1. Flash

1695 Words
Silvia tahu cara Andra melamarnya sama sekali tidak bisa dibilang romantis. Ah jauh dari kata romantis malah. Udahlah ngajak nikahnya seperti mengajak nonton bioskop, melamarnya pun...aduh sudahlah. Tidak ada adegan seperti di drama korea yang sweet-able itu. Si cowok berlutut di bawah kaki ceweknya lalu mengeluarkan kotak beludru yang isinya cincin berlian sambil bilang will you marry me? Gedubrak...krompyaang... Yang ada cowok super cuek itu pasti sambil cekikikan kalau dipaksa membuat scene seperti itu.Meski Silvia itu tidak suka menonton drama Korea ataupun drama-drama lain yang menguras air mata, tapi dia tahu kok sedikit banyak romantisme seorang laki-laki kala melamar pasangannya. Ya sudahlah, terima saja, toh seperti apa pun caranya Andra melamarnya tidak mengubah status barunya sebagai nyonya Andra. ♡♡♡ Pagi itu adalah pagi pertama bagi Silvia, babak baru dalam fase kehidupan pernikahannya. Di mana dia tak lagi sendiri memikirkan masalah hidup, sudah ada teman dan tempat berbagi keluh kesah yang sah. Begitupun juga Andra, perempuan yang harus ia jaga dan lindungi kini bertambah satu. Masih di hotel yang sama tempat Andra dan Silvia melangsungkan pernikahannya belasan jam yang lalu. Saat Silvia membuka kedua mata, dia merasa kesusahan bergerak, hal itu dikarenakan ada sesuatu cukup berat yang melingkar di atas perutnya. Silvia lalu meraba perutnya, dia menemukan lengan kokoh milik laki-laki di atas perutnya. Ketika menoleh di samping kirinya, Andra sedang tertidur lelap dengan posisi miring menghadap padanya. Kedua pipi Silvia menghangat melihat wajah polos itu, padahal belum diapa-apakan juga oleh Andra. Baru juga dipeluk sedekat itu, Silvia sudah malu. Wajah tenang Andra kala tidur seperti ini, tidak menampakkan sama sekali wajah yang menyebalkan dan mengundang untuk menimpuk dengan bantal. Senyum tertahan menghiasi wajah Silvia. Tebersit di pikirannya untuk menjahili Andra. Silvia seolah tidak peduli Andra akan membalasnya nanti saat laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Berjalan mengendap, Silvia meraih DSLR dari tas ranselnya. Lalu membidik wajah Andra beberapa kali melalui kamera tersebut. Sialnya, Silvia lupa mematikan flash kamera yang akan otomatis menyala jika objek yang akan dibidik kurang cahaya seperti sekarang ini. Mata Andra yang sensitif terhadap cahaya serta merta mengernyit lalu terbuka perlahan. Menyadari sebentar lagi Andra akan terjaga, Silvia meletakkan begitu saja kameranya di bawah ranjang, lalu pura-pura tidur kembali di samping Andra. Dugaannya salah, ternyata Andra masih belum berniat bangkit dari tidur pulasnya. Silvia bisa menghela napas lega karena aksinya kali ini tidak ketahuan oleh Andra. Silvia lalu memejamkan matanya, bahkan sampai terlelap kembali. Beberapa menit kemudian Andra terbangun dari tidurnya. Hal pertama yang ia lihat adalah perempuan yang kini tengah tertidur pulas dengan posisi miring menghadapnya. Senyum tulus terukir di wajah Andra. Tangannya terjulur untuk mengusap pipi putih perempuan yang kemarin pagi sudah resmi menjadi istrinya. Jari-jari kokoh Andra meraba setiap inci wajah Silvia. Dari mulai dahi, alis, kelopak mata, hidung, pipi dan berakhir di bibir Silvia, sekadar memastikan bahwa yang ada di hadapannya ini nyata, bukan bunga tidur semata. Tanpa menunggu aba-aba lagi, kepala Andra terjulur untuk mengecup bibir Silvia. Andra tersenyum karena Silvia masih bergeming. Lagi, Andra mengecup bibir Silvia. Kecupannya kali ini lebih lama, membuat Silvia menggeliat dan mencoba membuka matanya. Saat Silvia membuka mata, objek yang langsung ditangkap oleh korneanya adalah Andra dengan posisi tidur miring menumpukan telapak tangannya di bawah telinga untuk menopang kepalanya, menatap Silvia seraya mengulum senyum. "Dongeng putri Aurora dalam dongeng Disney yang disukai keponakanku, ternyata bener ya," ucap Andra dengan suara parau khas laki-laki baru bangun tidur. Kedengaran menggoda di telinga Silvia. Mulai detik ini akan menjadi vokal favoritnya, tidak tertandingi meski dengan Randy Pandugo, Rizki Febian bahkan Sam Smith sekalipun. Kening Silvia mengernyit mendengar pernyataan Andra. "Maksudnya?" tanya Silvia dengan suaranya yang sudah serak semakin serak saat bangun tidur. Sepertinya pendingin ruangan di kamar hotel ini sudah menguapkan suaranya. Andra tersenyum lalu tangannya terulur untuk memainkan poni Silvia yang berantakan. "Di dongeng itu kan Sang Putri akan bangun setelah mendapatkan ciuman dari pangerannya," jelas Andra. Membuat Silvia menatapnya makin bingung. "Trus? Hubungannya sama aku apa?" Andra berdecak lalu membungkam mulut Silvia dengan bibirnya. Andra bangkit dari ranjang setelah memberi ciuman singkat tapi dalam pada Silvia. Silvia masih membeku di atas ranjang akibat perbuatan refleks Andra. Bahkan setelah Andra kembali dari kamar mandi, Silvia masih bengong di posisinya tadi. "Ayo solat, keburu abis subuhnya!" ucap Andra dengan tegas. Silvia tersadar dari syoknya. Bergegas menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan berwudhu, karena Silvia lihat Andra sudah siap dengan baju koko lengan pendek dan sarung motif kotak-kotaknya. ♡♡♡ Silvia menyiapkan kopi pagi untuk Andra menggunakan alat dan bahan yang sudah disediakan oleh pihak hotel di atas meja. Andra sempat protes saat Silvia membawakan segelas cangkir ke tempat Andra menikmati paginya di balkon kamar. View kamar menghadap pada kolam yang tenang karena tidak ada yang berenang di kolam tersebut. "Kok, encer gini kopinya?" ucap Andra menatap malas pada cangkir di tangannya. Sama sekali dia tidak berselera untuk mencobanya. "Kebanyakan air ya kayaknya?" tanya Silvia melongokkan kepalanya, ikut melihat isi cangkir. Andra berdecak pelan. "Kamu, tuh, kayak perawan baru belajar bikin kopi aja, Sil!" seloroh Andra. Silvia terbatuk mendengar jawaban Andra. Bola matanya mendelik menatap Andra. Andra balik menatap Silvia seolah sedang bertanya 'kenapa?' Dari balik tatapannya. "Emang aku masih perawan, cuma bukan yang baru belajar bikin kopi ya," tukas Silvia kesal. Lalu berbalik badan. Andra tertawa, tidak jadi meneguk kopi paginya. "Oiya, aku belum merenggutnya ya?" Andra menaik turunkan alisnya seraya tersenyum smirk. Silvia menoleh lalu memicingkan kedua matanya melihat ekspresi Andra yang sangat aneh menurutnya. Dengan susah payah Silvia mencoba menelan ludahnya ketika melihat Andra meletakkan cangkir kopi di pinggiran pagar beton balkon, lalu beranjak dari duduknya. Andra berjalan ke arah Silvia dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan oleh Silvia. Tidak ada gerakan slowmotion, karena langkah panjang Andra terus mendesak Silvia hingga tubuhnya terkungkung ke tembok dekat kusen pintu. Andra melingkarkan satu tangannya di pinggang Silvia, satu tangannya yang bebas ia letakkan di belakang kepala Silvia. Napas Silvia tercekat saat tangan Andra yang memeluk pinggang Silvia, menarik pinggang itu agar melekat ke tubuh Andra. Silvia hanya bisa membulatkan kedua matanya saat Andra melumat mesra bibir ranumnya. Meski tak pernah tahu bagaimana caranya berciuman, tapi instingnya membawa Silvia melingkarkan kedua tangannya melewati leher Andra, menutup mata dan membalas ciuman suaminya itu. Sesekali Silvia membelai helaian rambut berombak Andra. Andra menekan telapak tangannya yang berada di belakang kepala Silvia untuk memperdalam ciumannya. Andra menuntun Silvia masuk ke kamar, masih tetap melumat bibir istrinya. Silvia mendesah kecewa saat Andra melepas ciumannya. Andra menyadari itu lalu berkata dengan iseng, "sebel banget kayaknya dipisahin sama bibir aku. Enak ya?" tanya Andra penuh nada menggoda di dalamnya. Wajah Silvia pasti sudah memerah seperti terbakar sinar matahari saat ini. Di bawah sadarnya, Silvia mengerucutkan kedua bibirnya karena malu. Andra menunduk tepat di atas ubun-ubun Silvia, lalu membacakan doa terbaik untuk istrinya itu sebelum mereka melakukan hubungan suami istri. Silvia menunduk menatap jemarinya yang saling bertautan. Andra meraih dagu Silvia lalu mengangkatnya hingga kini pandangan keduanya kembali sejajar. "Aku juga suka bibir kamu," ujar Andra lalu menautkan bibirnya dengan bibir Silvia. Tangan Andra tak tinggal diam, sibuk melucuti seluruh pakaian Silvia juga pakaian yang tengah ia kenakan, di sela kesibukannya mengecapi setiap rasa yang ada di bibir hingga rongga mulut Silvia. Selanjutnya Andra melakukan tugasnya sebagai suami dengan tenang dan tidak tergesa. Hingga membuat Silvia merasa begitu dipuja dan dihormati sebagai seorang wanita. ♡♡♡ Saat Silvia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk, Andra mengambil alih handuk dari tangan Silvia lalu menyelesaikan tugas Silvia mengeringkan rambutnya. Silvia mendongakkan kepalanya menatap Andra. Andra hanya tersenyum sambil terus menggosok rambut Silvia dengan handuk berwarna putih itu. "Kamu nggak punya pengering rambut?" tanya Andra sesekali memainkan rambut istrinya itu dengan handuk. Silvia menggeleng. "Hair drayer bikin rusak rambut," komentarnya. "Besok beli, mulai sekarang kamu butuh pengering rambut karena tiap pagi mesti keramas seperti ini," ujar Andra menahan senyum. "Hah?" Silvia menatap Andra dengan tampang bodoh. Andra berdecak dengan kelemahan otak Silvia jika urusan bercandaan remeh seperti ini. Kalau diajak berdebat soal politik saja, jagonya Silvia. "Maksudnya, Dra?" "Nggak ada maksud apa-apa," jawab Andra malas lalu mengacak rambut Silvia dengan gemas. "Andra, ih, makin kusut rambut aku," rengek Silvia. Andra tertawa lalu meletakkan handuk tadi di kepala hingga menutupi wajah Silvia. "Abis ini kita mau ke mana?" tanya Andra seraya mengambil cangkir kopinya yang tertinggal di balkon, dan sudah dingin. "Kamu pengennya ke mana?" Silvia malah bertanya balik. "Pengen lihat kelok sembilan, Sil." "Bagusnya malam kalau itu." "Sitinjau lauik, gimana?" "Sama itu, Dra. Mending malam sekalian pulang ke Solok," jelas Silvia. "Lembah Anai, Ngarai Sianok?" "Beuh, jauh anet dari sini itu masnya." "Ya udah di hotel aja ngeliatin kamu nggak pakek baju seperti tadi." Silvia mendaratkan dua jarinya di perut Andra. Membuat Andra memekik lalu mendelik menatap Silvia. Melihat ketidak sukaan di wajah Andra, mengundang Silvia ingin mencubit Andra sekali lagi. Seperti mengerti dengan tatapan usil Silvia, sigap lengan kokoh Andra mengunci tubuh Silvia lalu sengaja menjatuhkan tubuhnya juga Silvia di atas ranjang. Jari panjangnya menggelitiki pinggang Silvia tanpa ampun. "Ampun, Dra... Ampun..." "Yang bagus mintanya!" "Iya... Ampun Mas Andra!" "Kurang bagus!" perintah Andra, semakin menekan jemarinya di pinggul Silvia. "Ampun Mas Andra... yang baik hati...ganteng...dan tidak sombong..." Andra tertawa mendengar ucapan Silvia yang mulai kehabisan napas, lalu membawa istrinya itu ke dalam dekapan hangat Andra. Silvia membalas pelukan Andra. "Sayang kamu, Dra." "Iya tahu kok," jawab Andra. "Kamu sayang aku juga nggak?" "Dodol! Kalau nggak sayang ngapain aku ngawinin kamu." Andra menekan kening Silvia dengan ujung telunjuknya. Silvia hanya balas menyeringai. Awal yang indah bagi keduanya untuk menatap misteri masa depan yang tak kasat mata. Setidaknya seperti ini setiap hari saja sudah cukup membakar gairah hidup mereka untuk menata rumah tangga dengan lebih baik. Andra memesan kopi dari dapur hotel untuknya, karena kopi buatan Silvia tadi rasanya sudah tidak layak untuk diminum. Tak lupa Andra juga memesankan moccacino favorit untuk Silvia. Keduanya lalu menikmati kopi favorit masing-masing di balkon kamar sambil membicarakan hal ringan tentang kehidupan rumah tangga mereka setelah hari ini. Masih di pagi yang sama, meski kini matahari sudah mulai menebar kehangatannya. Ketika kopi menjadi sahabat sejati, pagi bukan lagi misteri. Seperti Andra yang selalu ada di hati Silvia, begitu juga sebaliknya. Selain harus saling mencintai dan memiliki, mereka berdua juga harus bisa saling mengisi kekurangan masing-masing dengan kelebihan masing-masing. Begitulah yang seharusnya terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD