Prolog

516 Words
Seorang pria berperawakan tinggi, memandangi layar besar yang tersaji di depannya. Sebuah pergelaran megah di kota besar sedang mengadakan pertunjukan Ice Skating yang pernah ada selama beberapa tahun terakhir. Pertunjukan itu sudah dimulai beberapa menit yang lalu. Hanya saja, belum ada satu pun peserta yang membuatnya tertarik untuk melihat keahlian wanita-wanita cantik itu. Pria itu mendekati meja dan menuangkan segelas vodka ke dalam gelasnya yang bening dan bertekstur seperti pecahan kristal. Setelah gelasnya terisi, pria itu segera menyesapnya dengan begitu nikmat. Manik matanya, menjelajahi isi ruangan yang dipenuhi oleh foto-foto seorang gadis manis dengan bermacam pose dengan senyuman lebar yang mampu membuatnya memikirkan gadis itu siang dan malam. Gadis itu, gadis naif yang selalu mengganggu ketenangannya sudah berhasil dia singkirkan dari hidupnya beberapa tahun yang silam. Lalu, apa salahnya jika saat ini, dia menginginkan gadis itu kembali? Egoiskah? Dia rasa tidak. Karena dalam dunia ini, apa pun adil dalam percintaan. Termasuk cara yang akan dia lakukan. Karena ia akan menghalalkan segala cara untuk membuat gadis itu kembali dan memujanya seperti dahulu kala. Pria itu kembali meletakkan gelas yang dipegangnya kemudian menghidupkan sebatang rokok dan menyesapnya. Di ruangan ini, dia merasa begitu damai. Seolah tidak pernah hidup di masa lalu yang penuh dengan kenangan gelap sehingga membuat hidupnya hancur. Dia kehilangan semuanya. Sahabat, keluarga dan jati dirinya sendiri. Hanya demi balas dendam sialan itu, dia menjadi lupa. Lupa akan segala hal. Pria itu tertawa tipis. Siapa pun tidak akan tau apa yang sedang dia pikirkan. Semuanya ada di ruangan ini, dan tak akan ada yang mengetahui rencananya karena tak seorang pun bisa masuk ke dalam ruangan ini kecuali se izin darinya. 4 tahun sudah berlalu. Selama itu, masih hanya ada dirinya dan kenangan-kenangan itu yang memenuhi ruangan ini. Masih belum ada perubahan, dan dia rasa, belum saatnya untuk memulai kisah baru dalam hidupnya yang kelam. Sepi. Tentu saja dia merasa kesepian. Tapi, untuk kembali pun dia rasa tidak mungkin. Dia tidak mungkin keluar dari kegelapan ini, karena cahaya di luar sana membuat sisi gelap yang membuatnya bertahan, lambat laun terkelupas dan sirna bersamaan dengan udara. Jadi, biarlah seperti ini. Kegelapan lebih baik untuk menjadi bagian dari hidupnya. “Sambutlah penampilan dari penari terbaik kita, Viora Alexander D’orion!” Suara yang terdengar dari televisi itu, membuat fokus pria misterius itu teralihkan. Sebuah senyum tipis terukir di bibir tipisnya. Dengan begitu antusias, pria itu mendekati layar besar itu dan mengambil sebuah kursi untuk menikmati pertunjukan yang akan tersaji di depan matanya. Satu detik Dua detik Tiga detik Kehadiran seorang gadis cantik yang mampu memukau penonton dalam sekejap, membuat tangan pria itu terkepal dengan begitu kuat. Rahangnya mengeras dengan tatapan penuh amarah. Tak ada yang boleh memandang gadis itu dengan kekaguman. Tak ada yang boleh menikmati penampilan gadis itu yang begitu lincah dan indah. Tak ada seorang pun yang bisa menatap lekuk tubuh indah Viora dan tarian indahnya. Tidak! Tidak ada yang boleh menatap Viora selain dirinya, karena Viora hanya akan menjadi miliknya seorang. Sorang saja, tanpa ada dunia dan cahaya yang ikut campur di dalamnya. “Aku akan segera mengambilmu dari duniamu yang penuh cahaya itu, Vio ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD