Alya dan Marsha melemarkirkan motor mereka di tempat parkir sepeda motor. Setelah terparkir, mereka berjalan menuju lobby kampus bersama. Disana, mereka bertemu dengan Amel dan sahabatnya, Raina. Alya berniat menghampiri Amel, tapi Marsha mencekal tangannya.
Kening Alya berkerut. "Ada apa?"
"Kamu masih mau sahabatan sama Amel? Dia itu sahabat yang nggak baik."
Alya tersenyum ke arah Marsha. "Sha, gimana pun sifat Amel, aku harus tetep baik sama dia. Karena, bagaimana pun juga dia udah lama banget sahabatan sama aku. Lagian, kita kan dianjurkan untuk berbuat baik, walau orang itu berbuat jahat sama kita."
"Iya, tapi-"
"Udah diem! Daripada kita berantem aja, kita masuk ke kelas aja." Setelah mengatakan itu, Alya berjalan meninggalkan Marsha.
"Alyaaa!!! Tungguin!" Kemudian, Marsha mengejar Alya yang sudah terlebih dahulu meninggalkannya. Marsha mensejajarkan langkahnya dengan langkah Alya agar bisa berjalan berdampingan.
"Alya, jangan marah. Aku ngomong kayak gitu karna aku sayang sama kamu. Aku nggak mau kamu salah pilih."
Alya menghentikan langkahnya kemudian menatap Marsha. Marsha juga ikut menghentikan langkahnya.
"Disini, kita mau kuliah. Bukan mau berantem. Kalau mau berantem, nanti! Berantemnya di kos-kosan aku aja."
Alya meninggalkan Marsha dan masuk ke dalam kelasnya. Marsha menghela nafas sabar dalam menghadapi sifat Alya yang terlalu baik kepada orang. Menurut Marsha, Alya juga selalu memandang semua orang, baik. Padahal, orang itu hanya ingin memanfaatkan dia saja.
Marsha melihat jam tangannya. Sebentar lagi, dosennya akan segera masuk ke kelas. Buru-buru Marsha menghampiri bangkunya dan duduk di bangkunya.
Dosen seni pun datang. Ruangan kelas menjadi sunyi karena pelajaran akan segera di mulai. Dosen mulai menjelaskan materi seni di papan tulis dan lainnya menulis.
Jam istirahat tiba. Alya dan Marsha berjalan menuju ke kantin untuk mengisi perut mereka. Dijalan, Alya melihat Fandi yang sedang bersenda gurau dengan salah satu wanita yang ia tebak adalah teman sekelas Fandi.
Hatinya tidak tahan melihat keakraban Fandi dan wanita itu. Rasanya, ia ingin menghampiri dua orang itu.
Marsha mengikuti arah mata Alya menatap. Dan Marsha cukup terkejut dengan Fandi yang bergurau dengan salah seorang wanita. Sudah dapat dipastikan, Alya akan cemburu melihatnya.
Mereka terus berjalan hingga melewati Fandi dan wanita tadi. Buru-buru Marsha merangkul pundak Alya untuk ia elus.
"Sabar ya al. Kamu pasti kuat. Ini cobaan buat kamu. Jadi, yang sabar ya?"
Alya mengangguk. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka hingga sampai di kantin. Mereka segera memesan makanan dan kemudian mencari tempat duduk yang kosong.
Alya melihat salah satu temannya yang bernama Nasya melambaikan tangannya. Alya dan Marsha langsung menghampiri Nasya.
"Kalian udah dapet tempat duduk belum? Di depan aku ada bangku kosong. Kalian duduk situ aja!" tanya Nasya.
Kedua orang tadi mengangguk. Kemudian, Alya dan Marsha duduk dihadapan Nasya.
"Eh Alya. Kamu udah bisa move on belum dari Fandi? Dia sekarang jadi pujaan kaum hawa loh disini." Ucap Nasya dengan alis yang naik turun.
"Apaan sih kamu! Kamu ini selalu ngerusak mood aku tau!" Jawab Alya dengan nada ketus.
"Tempe." Nasya tertawa bahagia bisa membuat temannya ini kesal. Sangat mudah baginya untuk menghancurkan mood seorang Alya.
Alya mulai kesal dengan Nasya. Rasanya ia ingin menampol wajah Nasya dengan bakso yang dipesannya tadi yang baru sampai dihadapannya.
Marsha segera menyudahi pertengkaran mereka. "Udah, udah. Kalian kalau ketemu, selalu aja berantem. Lama-lama aku taruh kalian di kandang kucing, biar berantem sama kucing."
Alya dan lainnya langsung memakan makanan mereka. Tapi, ditengah-tengah kegiatan memakan, Nasya melihat Fandi yang sedang menjahili temannya yang bernama Monica.
"Alya, Marsha. Tuh, kalian lihat! Kayaknya, Fandi suka deh sama Monica."
Alya dan Marsha menoleh kemana arah Nasya menunjuk. Dan benar saja, mereka melihat Fandi yang sedang mejawili hidung Monica yang sedang makan.
Rasanya Alya ingin menangis dihadapan mereka. Secepat itukah Fandi melupakannya? Padahal dirinya masih sulit untuk melupakan Fandi.
Alya pun bangkit dari duduknya dan meninggalkan Marsha dan Nasya yang sedang makan. Lalu datanglah seorang ibu-ibu sambil membawa nampan.
"Mbak. Itu temennya mau kemana?" tanya ibu itu kepada dua orang tadi.
Marsha menatap ibu itu. "Nggak tahu bu. Emangnya ada apa bu?"
"Dia belum bayar baksonya mbak. Terus baksonya juga nggak dihabisin."
Marsha menepuk jidatnya sambil meletakkan tangannya di meja. Marsha melihat Nasya yang makan tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Marsha melihat ke arah bakso Alya yang lumayan mahal harganya. Ini semua gara-gara Nasya si tukang penghancur suasana. Lihat aja nanti, Marsha akan men-smackdown Nasya di kelas nanti.
Alya terduduk dibangkunya dengan keadaan marah. Ia sampai menggebrak mejanya hingga membuat semua orang yang ada di kelas terkejut.
"Alya! Jangan bikin kita kaget dong. Jantung aku mau copot nih." Ucap salah satu mahasiswa laki-laki yang ada di kelas.
"Bodo amat. Biarin sekalian copot!!"
Alya pun meninggalkan kelas sambil menghentakkan kakinya di lantai. Alya terus berjalan sambil mengerucutkan bibirnya hingga ia menjadi sorotan mahasiswa.
"Alya!"
Alya memberhentikan langkahnya dan menatap ke arah orang yang memanggilnya. Ternyata, Amel dan sahabatnya berlari ke arahnya.
"Ngapain itu bibir kamu monyongin? Udah persis banget kayak bunga terompet."
Alya mencebikkan bibirnya. "Aku ini lagi stres, tau nggak? Jangan bikin aku tambah stres." Dengan kesal, Alya langsung mendudukkan bokongnya ke lantai kampus.
"Eh! Ngapain kamu duduk disitu? Kayak anak kecil aja. Bangun! Malu Al." Amel melihat sekeliling dan berusaha menahan malu terhadap orang yang melintas di tempat tersebut.
Karena Alya tak kunjung bangkit dari lantai, terpaksa Amel dan Raina menyeret Alya masuk ke dalam kelas Alya.
Marsha yang melihat Alya diseret oleh Amel dan Raina langsung menghentikan perbuatan Amel dan Raina.
"Amel, Raina. Kamu apain dia? Kok sampek diseret-seret gini?"
"Sahabat kamu ini tadi bikin drama di depan kelas aku. Dia nglesot-nglesot di lantai kayak anak kecil."
Alya pun bangkit dari lantai yang dingin dan meninggalkan tiga orang itu.
Marsha langsung menghela nafas lelah karena melihat Alya yang mengalami penyakit gagal move on.
"Ya udah. Kalian balik aja ke kelas. Makasih udah bawa bayi jumbo kesini."
"Iya, sama-sama. Jagain dia ya! Takut lepas dari kandang."
Marsha mengangguk. Amel dan Raina pun meninggalkan Marsha yang mulai merasa pusing karena memikirkan Alya yang mulai kambuh.
Dengan kepala yang pusing, Marsha kembali masuk ke kelas dan menelungkupkan kepalanya didalam tangannya.
Sampai disini dulu ya.
Semoga kalian suka sama cerita aku yang ini.
Jangan lupa supprot cerita aku ini, supaya aku semangat buat up.
Kalau kalian suka, jangan lupa tinggalkan vote + comment.
Oke, sekian dan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.