You, Who Broke My Heart

933 Words
Jhon melirik jam yang melingkar di tangan, jarumnya telah menunjukkan pukul lima, sudah sejam lamanya Jhon menunggu wanita yang akan menjadi istrinya. “Jhon.” Jhon membalikkan tubuh saat mendengar suara familiar dari belakang punggungnya. “Cora,” ada keterkejutan pada nada suaranya, ia melirik anak lelaki kecil di samping wanita itu, “Hai ... little Jay.” Jhon tersenyum manis dan mengacak puncak kepala anak lelaki berumur enam tahun itu. “Aku sudah besar, Uncle Jhon.” Jay mengerucutkan bibir, sedang Jhon terkekeh geli melihat anak kecil yang selalu manja dengannya itu ,sekarang sudah bersikap layaknya orang dewasa. “Baiklah, Jagoan. Kamu sudah besar sekarang. Baru satu bulan nggak bertemu, kamu sudah sebesar ini.” Jhon mengacak-acak puncak kepala Jay,  sedang Jay terlihat kesal diperlakukan seperti anak kecil oleh Jhon. “Kamu menunggu seseorang, Jhon?” Cora bertanya kepada Jhon. “Iya, aku sedang menunggu seseorang. Kalian berdua saja? Mana Tony?” Jhon memandang sekeliling, mencoba mencari sosok sahabatnya itu “Dia sedang rapat di hotel depan. Kami menunggu Tony sambil berjalan-jalan di mall ini. Bagaimana kalau kita menunggu di cafe itu? Duduk minum kopi di sana lebih baik daripada berdiri seperti ini bukan?” Cora menarik tangan Jhon tanpa menunggu jawaban yang keluar dari mulut lelaki itu. Cora ... jangan sembarangan tarik tangan aku, Jantungku serasa mau copot sekarang. Jhon bergumam dalam hati dan mengikuti langkah kaki Cora. Setelah memesan dua gelas es coklat dan segelas cappucino mereka kembali saling memandang dan tersenyum. “Apa kabarmu, Jhon? Sudah lama kamu nggak main ke rumah, Jay selalu bertanya tentang uncle Jhonnya dan berharap uncle yang bagaikan Santa Klaus ini akan datang bermain dengannya lagi.” Cora tersenyum manis. “Aku baik, Cora Aku sedang sibuk mengurus sesuatu, aku akan datang bermain dengan Jay jika pekerjaanku sudah selesai.” “Jangan hanya sibuk bekerja, Jhon. Kapan kamu akan menikah kalau kamu terus-terusan mengejar karir? Bukankah sudah waktunya untukmu berkeluarga?” Cora menautkan kedua alisnya. “Tunggu saja, Cora. Kamu akan segera menerima undangan dariku,” Jhon tersenyum manis. “Sudah semenjak dua tahun yang lalu kamu mengatakan perkataan yang sama dan sampai saat ini aku belum menerima undanganmu. Apa nggak ada wanita yang kamu cintai? Aku bisa membantumu mendapatkan wanita pujaanmu itu.” Cora tersenyum lebar. “Tidak ada yang bisa membantuku untuk mendapatkan wanita yang kucintai itu, Cora. Kmau sekarang terdengar seperti ibu-ibu yang sedang pusing melihat anaknya belum menikah, sekarang kamu lebih terlihat seperti mamaku.” Jhon terkekeh pelan “Aku memang sudah menjadi seorang ibu-ibu. Segeralah menikah jika kamu nggak mau aku terus menceramahimu.” Cora mengerucutkan bibirnya. “Baiklah ibu cerewet, aku akan segera menikah jika itu yang kamu harapkan.” Jhon tergelak kecil, lalu menggeleng-geleng pelan. Jika kamu tahu bahwa kamulah yang aku inginkan, apa kamu tetap akan membantuku untuk mendapatkan hatimu? Mengapa begitu susah untuk menghapusmu dari hatiku, cinta ini membunuhku secara perlahan, Cora'. “Kamu sudah mendapatkan seorang calon istri? Kamu terdengar begitu yakin saat ini.” “Sejujurnya, aku menunggumu menjadi seorang janda, tapi itu tampak mustahil, jadi dengan terpaksa aku menikahi kumpulan wanita yang selalu menghiasi hari-hariku dan wanita-wanita yang selalu menghibur kesepianku ini.” Jhon memegang dadanya dan menghapus sudut matanya yang terlihat kering. “Perayu seperti biasanya.” Cora terkekeh pelan. “Ehemmm..” suara deheman yang datang dari samping meja mereka membuat Cora dan Jhon melemparkan pandangan mereka ke arah yang sama. “Stop menggoda istriku, Jhon. Aku nggak akan membiarkan Cora menjadi seorang janda, jika ia meninggalkanku lagi, sejauh manapun itu aku pasti akan membawanya kembali, kubur saja harapanmu itu!” Tony berkata sarkastis. Jhon terbahak. “Santai, Bro. Aku nggak ada niat untuk menggoda istrimu yang cantik ini.”  Tony selalu saja cemburu dengan segala perkataannya kepada Cora, walaupun perkataan itu semua datang dari hati Jhon, tapi Cora tidak pernah menyadari perasaannya. “Papa sudah selesai kerjanya? Sekarang kita sudah bisa main, bukan? Jay nggak nakal hari ini.” Jay memeluk erat tubuh ayahnya. “Tentu saja, My prince. Kita pergi sekarang.” Tony mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Jay, lalu memeluk erat tubuh kecil anaknya. “Maaf Jhon, kami pergi duluan,” Cora segera berdiri. “Kita berbincang lagi nanti dan jangan lupa kenalkan calon istrimu padaku,” lanjut Cora sembari tersenyum lebar, Tony memeluk tubuh Cora dan mencium kening istrinya. Jay melambaikan tangannya pada Jhon. “Pasti akan ku kenalkan. Bye-bye, litte Jay.” Jhon melambaikan tangannya ke arah keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia itu. Tony menggendong Jay dan sebelah tangannya lagi memeluk pinggang istrinya, mereka tertawa bahagia meninggalkan Jhon yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Teruslah berbahagia seperti itu, Cora. Dengan melihatmu bahagia, aku juga merasa hal yang sama. Melihat tawamu membuat hatiku yang gelap ini menjadi sedikit bersinar. Aku mencintaimu, Cora. Sangat sangat mencintaimu dan aku telah menghancurkan hatiku sendiri karena mencintaimu. *** “Maaf menunggu lama, Apa kamu sudah lama menunggu? Aku nggak menemukanmu di tempat yang kita janjikan tadi, untung saja aku masuk ke cafe ini.” Angel langsung berbicara panjang lebar kepada Jhon begitu melihat lelaki itu tengah duduk sendiri dan menatap kosong gelas di hadapannya. “Sudah sejam lamanya aku menunggumu, Calon istriku.” Jhon tersenyum manis. “Maaf … ada rapat mendadak.” Angel berkata datar. Ia menyadari perubahan suasana hati calon suaminya. Hari ini, ia melihat sesuatu yang tidak ingin dilihatnya. Sedari tadi, ia memperhatikan Jhon dari kejauhan dan aru kali ini semenjak mengenal Jhon ia melihat tatapan mata lelaki itu dipenuhi dengan cinta. Lelaki yang selama ini terlihat ramah, gentle, dan lembut itu tidak pernah sekalipun menatap wanita yang berada di sisinya dengan tatapan penuh cinta seperti tatapannya pada wanita tadi. Sebesar itukah cintamu pada wanita yang sudah berkeluarga tadi? Nggak ada sedikitpun rasa yang tersisa untukku? Apakah masa lalu kita benar-benar tidak berarti bagimu? Kak Jhon … aku rindu memanggilmu dengan sebutan itu. Aku merindukan semua tentangmu, Kak. Walau aku tahu bagimu aku hanyalah mainan, tapi hati ini tidak dapat kucegah untuk mencintaimu. Cinta ini membunuhku secara perlahan. Tidak dapatkah kau melihatku? Walau hanya sedikit saja, aku ingin kau menatap ke arahku, menatap aku yang mencintaimu ini. Rasa benciku padamu tidak dapat menghilangkan rasa cintaku ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD