3

1887 Words
    Salah satu ruang kelas dipenuhi oleh panitia pameran yag sedang melaksanakan rapat besar H-10 pameran. Masing-masing divisi melaporkan kesiapan mereka. Divisi pengkaryaan juga mengkonfirmasi data kebutuhan peserta pameran. Friska yang juga berpartisipasi dalam kepanitiaan, sedang memastikan rundown acara berjalan sesuai dengan konsep yang telah disusun. Sedangkan anggota divisinya menyusun poin-poin yang perlu dilaporkan pada ketua panitia.     Friska melewati minggu-minggu tanpa sempat memikirkan badai yang sempat menerpanya. Deadline ujian akhir semester membuatnya benar-benar lupa kalau ia sedang berada di tengah badai tersebut. Mungkin benar kata orang, salah satu cara menyembuhkan luka hati adalah kesibukan. Friska menenggelamkan dirinya dalam seluruh tugas yang menumpuk, dan project pamerannya.     "Mbak Friska, Aku dikabarin Putri katanya dia ga bisa dateng pas hari pertama. Mbak Friska gantiin ya? cuma 1 hari kok" Faisal, anggota divisi acara meminta Friska untuk menggantikan Putri yang seharusnya menjadi MC. Friska memang seringkali diminta untuk menjadi MC di acara jurusan, namun ia hanya mengisi acara yang tidak besar. Sedangkan acara pameran ini adalah acara besar yang membuat Friska tidak begitu percaya diri.     "Masih ada beberapa hari kok. Coba tanya Alice, dia kan ikut penyiar radio kampus" Friska memberi pilihan lain dengan harapan agar ia tidak menjadi MC.      "Yahh mbak, sehari doang kok. Mbak Irma udah buat janji buat fitting sama sponsor" Sebenarnya ada hal lain yang membuatnya berat untuk menjadi MC pada hari pembukaan pameran, karena ia harus berpartner dengan Juna. Juna menjadi MC di hari pembukaan karena sulit mencari MC pria yang bisa hadir pada hari itu, sehingga Juna menjadi pilihan terakhir mereka.     Friska akhirnya menerima dengan syarat Faisal menggantikannya menjadi moderator saat talkshow. Setelah rapat selesai, ia berniat untuk langsung melanjutkan editing filmnya bersama Mira dan Rifki. Namun, orang yang seharusnya menjadi MC di acara pembukaan tidak dapat hadir pada saat acara. Sedangkan hari ini, Irma -panitia dari divisi sponsorship- telah membuat appointment dengan owner butik yang memberi sponsor gaun saat hari pembukaan.     "Yuk Fris berangkat sekarang" Irma menggandeng tangan Friska menuju parkiran. Mereka berangkat mengendarai mobil milik Juna.     Friska memilih duduk di belakang dan menghindari percakapan dengan Juna. Juna merasa kebingungan mengapa MC tiba-tiba diganti dengan Friska?. Bagaimana nanti saat mereka tampil sedangkan hubungan mereka sangat tidak baik. Friska benar-benar membencinya sekarang. Ia bahkan dianggap seperti tidak ada. Mereka berinteraksi hanya saat shooting, dan kembali diam saat shooting usai.     Sesampainya di butik, mereka diarahkan oleh owner butik tersebut. Dari luar, terlihat berbagai gaun cantik dengan berbagai macam model. Mulai dari gaun yang simple, hingga gaun malam. Butik ini sering menjadi sponsor pada ajang kontes kecantikan tikat regional maupun nasional. Bu Anna -owner butik- telah menyiapkan 3 pasang gaun untuk kami pilih. Sebelumnya Irma telah memberitahu konsep acara pembukaan pameran, agar Bu Anna dapat memilih gaun seperti apa yang cocok dikenakan saat acara pembukaan nanti.     Friska mencoba seluruh gaun yang dipilihkan. Namun, karena gaun tersebut dibuat untuk model, Friska harus menggunakan heels setidaknya 15 cm agar gaun tersebut tidak terlalu panjang. Badan Friska yang kecil, membuat gaun yang dipakainya harus dikecilkan dengan melipat bagian pinggang dengan peniti. Akhirnya dipilihlah gaun berwarna biru dongker. Gaun tersebut memiliki lengan pendek sehigga tidak perlu repot untuk dikecilkan. Bagian atasnya berbahan brokat transparan dengan manik-manik yang membuatnya berkelip saat terkena cahanya.     "Pinggangnya kecil banget" Kata Bu Anna sambil memberi peniti pada gaun di bagian pinggang belakang Friska. "Nanti pakai pita aja di belakangnya biar penitinya ketutupan" Bu Irma memberikan sabuk berbahan satin dengan warna yang sama. Terdapat pita besar dan panjang dengan di ujung yang telah dijahit, sehingga cukup dengan dengan menggabungkan kedua ujungnya dengan peniti.     Setelan yang dipakai Juna sangat pas dengannya. Kemeja putih tulang dengan tuxedo dan celana berwarna biru dongker yang sama dengan gaun pasangannya. Dengan tambahan aksen dasi berbentuk pita kecil yang berwarna sama dengan tuxedonya. Mata Juna tidak dapat berhenti menatap Friska yang sedang mencoba gaun tersebut.     Juna merasa bersalah setelah ia sadar bahwa yang dikatakannya saat itu sungguh salah. Kejadian penyiramannya menjadi buah bibir di kalangan cewek fakultasnya. Ia juga disindir terang-terangan oleh salah satu cewek populer dari jurusan seni musik yang sempat mendekatinya. Ini adalah pertamakalinya mendapatkan penolakan dari kaum hawa.     Sebelum pulang, Bu Anna juga meminjamkan heels yang serasi dan pas untuk dipakai Friska bersama gaun yang digunakannya. Bu Anna juga meminjamkan sepatu untuk Juna. Setelah berpamitan, mereka memutuskan untuk langsung pulang.     "Eh aku naik ojek aja, rumahku masih agak jauh. Ga searah juga sama kalian" Irma mendadak duduk di depan butik. "Aku udah pesen kok, kalian duluan aja gapapa"     Juna dan Friska tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak mungkin memaksa Irma untuk meng-cancel ojek online yang telah dipesannya. Mereka langsung merasa pusing saat memikirkan harus berada di situasi yang sangat canggung.     "Aku pesen ojek aja, kamu bisa duuan" Kata Friska tiba-tiba saat mereka berjalan menuju mobil Juna yang diparkir. Kata-kata Friska membuat Juna menganga kaget.     "Kita searah Fris, gausah pesen ojek!" Juna benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Friska. "Segitu bencinya kamu sama aku? Aku minta maaf Fris, Aku nyesel, Aku tau Aku salah" Juna berusaha agar suaranya tidak meninggi karena mereka berada di tempat umum.      "Hihihi liat tuh lagi bertengkar, pacarnya ngambek" terdengar bisikan beberapa orang yang melalui mereka. Membuat keduanya malu dan memalingkan wajah. Juna mengusap wajahnya kesal.     "Masuk Fris" Juna membukakan pintu mobilnya untuk Friska. Namun Friska diam saja dan mulai mengeluarkan ponselnya. Juna hanya memperhatikan Friska yang mulai kebingungan melihat ponselnya yang ternyata kehabisan baterai. Melihat itu Juna hanya tersenyum. Juna masih belum menutup pintu mobilnya, menatap Friska dan tangannya memberi isyarat mempersilahkan Friska masuk. Friska menghela nafas dan dengan terpaksa masuk ke dalam mobil Juna. Juna mengambil paper bag berisi gaun dan sepatu yang dipegang Friska, lalu menaruhnya di kursi belakang. *** Juna pov     10 hari telah berlalu, dan sikap Friska padaku masih sama. Kukira dengan bersikap baik dapat melembutkan hatinya yang sekeras batu. Sejak Aku mengantar Friska pulang, Aku nekat menjemputnya setiap berangkat kuliah. Kurasa Friska mulai memaafkanku karena ia tidak menghindar sama sekali saat Aku menjemputnya. Hanya saja Dia tetap diam. Apakah ia menganggapku sebagai ojeknya?     Aku melihat Friska sudah dalam keadaan berbalut gaun. Rambutnya yang panjang disanggul dengan cantik. Poni depannya yang dibiarkan membuatnya terlihat elegan sekaligus cute dalam waktu bersamaan. Aku sebenarnya tahu kalau dia mahir dalam merias wajah. Dia sering membantu merias komunitas model jurusan dan duta jurusan. Namun Aku tidak mengira kalau dia juga sangat pandai merias dirinya. Walaupun Ia tidak menggunakan riasan mencolok, riasannya mampu memperlihatkan kecantikannya dengan lebih jelas. Kacamatanya diganti dengan softlens berwarna coklat terang membuat siapapun seperti tersihir saat menatapnya. Termasuk Aku.     "Oh My.. Apakah kamu princess?" Mira menghampiri Friska yang berada di ruang ganti. Ruang ganti berada di dalam ruangan panitia. Ruang ganti tersebut agak beresiko karena hanya diberi kain hitam sebagai pembatas.     "Aku ngerasa ini agak berlebihan mir, heelsnya bikin Aku gak nyaman. Lagian cuma MC bukan mau catwalk" Friska terlihat kesulitan saat berjalan. Tidak hanya ruang ganti, gaun itu juga sangat beresiko karena transparan dibagian tubuhnya, Ia hanya memakai singlet hitam untuk menutupi tubuhnya dari gaun yang transparan. Setelah kuperhatikan tubuh Friska tidak terlalu kecil, justru sangat proporsional. Pinggang kecilnya membuat tubuhnya terlihat seperti jam pasir. Tunggu, apa yang sedang kupikirkan?     "No.. Fris, gapapa lah, kan ini juga acara pembukaan. Menurutku ini ga berlebihan, justru cocok banget buat kamu" Kata Mira yang diikuti dengan anggukan Irma. Ya Aku juga mengangguk dalam hati. Aku menyesal mengtainya seperti anak SMP.     30 menit sebelum acara dimulai, Aku, Friska, dan Faisal bersiap di belakang panggung, dekat dengan ruangan pengisi acara. Faisal sebagai salah satu time keeper yang berjaga di belakang panggung, mempersiapkan anggota orkrestra untuk membuka acara.     "Loh Friska ya?" Aku mendengar suara pria yang memanggil Friska dari arah belakang. Kulihat Friska menoleh, dan perlahan senyum lebarnya terukir di wajahnya.     "Kak Bismaaa" Friska terlihat sangat senang. Friska menghampiri Bisma sambil menjinjing gaunnya yang panjang. Dan mereka berpelukan. Apa? Mereka berpelukan? Hah, sepertinya 1 bulan sudah cukup untuk melupakan Wildan.      "Wah Friska sudah besar ya, tingginya sama nih" Cowok itu yang kudengar namanya Bisma, menjajarkan tangannya di atas kepala Friska.     "Kaakk bukannya nanya kabar malah ngejek" Friska menghentakkan kakinya. Tidakkah Dia terlihat terlalu manja di hadapan cowok. Ini pertama kali kulihat Friska seperti ini selain dengan Wildan. Ya mungkin saja Friska menyukainya. Aku fokus mendengarkan percakapan mereka. Sepertinya mereka dulu berteman baik. Yah Aku berharap acara segera dimulai agar tim orkestra yang berisik ini bisa pergi dengan cepat. *** Friska pov     Setelah 5 tahun lamanya tidak bertemu dengan Kak Bisma, akhirnya Aku bertemu dengannya lagi di situasi yang sangat tidak terduga. Kak Bisma adalah pria pertama yang membuatku mengenal cinta. Aku mengenalnya saat Masa Oriantasi Siswa. Kak Bisma adalah salah satu Komisi Kedisiplinan yang sangat dihindari. Sialnya Aku terlambat pada hari ke-3 dan saat itu sudah tidak ada lagi siswa yang terlambat selain Aku. Kak Bisma yang saat itu sudah menginjak kelas 12, mengawasiku yang dijemur di lahan parkir di bawah terik matahari.     Flashback Friska     Aku tidak sarapan hari ini agar tidak terlambat datang saat MOS. Hairnetku sudah tidak berbentuk. Aku bahkan dapat merasakan peluh mengalir di seluruh bagian tubuhku. Andai saja kakak komdis itu tidak mengawasiku, Aku sudah kabur dan terjun ke kolam ikan untuk menyegarkan tubuhku. Kakak itu menaruh tasku di pangkuannya, jadi aku tidak berani untuk mengambil botol air minumku yang berada di dalam tas. Ia duduk di atas jok motor yang terparkir tepat di hadapanku.     Kakak itu menyuruhku berdiri hingga anak-anak yang sedang mendapat ocehan, masuk ke kelas mereka. Aku yang tidak menggunakan arloji ini tidak tahu kapan aku harus masuk ke kelas. Jika mengira-ngira, seharusnya aku sudah diperbolehkan ke kelas.     Jika diperhatikan, Kakak itu memiliki mata yang teduh dan dalam. Aku merasa seperti sedang ditatap dalam-dalam olehnya setiap Dia melihatku. Hidungnya tidak terlalu mancung, namun seluruh fitur wajahnya sangat serasi, sehingga wajahnya sangat proporsi dan tidak bosan untuk ditatap berlama-lama. Kulihat kakak itu melihat arlojinya, lalu pergi ke salah satu pos kesehatan yang berada di ruangan dekat dengan pagar yang menuju lapangan.     "Namamu siapa?" Saat kakak itu keluar, ia menghampiriku sambil memakai tasku di bahu kanannya. Matanya menatap langsung mataku. Aku bisa melihat matanya menjadi coklat saat terkena sinar matahari.     "Friska Sasikirana kak" Aku menjawab sambil menunduk kepanasan.     "Panggilan Friska?" Ia bertanya lagi sambil menunduk melihat wajahku. Tubuhnya yang tinggi membuatnya harus menunduk saat menatapku.     "Iya kak" Aku mengangguk.     "Duduk di situ" Kakak itu menyuruhku untuk duduk di bawah pohon di sampingku. Aku bingung dengan instruksinya yang tiba-tiba. "Nggak mau neduh ya? Lebih suka dijemur?" Aku kaget sekaligus senang karena akhirnya diperbolehkan untuk berteduh dari matahari yang terus meninggi.     "I..iya kak mau neduh" Aku berlari kecil dan menyelonjorkan kakiku di bawah pohon. Aku juga melepas topi yang telah membuat kulit kepalaku gatal.     "Nih minum dulu" Kakak itu duduk di sebelahku dan memberikan air mineral gelas yang dibawanya dari ruang kesehatan. "Aku Bisma, tadi namamu siapa?" Ia mengulurkan tangannya. Aku agak kesal karena aku menyebutkan namaku bahkan tidak sampai 3 menit yang lalu, tapi Dia sudah lupa.     "Friska" Aku menjabat tangannya dengan menunduk dan meminum air mineral yang diberikannya. Aku mendengarnya tertawa kecil. Aku menoleh saat dia tertawa, terlihat matanya menyipit saat tersenyum, Aku akui wajahnya sangat manis saat tertawa. Bisa dibilang Aku merasakan kehangatan?     "Sebenernya masih kurang 15 menit lagi sampe anak-anak masuk ke kelas. Mumpung gaada anak OSIS lain, mending kamu duduk aja di sini. Ga tega liat kamu panas-panasan" Kak Bisma mengatakannya dengan enteng. Aku bisa memastikan saat ini wajahku seperti kepiting rebus. Entah karena efek setelah berjemur, atau karena ucapan Kak Bisma.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD