Charite

1403 Words
Dava mendongak, akhirnya setelah sebulan Ia tidak melihat tempatnya menuntut ilmu. Pagi ini Ia dapat kembali ke Berlin, tepatnya di Charite atau biasa di sebut dengan Universitas pusat medizine di Jerman. Dengan afialiasi dengan Universitas Humboldt, tempat kuliah Dava sebelumnya saat Ia mengambil fakultas bisnis dan juga Fakultas Kedokteran saat ini. Gedung Dava untuk menuntut ilmu kini berganti di gedung tinggi dengan lebih dari 6000 Mahasiswa di dalamnya yang siap mengabdikan hidup mereka di bidang kemanusian dan juga berpeluh dengan segala macam obat serta alat medis lainnya. Berstatus Mahasiswa Humboldt dengan jalur beasiswa serta wajah tampan memudahkan Dava di terima dimana pun Dia berada. Saat di fakultas Bisnis dulu bertemu dengan Alisia, Kai, Stev dan semuanya, kini Dava bertemu juga dengan beberapa orang yang langsung akrab dengannya ketika pertama kali bertemu di fakultas Kedokteran ini. "Loh, kapan balik?" Dava tersenyum saat Ia di sambut oleh sesama mahasiswa fakultas Kedokteran bernama Randu, mahasiswa yang juga asal Indonesia. "Kemarin Ran." jawab Dava sekenanya, Randu yang baru tiba akhirnya melangkahkan kakinya bersama Dava masuk ke dalam gedung Charite, karena hari ini mereka akan di perkenalkan dengan materi yang langsung dapat mereka lihat di salah satu gedung Charite. Dava dan Randu satu fakultas dan juga satu materi kuliah, sekarang mereka sedang berada dalam tahap Modellstudiengang. Di mana kuliah mereka di tekankan pada teori dan praktik di awal perkuliahan mereka. Banyak Mahasiswa yang lalu lalang menatap mereka berdua, yang memang dalam jajaran Mahasiswa Indonesia yang mempunyai wajah luar biasa tampannya. Di sini Dava harus rela melepaskan cincin pernikahannya dengan Dea, Dava sudah mengambil kuliah akselerasinya. Sehingga Dia akan lebih sering menghabiskan waktunya dengan Guru Besar serta Profesor-profesor handal di luar jam kuliahnya. Sejak awal Ia mengambil Fakultas Kedokteran dan meninggalkan Fakultas Management Bisnis yang sudah Ia rencanakan sebelum pernikahannya dengan Dea terlaksana untuk Ia kejar melalui Profesor handal yang khusus mengajar Dava di luar kuliahnya, Dava juga sudah di fasilitasi Papa mertuanya dengan memperkenalkan Dava dengan Guru Besar serta Profesor handal di luar kampusnya. Hingga Dava bisa saja keluar masuk rumah sakit di sekitaran Berlin guna belajar langsung di rumah sakit dan berkomunikasi langsung dengan Dokter dalam menangani langsung pasiennya. Walau Dava hanya mencatat dan juga melihat bagaimana Dokter itu bekerja, seperti Dava sedang Koas dini. Namun ini sungguh di luar ekpektasi Dava, dapat terjun langsung di rumah sakit dan melihat bagaimana Dokter di Jerman menangani pasien. Ini pengalaman luar biasa bagi Dava, dan tidak menyangka jika Papa mertuanya mempunyai banyak Channel hingga ke Eropa. Dava juga harus siap ketika Dokter tiba-tiba harus operasi dan Dava hanya mampu menunggu di luar ruangan, bahkan hanya di taman untuk kembali mengingat apa saja yang dapat Ia catat dan pelajari hari ini. Papa mertuanya itu bisa berkenalan dengan Profesor-profesor terkemuka saat dulu Ferdy mencoba menyembuhkan Dea. Hampir seluruh Dokter terkenal di dunia ini sudah Ferdy hubungi guna menyembuhkan puteri satu-satunya itu. Makanya Ferdy dengan mudah men-contact mereka setelah kejadian itu berlalu bertahun-tahun. Karena pada kenyataannya, Dokter jaman sekarang juga berevolusi menjadi pembisnis. Sekarang di sesi seminar untuk kalangan pebisnis, banyak pengisi seminar adalah Dokter-dokter dengan talenta yang luar biasa dan tidak kalah menajubkannya dengan seorang pebisnis yang memang sudah ahli, bukankah itu nilai plus untuk mereka. Waktu adalah uang bukan hanya moto dari seorang bilionare saja seperti Ferdy, tapi juga Dokter-dokter sekarang, terutama Dokter muda yang mempunyai ambisi lebih-lebih. "Dav." Dava menghentikan langkahnya saat seseorang menyebut namanya dari belakang. Dava menatap sekilas seorang wanita dengan pakaian sama seperti dirinya, Ia yakin bahwa wanita itu akan satu kelas dengannya nanti. Randu juga sama, menatap wanita itu. Wanita itu sedikit ragu saat Dava menatapnya dengan pandangan dingin luar biasa. Dava tetaplah Dava seperti biasanya, akan masa bodoh dengan hal di luar lingkup dunianya dan dunia Dea. "Boleh minta Id Lo?" Dava membalikkan badannya, itu sudah sebagai jawaban atas pertanyaan wanita itu. Dava melanjutkan langkahnya begitu pun dengan Randu. "Kasian banget Dav." celetuk Randu, Dava tidak berkomentar, Dava memasuki ruangan yang sudah ramai dengan Mahasiswa yang siap menerima kelas pagi kali ini. Saat Dava masuk, semua orang diam begitu saja. Apalagi Mahasiswi, mereka menatap Dava dan Randu tanpa berkedip. Ke duanya terkenal dengan kepintaran dan juga ketampanannya, wajah khas Asia plus Eropa. Dava yang mempunyai darah Eropa dari sang Kakek, dan Randu yang mempunyai darah Eropa khas Ibu nya. Hanya saja sifat mereka yang berbanding terbalik, Dava yang dingin, cuek dan jarang senyum. Berbeda dengan Randu yang ramah dan easy sekali. Dava dan Randu memilih tempat paling depan untuk menerima materi pagi kali ini. Seorang Guru Besar masuk ke dalam kelas, senyumnya benar-benar menular pada semua Mahasiswa pagi ini. Hanya Guru Besar ini yang mempunyai senyum yang dapat mengembalikan mood para Mahasiswa. Dosen-dosen lainnya yang ilmunya bahkan di bawah Guru Besar di depan sana itu kadang lebih killer, memberi materi tanpa penjelasan dan memberi tugas tanpa ampun. Mahasiswa Kedokteran adalah Mahasiswa paling ribet di seluruh dunia, jangan hanya melihat Mahasiswa Kedokteran yang memang cantik dan tampan, mereka akan sama dengan Mahasiswa fakultas lain, kadang jauh lebih ekstrim dari itu. Mereka yang di anggap calon Dokter harus benar-benar cepat tanggap, mandiri dan juga harus kepo. Menerima materi saja di kelas tidak akan cukup bagi mereka, beruntung Dava yang mempunyai Link lebih banyak. Apalagi di fakultas Dava ini sering kali berganti sesi tahapan kuliah (Vorklinik/teori) dan (klinik/praktik), karena di fakultas Kedokteran secara umum di Jerman menerapkan dua tipe jurusan Regelstudiengang dan Modellstudiengang. Regelstudiengang adalah teori dan praktik secara terpisah dan Modellstudiengang adalah teori dan praktik yang di lakukan secara bersamaan. Seperti yang di lakukan Dava dan seluruh Mahasiswa jalur akselerasi hari ini bersama Guru Besar mereka, mereka melakukan teori bersamaan dengan praktik. Maka dari itu mereka hari ini mengenakan pakaian khusus untuk masuk dalam kelas pagi kali ini. Seluruh Mahasiswa membawa buku catatan kecil yang mudah di masukkan ke saku baju mereka saat teori dan mereka akan di beri waktu untuk mempraktikkannya di depan Guru Besar mereka, mereka sudah berjajar di depan dua brankar rawat inap dengan dua manekin serta sebuah meja dengan alat-alat medis di atasnya. Hari ini adalah praktik dasar dalam menggunakan alat-alat bedah, sekaligus pengenalan lebih dulu terhadap alat-alat yang terlihat tajam-tajam itu. Di kelas Dava hari ini, hanya ada 16 orang Mahasiswa. Karena hari ini adalah kelas khusus bagi mereka Mahasiswa akselerasi ilmu bedah. Dava memperhatikan dan mencatat segala hal yang di anggapnya penting, mereka bukan hanya Dava yang serius memperhatikan Guru Besar yang jarang sekali turun tangan. Dan bagi Dava, penjelasan dari Guru Besar jauh lebih singkat simple dan juga mudah di pahami. "Disini adalah alat-alat bedah, yang akan kalian pelajari nama dan kegunaannya." kata Guru Besar (Author tidak menyebut nama, takut salah ya. Pikirkan sesuai imajinasi kalian saja, bisa tuh nama Dosen baik kalian). "Saya ingin mencoba kalian, apakah disini sudah ada yang mengetahui nama alat-alat ini?" tanya Guru Besar, semua orang disana mengangguk. Pasti tahukan, tidak mudah menjadi Mahasiswa berpredikat akselerasi. Harus mempunyai kemampuan lebih di atas rata-rata, baik secara IQ dan juga kemampuan yang mendukung di belakangnya. Dava salah satunya, mungkin saat kelulusan kemarin Ia kurang beruntung. Harus kalah dari isterinya yang memang lebih unggul darinya dalan segala hal, termasuk mengambil hatinya. Ketika mengingat itu Dava merasakan sikunya di toel oleh seseorang di sampingnya, Dava menatap Randu yang menginteruksi dengan dagunya ke arah depan. Di mana Guru Besar tengah menatapnya. "Kau tengah melamun atau mengingat nama-nama benda ini?" tanyanya, Dava tersenyum kecil. "Anda ingin mencobanya Prof? Apakah Saya mengingat atau sekedar melamunkan sesuatu?" tantang Dava, sang Guru Besar terkekeh. Guru besar menunjuk sebuah benda yang tajam seperti pisau. "Pisau bedah Prof, pisau bedah ada 36 macam. Di mana nomor yang digunakan mulai dari angka 10. Khususnya masing-masing pisau ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Sebagai Dokter harus bisa menggunakannya sesuai dengan kebutuhan, terdapat berbagai nomor dalam setiap pisau atau biasa disebut dengan Bisturi. Untuk nomor 15 dan di bawahnya digunakan skalpel atau pemegang pisau nomor 3, sedangkan untuk nomor 20 ke atas digunakan skalpel atau alat pemegang pisau yang nomor 4. Semua ini harus dipahami dan dipelajari oleh Dokter agar tidak salah dalam menggunakan pisau yang dimaksud. Dan mohon bantuan Guru Besar untuk menjelaskan lebihnya pada kami." tutup Dava dengan nada memohon, karena memang Ia belum memahami dengan pasti setiap nomor pisau dan kegunaannya. Mereka bisa membaca, namun lebih mudah jika mempelajari dan mempraktikkannya langsung bukan?. Guru besar mengangguk, semua teman Dava bertepuk tangan. Kelas kembali di mulai dengan penjelasan dari Guru Besar, dan salah satu wanita kini terus saja menatap Dava. ★★★ (Loves, Like and Comment)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD