minim?" Menunjukkan ujung kukunya di depan muka Jordan. "Saya sudah minta maaf pagi tadi! dan kita sudah selesai! jangan sok kenal dengan saya! dan jangan panggil saya kencur atau kecombrang lagi!" Melengos pergi sambil menarik tali tasnya dari genggaman tangan Jordan. Jordan semakin erat menggenggam tali tasnya, pria itu sepertinya tidak berniat sama sekali untuk melepaskan genggaman tangannya. Terjadilah tarik ulur tali tas Jonita hingga sesuatu yang tidak diinginkan sama sekali terjadi. Jordan menarik tali tasnya sekuat tenaga. "Bruuuk!" Tubuh mungil basah kuyup itu terhempas jatuh ke dalam pelukan pria menyebalkan di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD