Bab 2 - Gagal

1371 Words
Viora memejamkan matanya dengan hembusan napas teratur. Saat ini, dirinya berada di tengah hamparan es juga berjuta pasang mata yang sedang menunggu pertunjukan terbaiknya malam ini. Melodi harmonika yang indah, mulai menggema di ruangan itu. Satu Dua Tiga Mulailah, Viora... Viora mulai mengayunkan kakinya bersamaan dengan tangannya yang terangkat kemudian melakukan gerakan tangan mendayu-dayu yang indah. Beberapa kali, tubuh Viora meliuk dengan indah di atas hamparan es yang mengkristal itu. Tangannya pun aktif membuat gerakan yang membuatnya benar-benar menjadi bintang malam itu. Mata Viora sesekali terpejam. Dia begitu menikmati alunan lagu yang mengalun itu, sehingga membuat semua penonton yang menyaksikan penampilannya juga merasakan perasaan yang sama seperti dirinya. Takut, resah, dan kecewa. Viora pernah merasakannya perasaan itu di masa silam, karena menaruh rasa suka pada seorang pria yang usianya terpaut cukup jauh darinya. Pria itu menganggapnya labil, dan tak pernah menghargai usahanya sama sekali. Bahkan dengan terang-terangan, pria itu mengatakan jika sudah mencintai wanita lain, dan keberadaannya sama sekali tak pria itu inginkan. Sakit. Jika aku tak diinginkan, hargai perasaanku sedikit saja .... Aku hanya sebatas mengagumi, belum mencintai. Dan kau patahkan sayapku hingga aku sulit untuk terbang lagi... Viora mengangkat sebelah kaki kanannya kemudian menekuknya ke belakang punggungnya hingga nyaris sejajar dengan tubuhnya. Sedangkan ke dua tangan Viora mengayun bebas ke atas membentuk lingkaran yang telapak tangannya bertemu di atas kepala membentuk lekukan indah. Viora mulai berputar. Berputar dalam tempo yang cepat dalam sebuah posisi yang begitu indah seperti patung balerina. Setelah berputar sekitar 1 menit, tangan Viora mulai turun perlahan bersamaan dengan kakinya yang kembali dalam posisi tegap. Viora mulai mengayun kaki dan tangannya lagi. Begitu Viora melakukan lompatan kecil, kemudian berputar lagi, tiba-tiba ... Brughh! Entah apa yang terjadi dengan Viora, tiba-tiba tubuh Viora terpental dan jatuh dengan posisi menelungkup di lantai es itu. “Viora!” Teriakan Queen menggema, begitu pula dengan riuh penonton yang kaget melihat tubuh Viora yang kini tak bergerak di lantai. Sebelumnya, pertunjukan Viora tak pernah seperti ini. Tapi hari ini entah apa yang terjadi sampai-sampai membuat Viora gagal memberikan pertunjukan yang luar biasa dan jatuh mengenaskan seperti itu. Queen dan beberapa orang yang bertugas di sana, tergopoh-gopoh menghampiri Viora yang tak juga bangun dari posisinya. “Viora!” Queen berseru lagi. Dia membalik tubuh Viora dan mengangkat kepala Viora ke pangkuannya. Air mata Queen menetes. Viora terluka di bagian kening dan saat ini putrinya itu tak sadarkan diri. “Tolong, bawa putriku ke rumah sakit,” lirih Queen dengan lemah. Membuat orang-orang itu pun mengangkat Viora yang tak sadarkan diri dan segera keluar dari ruangan itu. Pertunjukan Viora malam ini gagal dan entah bagaimana ramainya media besok pagi saat menjadikan kecelakaannya sebagai berita utama. *** Queen meremas tangannya dengan kuat. Dokter yang memeriksa kondisi Viora belum juga memberinya kabar bagaimana kondisi Viora sekarang. Melihat Viora yang langsung tak sadarkan diri setelah terjatuh, tentu saja membuatnya sangat khawatir. Tap! “Bagaimana kondisi putri kita, Queen?” Suara Robert yang terdengar di sana, membuat Queen mendongak dengan air mata berderai dan menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan Robert yang besar dan hangat. “Aju juga tidak tau, Robert. Saat di bawa ke sini, dia tak sadarkan diri dan dokter yang menanganinya belum juga keluar dan memberitahu bagaimana kondisinya. Hiks!” Robert memejamkan matanya sejenak. Dia mengusap bahu Queen dengan pelan. “Viora pasti baik-baik saja. Dia gadis yang kuat, Queen.” Robert merasa menyesal. Andai saja, dia datang lebih cepat, mungkin Viora tak akan mengalami semua ini. Kasus penyelundupan senjata itu benar-benar terjadi dan dirinya menemukan barang bukti yang cukup banyak sehingga membuatnya telat datang ke pertunjukan. Sekarang, Viora malah mengalami kecelakaan sementara dirinya harus menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Ceklek! Pintu ruangan itu terbuka. Queen dan Robert segera mendekat ke arah dokter itu. “Bagaimana kondisi putri saya, Dokter?” tanya Queen dengan tergesa. Dokter itu menghela napasnya pelan. Sepertinya, ada sesuatu yang tak akan enak untuk di dengar keluarga Viora. “Viora baik-baik saja. Keningnya terluka karena terbentur lantai es cukup keras sehingga membuat Viora jatuh pingsan. Hanya saja ....” “Hanya saja apa, Dokter?” potong Robert tak sabaran. “Pergelangan kaki Viora terkilir dan akan terjadi pembengkakan. Viora tidak bisa menari lagi untuk beberapa pekan,” jawab dokter itu. “Tidak masalah, Dokter. Yang penting Putriku baik-baik saja. Sekarang, apa kami bisa menemuinya?” ucap Robert lagi. “Ya. Silakan,” jawab dokter itu. Robert dan Queen segera masuk ke ruangan di mana ada Viora yang terbaring dengan kapas yang menutup luka di keningnya. Sedangkan kaki Viora di liliti oleh semacam kain berwarna coklat terang. Viora masih menutup mata. Entah karena pingsan atau pengaruh obat yang diberikan oleh dokter. Queen mengusap wajah Viora dan mengecup puncak kepala Viora dengan sayang. Tak bisa dia bayangkan, jika kondisi Viora lebih parah dari kondisinya saat ini. Robert juga melakukan hal yang sama. Dia mengecup puncak kepala Viora dengan lembut. Dunianya terselamatkan. Karena jika terjadi sesuatu pada Viora, maka dirinya tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. *** Italia .... Seorang anak buah dengan pakaian serba hitam masuk ke sebuah ruangan dengan lampu temaram yang diterangi oleh kilat perapian menyala-nyala. Ruangan itu, terlihat menyeramkan oleh perabotan yang serba hitam dan klasik. Bahkan beberapa di antaranya sudah rusak dan tak layak dipajang. Bodyguard itu berdiri dengan posisi tegap. Di depannya berdiri seorang pria menakutkan yang sedang menikmati segelas minuman untuk menghangatkan badan. Pria itu adalah tuan besar yang berkuasa di wilayah ini. Dia adalah ketua Mafia yang bisa melakukan apa pun tanpa ada yang berani menentangnya. Mencari masalah dengannya sama saja bunuh diri. “Ada berita yang harus saya sampaikan, Tuan,” ucap bodyguard itu dengan sigap. Ada sedikit rasa waswas begitu kabar yang dia bawa adalah berita buruk. Hening. Tak ada jawaban dari pria misterius itu. Di ruangan itu, hanya ada bunyi dari kayu-kayu yang luluh lantak terbakar oleh api. “Apa aku perlu memotong urat lehermu agar kau mau membuka mulut?” Suara pria itu membuat bodyguard tadi menelan salivanya sedikit kasar. Seharusnya, dia langsung ke pokok inti permasalahan. “Maaf, Tuan, “ jawab bodyguard sedikit gugup. “saya ingin menyampaikan berita jika pengiriman senjata ke Washington Dc, tertangkap oleh seorang polisi dan saat ini, senjata-senjata itu sudah diamankan oleh aparat kepolisian.” Prangggg! Suara pecahan benda terdengar nyaring di sana. Bodyguard itu semakin menunduk karena tak berani untuk melihat dengan jelas, kira-kira apa yang terjadi di depannya. Sebelumnya, di pun sudah menebak, jika tuan besarnya akan murka. Dan mungkin saja, dirinya lah yang akan menjadi sasaran pertama. “Dasar bodoh!” Bugh! Bodyguard itu meringis. Kali ini, perutnya yang harus menjadi sasaran kemarahan tuan besarnya itu. “Bagaimana bisa, kalian gagal hah?! Bukankah, tidak akan ada yang bisa mengetahui penyamaran kalian?!” Pria itu menarik kerah baju bodyguard itu dengan sebelah tangannya. Terlihat dengan jelas kemarahan yang kentara di wajah pria itu. Sial! Bagaimana mungkin, transaksi kali ini gagal, sedangkan dirinya sudah memiliki akses untuk menyelundupkan senjata ke negara itu? Bahkan jalur yang dia gunakan adalah jalur darat yang menggunakan mobil pengangkut bahan makanan. “Polisi itu, menghentikan kami saat di lampu merah, Tuan. Kemudian, menyuruh kami untuk menurunkan semua barang-barang yang kami bawa. Kami tidak bisa menolak, karena berada di tengah keramaian.” “Sial!” Pegangan pria yang menjadi pemegang kekuasaan terbesar dalam kelompok mafia itu terlepas. Pria itu mengusap wajahnya kasar. Jika saja, tak ada sesuatu yang lebih penting untuk dia selidiki, dia pasti sudah mencari polisi itu dan melenyapkannya dari dunia ini. “Atasi semua kekacauan ini. Jangan sampai nama kita ikut terlibat. Kau mengerti?!” titahnya nyaris seperti sebuah ancaman. Bodyguard itu mengangguk. “Mengerti, Tuan,” jawabnya. Pria itu mengangkat tangannya dan mengibaskannya pelan sehingga membuat bodyguard itu dengan langkah cepat pergi dari sana. Pria itu melepas kemeja yang dipakainya. Dia butuh sesuatu untuk menenangkan pikirannya. Berenang di malam hari, mungkin adalah pilihan yang baik. Saat ini, pikirannya benar-benar kacau. Beberapa detik yang lalu, pertunjukan yang selalu dia nanti-nantikan dan berakhir sempurna, harus berakhir gagal. Entah bagaimana kondisi gadis itu sekarang. Yang jelas, dia melihat kejanggalan di sepatu Viora yang terlepas saat setelah membuat gerakan memutar. “Aku tidak bisa terus menerus bersembunyi dalam gelap seperti ini. Aku akan datang untuk menemuimu, monster kecil,” lirihnya sebelum keluar dari ruangan dan menceburkan dirinya ke dalam kolam yang dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD