REGRET

1368 Words
Indra terkesiap kaget ketika melihat kepulangan sang anak yang tiba-tiba saja datang memasuki ruangan tengah rumah dengan kondisi tubuh yang ambruk terduduk lemas ke lantai. Hari bahkan sudah memasuki waktu malam, dan kebetulan saat itu Indra sudah ada di rumah mengingat ia tak bisa fokus pada restorannya di tengah pikirannya yang masih mengacu pada Maura putri sematawayangnya. Untuk itu, Indra pun menyerahkan segala hal yang berkaitan dengan urusan restorannya kepada orang kepercayaannya saja selagi ia ingin menuntaskan terlebih dahulu perihal masalah yang terjadi pada anaknya. "Ya Tuhan, Maura. Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba saja menangis begini, hem? Apa yang terjadi? Dan habis dari mana kamu sebenarnya? Kenapa pergi tanpa bilang-bilang begitu, huh? Apa kamu sudah menemui lelaki yang masih ingin kamu sembunyikan identitasnya itu secara diam-diam? Lalu apa katanya? Apa yang dia bilang sampai membuatmu pulang dalam keadaan menangis seperti ini?" tanya Indra memberondong. Dia terlihat begitu tak sabar sehingga lupa pada situasi sang anak yang justru kala ini sedang menangis pilu dengan posisi duduk bersimpuh di atas lantai di hadapan pria yang tak lain adalah ayahnya. Saking ingin tahunya Indra terhadap hal yang menimpa putrinya dan penyebab gadis itu pulang dalam keadaan serapuh ini, Indra pun lantas saja menghujani putrinya dengan banyaknya pertanyaan yang bahkan belum tentu bisa Maura jawab walaupun hanya satu dari sekian banyaknya hal yang ditanyakan. Melihat Maura yang hanya menangis saja tanpa memberikan jawaban secuil pun, Indra pun mendesah berat seiring dengan satu tangannya yang mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Lalu setelah itu, Indra tampak mengulurkan tangan satunya lagi ke arah kepala sang anak guna ia eluskan pada pucuk kepala Maura yang setengah menunduk. Ketika ada belaian tangan yang menyentuh kepalanya, barulah Maura sadar bahwa ia tak seharusnya membungkam mulutnya seperti ini. Akan lebih baik jika ia memberitahu ayahnya juga mengenai apa saja yang sekiranya sudah diucapkan oleh si lelaki di saat dirinya datang menemuinya tadi. "Niko gak mau tanggungjawab, Yah. Niko gak mau mengakui bahwa benih yang Maura kandung ini adalah anaknya Niko. Niko jahat, Yah. Niko malah nyuruh Maura buat gugurin kandungan ini aja karena Niko gak mau sedikit pun bertanggungjawab atas apa yang udah dia lakuin terhadap Maura. Padahal, dulu Niko pernah bilang kalo Niko janji bakalan nikahin Maura seandainya Maura mau memenuhi keinginan Niko pada waktu itu. Tapi Niko ingkar janji, Yah. Niko gak menepati janjinya sendiri. Maura benci sama Niko, Yah. Maura benci sama benih ini. Maura gak mau dia ada di dalam sini, Yah! Maura gak mauuu...," raung gadis itu meradang. Berusaha untuk memukuli bagian perutnya dengan brutal andai Indra tak keburu mencegahnya sembari sigap menangkap kedua tangan Maura yang sempat akan ia pukul-pukulkan ke arah perutnya. "Jangan seperti ini, Maura! Benih yang ada di dalam kandunganmu itu gak tau apa-apa. Dia tercipta hanya karena kesalahanmu dan lelaki b***t itu saja. Jadi namanya, Niko? Andai saja kamu mau menyebutkan namanya ketika para petinggi kampus kemarin bertanya, maka sudah tentu lelaki bernama Niko itu pun akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Lalu kenapa kamu gak mengungkap identitasnya saja, Ra? Kenapa harus ditutupi!" ujar Indra sembari tak lepas mencekal masing-masing pergelangan tangan anaknya. Ia hanya tidak ingin jika Maura melampiaskan kemarahannya pada janin yang tak berdosa di dalam rahimnya. Maura terus saja menangis. Ia menyesal sekarang. Pikirnya, lelaki itu akan membuktikan ucapannya dengan benar. Tapi tidak! Alih-alih bersedia tanggungjawab, Niko justru malah mengusir Maura secara kasar setelah sebelumnya ia meminta agar Maura melenyapkan benih itu saja selagi janinnya belum berkembang lebih besar lagi. "Maafin Maura, Yah. Sekarang Maura menyesal. Maura gak tahu bahwa Niko akan menolak kehadiran benih di dalam kandungan Maura ini. Maura hanya mengira kalau Niko akan menepati janjinya dan itulah sebabnya Maura memilih untuk tidak menyeret namanya di persidangan saat itu. Maura hanya ingin kalau Niko tetap kuliah selagi dia berkenan untuk tanggungjawab terhadap Maura...." urai gadis itu parau. Air mata bahkan sudah sangat membanjiri kedua belah pipinya. "Lantas apa yang kamu dapat? Dia justru malah mengusirmu bukan? Kamu salah duga, Ra. Kamu salah dalam menilai seorang lelaki berkepribadian busuk seperti itu. Dan kenapa kamu bisa terhasut oleh bujuk rayunya? Apa kamu merasa kurang kasih sayang selama ini, hem? Sehingga kamu rela menyerahkan kehormatanmu hanya untuk menyenangkan lelaki macam itu? Kurangkah kasih sayang ayah terhadapmu sejauh ini, Maura?" lontar Indra menahan diri untuk tidak sampai meledak-ledak. Dia memang sangat marah sekarang ini, tapi tentu tidak sepatutnya juga jika Indra harus melampiaskan amarah sepenuhnya kepada Maura. Ya, kini Indra harus bersikap adil. Bukan hanya pada Maura saja dia pantas marah, melainkan pada lelaki bernama Niko itu pun Indra sangat wajib melampiaskan rasa geramnya. "Beritahu Ayah, Maura. Di mana dia tinggal? Minimal, jika dia tidak bisa kamu ajak bicara secara baik-baik maka biar ayah saja yang mengajaknya berdiskusi. Jadi tolong, katakan yang sejujurnya tentang lelaki bernama Niko itu. Supaya Ayah bisa bertemu dengannya sekaligus meminta pertanggungjawabannya juga!" tandas Indra menyorot penuh ketegasan. Menggiring sang anak agar dia bersedia untuk berkata jujur mengenai semua hal yang berkaitan dengan si pelaku bernama Niko tersebut. *** Maura sudah berkenan untuk mengajak Indra mendatangi apartemen yang Niko huni, tapi nahas, rupanya Niko sudah tidak ada di sana ketika Maura menanyakan soal keberadaan lelaki itu pada sesama penghuni gedung apartemen yang kebetulan unitnya bersebelahan dengan unit yang Niko tempati. Dia bilang, sekitar satu jam yang lalu, dia melihat Niko pergi meninggalkan gedung apartemen tersebut sembari menggeret koper berukuran lumayan besar. Sepertinya, dia bertekad untuk tidak lagi tinggal di apartemen itu. Membuat Maura merasa putus asa ketika ia sadar bahwa Niko seolah sengaja tak ingin lagi tinggal di apartemen di mana Maura sudah pernah mendatanginya. Maura menangis lagi semasuknya ia ke dalam mobil. Bersama Indra yang juga sudah duduk di belakang kemudi, pria itu pun sama kecewanya karena telah gagal dan terlambat untuk menemui Niko di apartemen yang bahkan sudah kosong tak berpenghuni. "Sekarang bagaimana? Coba aja kalo kamu gak bertindak sendiri. Minimal, ajaklah ayahmu ini untuk datang menemui lelaki itu. Bukan malah mendatanginya sendiri tapi justru berujung dengan kekecewaan yang bikin kamu sakit sendiri pada akhirnya. Kenapa sih, Ra? Kenapa kamu gak libatkan ayah sekalian saat kamu hendak datang menemuinya? Kalau sudah begini, maka kita tidak bisa dengan mudahnya menemukan dia lagi. Mau cari ke mana sekarang, hem? Selain apartemen ini, apa kamu pernah diajak ke tempat singgahnya yang lain?" tanya Indra melirik. Berusaha mengorek informasi mengenai Niko lagi yang sekiranya diketahui lebih rinci oleh putrinya ini. Untuk sesaat, Maura pun termenung di tengah kepalanya yang berpikir keras. Sampai pada saat Maura yang teringat akan rumah bertingkat dua di mana Maura pernah diajak oleh Niko ke sana juga di malam hari tempo lalu, maka secepat kilat Maura pun mengarahkan sang ayah agar mereka lekas pergi ke sana saja dan berharap jika Niko bisa ditemukan di rumah itu. *** Maura dan Indra harus kembali menelan kekecewaan saat dikatakan bahwa Niko tidak ada di sana. Ya, oleh si penghuni yang menempati rumah tersebut, Niko sudah cukup lama tak datang ke rumah itu. Membuat keduanya sama-sama menghela napas berat dan akhirnya mereka kembali ke dalam mobil dengan harapan yang sudah sampai di puncak keputusasaan. "Tidak ada tempat lain lagi kah yang pernah kamu datangi ketika diajak oleh lelaki k*****t itu?" gumam Indra sebelum melajukan mobilnya. Maura menggeleng. "Usia pacaran kami baru seumur jagung, Yah. Jadi hanya beberapa tempat saja yang baru kami kunjungi." "Dan kamu sudah berani menyerahkan kehormatanmu walau kamu tahu bahwa usia pacaran kalian baru hanya seumur jagung?" pekik Indra tak percaya. Sepintas, ia pun sampai membenturkan keningnya ke atas permukaan setir. Mengharuskan Maura lantas menggigit bibir bawahnya saja seiring dengan Indra yang kembali bersua. "Sebenarnya apa yang ada di pikiranmu saat itu? Kenapa juga kamu dengan mudahnya mau merelakan kesucianmu hanya untuk lelaki bengal semacam si Niko sialan itu, huh? Setampan apa sih dia? Namun, walau wajahnya tampan bak dewa yunani, tapi kalo perbuatannya aja macam iblis tetap aja nilainya minus. Maura, padahal ayah sering bilang sama kamu jangan sampai terkena godaan, apalagi bujuk rayu dari merdunya suara jantan lelaki. Itu hanya akan menyesatkanmu saja! Dan, sekarang terbukti, kan? Janjinya itu hanyalah janji semu belaka yang gak ada artinya sama sekali. Menyesal kan kamu sekarang?" tutur pria berusia 36 tahun itu panjang lebar. Membuat Maura hanya tertunduk diam di tengah ia yang kehilangan banyak kata dikarenakan perkataan sang ayah adalah benar serta terbukti kenyataannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD