Buta?

1080 Words
[Camelia's POV] "Non..udah sampe Non, kok bengong terus sih Non..tumben nggak pengen beli ayam goreng bule" Kata-kata Pak Prabu mengagetkanku, membuat aku kembali dari lamunan. Memang aku sering banget beli fried chicken, kalau kata Pak Prabu sih, ayam goreng bule. "Eeeehhh...iya Pak, hehehe udah hari ini gak makan itu dulu, gak sehat tauuu! Makasih Pak Prabu, tolong dimasukkin tasnya kedalem yaaa" Aku berlalu menuju rumah dan segera duduk di tepi kolam renang. Aaaah, inilah tempat favoritku untuk kembali mengisi energi. Akhirnya, sampai juga aku di rumah, setelah menghabiskan banyak waktuku di mobil diam dengan pikiranku sendiri. Agaknya, aku tidak perlu selalu merasa bersalah karena tidak membalas perasaan Mas Andre. Sama seperti siapapun yang memiliki hak untuk menyukai orang lain, harusnya aku sadar kalau akupun memiliki hak untuk tidak menyukainya. Eh..kok aku mikirin dia lagi sih?? Udah ah udah dulu... Sambil duduk melihat kolam renang aku menikmati angin dan suara air. Tidak lama kemudian Bi Iyah, asisten rumah tanggaku datang dan membawakanku jus jeruk.. "Non, diminum ya Non, ini titipan Nyonya katanya biar Non nggak cepet sakit...habisin yah Non...nanti Bibi kena marah" "Eh Bi Iyaaahh, terima kasih Bi Iyahhh, Boleh nggak dikasih gula sedikiiit ajaaa...?" Aku sedikit membujuk "Duh Non, Bibi sih boleh, Nyonya Enggak!" Bi Iyah tertawa sambil membawa nampan-nya kembali Memang sih bunda cukup keras dalam mendidik aku, pokoknya, kesehatan dan kebahagiaan adalah hal yang utama. Mau aku punya pemotretan se-kalender kek, atau shooting FTV seratus episode, bunda akan marah kalau hal-hal tersebut mengganggu kesehatan aku maupun bikin aku sedih. Masalahnya, bunda itu sibuk banget. bunda nggak kerja, cuma bunda itu selalu ikut kegiatan yayasan yang benar-benar menyita waktunya. Sebelumnya sih bukan berbentuk yayasan, hanya sekedar kegiatan bulanan kami untuk berbagi. Tetapi, karena semakin banyak teman-teman bunda yang terlibat dan banyak yang digaji untuk membantu mengurus segala kegiatan, ayah sarankan bunda untuk membuat yayasan. Jadi, bisa dibilang, segala urusan yang terkait dengan kesehatan dan kebahagiaan itu dititipkan ke Bi Iyah. Apalagi aku sendirian, tidak punya adik maupun kakak, jadilah aku apa-apa pasti curhat ke Bi Iyah. Bukan berarti aku tidak dekat dengan bunda, kami cuma jarang ngobrol aja. Aku tetap dekat juga dengan bunda karena saat bunda mengurus yayasan, aku pergi pemotretan. Ada beberapa waktu kami bertemu juga dan kebanyakan kami memasak masakan kesukaan kami. Meneguk jus jeruk yang agak asam, sambil membuka kolom majalah Teen Capture. Aku melihat lembar tiap lembar dari mulai model baju terbaru, sampai tulisan mas Andre sebagai asisten editor yang menghiasi beberapa artikel. Eh..Tunggu... Aku merasa sangat lemas dan tidak bisa berdiri! Tiba-tiba aku merasa samar-samar gelap gulita..Apakah ini? Tolong aku! "PAPA MAMA!! TOLONG AMEL!!!!" "PAPA MAMA!! TOLONG AMEL!!!!"   "PAPA MAMA!! TOLONG AMEL!!!!"   "BI IYAH PAK PRABU SIAPAPUN TOLONG!! TOLONG AMEL!!!!"   Aku berteriak, panik! tidak ada yang datang, dan aku terkejut Apa ini? Aku kenapa? Tak lama aku mendengar suara Bi Iyah dan Pak Prabu, "Non! Ada apa non!!!" "Tolong Bi! Tolong Pak! Angkat saya! Saya gak kelihatan apa-apa!!!!!"  Aku mulai merasa badanku digendong kearah yang sangat jauh dari tepi kolam renang. Tiba-tiba aku mulai bisa menghirup bau aromaterapi yang wanginya khas seperti kamarku. Aku mulai agak tenang, walaupun aku tetap melihat semuanya gelap, tidak ada apapun, bahkan aku tidak bisa melihat Pak Prabu & Bi Iyah. "Non...Non ada apa Non? Bibi nggak masukin apa apa kok ke minuman Non, itu jeruk biasa yang dibikin bibi Non...sumpah Non.." Bi Iyah terisak, mungkin ia takut disangka telah meracuni aku Pak Prabu diam saja, mungkin kebingungan. Aku pula tidak menuduh Bi Iyah, toh hampir setiap hari aku minum jus jeruk yang sama. Aku berusaha tenang, walau sebenarnya aku panik! "Bi...Pak... Boleh tolong telfon ayah dan bunda? Amel ga kelihatan, Amel mau ke dokter juga takut kalau ga ada ayah dan bunda" Aku menahan tangis "Iya non, Bibi telfon bunda ya Non. Pak Prabu, telfon ayah ya Pak"  Bi Iyah lebih tenang. "Yasudah..sambil tunggu ayah dan bunda, Amel mau tidur dulu ya Bi, siapa tau karena Amel kecapekan Bi...." Aku ingin menangis, tapi aku tidak mau mereka tahu, jadi, aku bersikap seolah-olah aku ingin tidur agar mereka keluar dari kamarku. "Non, nanti kalo ada apa-apa teriak aja ya Non..." ujar Pak Prabu Suara pintu terdengar menandakan keluarnya mereka dari kamarku Aku pun menangis... Ada apa ini? Aku kenapa? Masa aku buta? Lelah menangis, aku merasa sangat mengantuk..Hingga akhirnya aku tertidur dengan tangis yang kering di pipi-ku. Derap kaki yang sangat keras dan bantingan suara dari pintu membangunkan aku. Tak lama, aku mendengar suara isak tangis dan mencium harum yang sangat familiar...Ah, ini pasti bunda! "bunda!!!!! bunda!! Tolong Amel!!" ujarku panik. "Amel kenapa? Amel sayang ada apa?" suara bunda terserak karena tangis "bunda, bunda... Amel gak bisa lihat bunda..bunda...bunda, Amel kenapa? bunda sama ayah? bunda apa kita ke dokter aja?" aku mulai meracau "bunda harus telfon ayah, bunda mau tanya sama ayah. Amel sabar ya sayang" suara bunda mulai menjauh "bunda tolong bunda jangan pergi, bunda!!" Aku menangis tersedu-sedu "Amel, sebentar Amel, sebentar ya sayang..bunda ga kemana-mana, bunda siapin baju Amel kalau memang kita jadi ke dokter, sambil bunda telfon ayah yaa." bunda menangis semakin menjadi, kudengar dering hp bunda yang menandakan kalau telfon ke nomor lain sedang dilakukan. "bunda...Amel harus apa? Apa Amel tidur lagi aja? Amel kalau bangun dan nggak kelihatan gini, Amel bawaannya mau nangis terus.." Aku terisak-isak Tapi...Aku tidak mendengar suara bunda, apa bunda berbohong, katanya bunda disini.. rapihin baju-baju Amel... bunda kemana?  "Bi Iyaaah! Bi Iyaahh! bunda dimanaa Bi Iyaaahh" Aku berteriak, meracau tak tentu, inginku menangis lagi, tapi sepertinya, kali ini aku lebih merasa marah. Ya, aku marah, marah sekali. Kenapa susah sekali untuk bunda tetap ada saat aku butuh seperti sekarang? Aku ini sedang bingung, tau! Aku tidak bisa melihat apapun, semuanya gelap. Apa sih susahnya menemani? "Eehhh Iyaahh Noonnn, maaf ini lagi bantuin Nyonya nyariin ayah, katanya nggak bisa dihubungin Non.." Bi Iyah terengah-engah, berlari menuju arahku "Wah maaf Bi, kirain Aku sendirian disini, tadi denger suara bunda terus tiba-tiba hilang..." Aku mereda dan mulai lebih tenang "Non gimana keadaanya? Ada yang bisa Bibi bantu Non?" ujar Bi Iyah "Ngga Bi..nggak ada apa-apa..Bibi kasihtau Amel ya bi kalau ayah sudah bisa dihubungin..Amel bingung banget Bi" suaraku pelan "Baik Non, kalau begitu Bibi kembali bantu Nyonya ya Non...kasihan Nyonya nangis terus dibawah, susah ngehubungin ayah.." suara Bibi perlahan menjauh, diiringi suara pintu yang tertutup. Sepertinya aku mulai pasrah, aku mengerti, yang lain juga sama bingungnya denganku. Bagaimana bisa, beberapa jam sebelumnya tersenyum manis dan enerjik di depan kamera, sekarang jadi tidak bisa lihat apa-apa? Aku berusaha membayangkan hal-hal yang menyenangkan, seperti liburanku di Swiss, atau kucingku Leo yang sangat manis. Tapi, aku malah semakin sedih, karena aku sadar bahwa kenangan itu menjadi manis karena aku bisa melihat semuanya. Bagaimana bisa aku mendapatkan kenangan manis lagi di masa depan jika aku tidak bisa melihat? Hmm, sudah Camelia, tidak ada gunanya membayangkan hal-hal yang belum terjadi! Tapi kebutaan ini nyata, karena aku jelas-jelas mengalaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD