bc

Hello, Duda!

book_age16+
586
FOLLOW
2.0K
READ
one-night stand
goodgirl
CEO
drama
comedy
bxg
campus
office/work place
friendship
like
intro-logo
Blurb

Bagi Ciama Agnida Risolvㅡ sosok lelaki di hidupnya hanya satu. Tidak peduli dengan pandangan orang yang mengatakan dirinya lemah, karena stuck pada cinta yang sama. Ia hanya gadis 21 tahun yang berencana memiliki dambaan hati yang tidak berubah sejak SMA. Sekalipun lelaki itu sudah menduda. Karena kesetiaannya tidak pernah terbayar oleh apapun. Bahkan sekalipun mereka menyodorkan lelaki yang lebih sempurna dan lebih kaya. Ciama tidak akan pernah memalingkan hatinya dari lelaki tersebut.

Marcel Samana Adyatama, nama lelaki yang Ciama inginkan. Lelaki 25 tahun yang tidak pernah Ciama hilangkan dari hatinya. Meskipun fakta berkata jika lelaki itu sudah menikah dan memiliki seorang putraㅡ Marion Ramazin Adyatama. Anak lelaki judes yang begitu sulit Ciama dapatkan. Anak berumur 2 tahun yang menjadi penghalang terbesarnya mendapatkan sosok Marcel.

Namun layaknya sang papa, Ciama bukan orang yang pantang menyerah. Sudah menikah? Bukan masalah. Duda akan menjadi miliknya!

chap-preview
Free preview
Prolog
Gadis dengan baju sabrina itu terdiam. Tangannya mengaduk teh di depannya seraya menatap lurus ke depan. Dalam hati gadis itu beberapa kali mengumpat melihat bagaimana seseorang yang kini duduk tak jauh darinya tengah mengobrol riang dengan seorang perempuan. Matanya menyipit karena tawa. Membuat siapapun jelas merasa gemas. Ingin sekali menjadi sosok yang membuat lelaki itu tertawa. Namun sayangnya, hanya gadis yang bersama lelaki itulah yang bisa melakukannya. Bahkan di tengah keramaian seperti sekarang. Kedua orang itu seperti memiliki kehidupannya sendiri. Dan tidak mempedulikan sekitar yang menatap keduanya iri. Begitupun dengan gadis ini. Ciama Agnida Risolv. Gadis yang sejak tadi tidak mengalihkan perhatiannya dari kedua orang itu. Meskipun hatinya kini tengah berkobar merasakan hawa  panas yang menjalar bukan main. Bahkan sekarang gadis itu sudah menahan amarahnya yang sejak tadi melambung tinggi. Namun karena tempatnya yang jauh dari kerumunan orang, membuat Ciama dengan mudah memata-matai kedua orang itu. "Liatin siapa, sih?" Tanya seseorang yang kini dengan tenangnya duduk di sebelah Ciama. Seperti tidak memiliki dosa sama sekali, lelaki itu tersenyum ramah. Padahal Ciama yakin lelaki itu tahu ia sedang tidak ingin diganggu. Namun mengingat bagaimana keras kepalanya lelaki ini, membuat Ciama lebih memilih diam daripada meladeninya. "Gak mau jawab?" Tanya lelaki itu, lagi. Tak ingin menjawab, Ciama memilih bangkit. Gadis itu berlalu begitu saja. Selain karena mulai risih, adegan romantis dua sejoli yang tengah Ciama perhatikan sejak tadi juga sudah berhenti. "Mau ke mana?" Ciama menggeram kesal. Kenapa lelaki ini masih saja mengikutinya, sih?! "Ki, bisa biarin gua sendiri dulu gak?" Ujar Ciama yang mulai jengah. "Kenapa juga harus ninggalin lo sendiri?" Ciama mendengkus sebal. Tidak tahu harus berkata apa. Teman lelakinya yang satu ini cukup bebal. Ciama saja sampai muak melihatnya. Rifki Reizdan. Lelaki yang satu universitas, satu jurusan, satu angkatan, juga satu kantor dengannya. Lelaki yang entah kenapa suka sekali membuat  Ciama kesal dan terhibur di saat bersamaan. "Ki, gua tahu lo sadar sama apa yang gua rasain. Tapi lebih baik kalau lo gak terlalu ikut campur. Lo temen buat gua. Gak lebih." Rifki terdiam. Benar. Ia memang hanya teman. Tidak ada apa-apanya dengan lelaki dewasa yang masih mengisi hati Ciama. Ia jauh dari apa yang Ciama sukai. Ia juga bukan sosok menyenangkan yang selalu Ciama jadikan dambaan hati. Dan yang paling penting adalah, dirinya bukanlah seorang Marcel Samana Adyatama. Lelaki yang kini tiba-tiba datang padanya dan Ciama hanya untuk berpamitan pulang. "Lho, Kakak mau pulang sekarang?" Tanya Ciama. Lelaki itu mengangguk. Tangannya mengeluarkan sebuah kado dari sakunya. Kado kecil yang tidak pernah Ciama bayangkan akan mendapatkannya langsung dari sosok Marcel. "Eh, ini apa Kak?" "Wisuda kemarin lupa gak kasih hadiah. Selamat ya." "Ya ampun, padahal udah lama banget. Makasih ya, Kak." "Sama-sama. Jangan lupa dipakai ya. Kalau gitu, kita pulang duluan, ya. Ada yang harus diurus." "Eh, iya Kak. Hati-hati di jalan." Marcel mengangguk. Lelaki itu berlalu dan segera pergi bersama dengan gadis yang tadi sempat mengobrol berdua dengannya. "Bisa banget nyembunyiinnya. Padahal hati lo lagi diremukkin." "Gak usah banyak omong!" Tukas Ciama pada Rifki sebelum akhirnya pergi. Rifki tersenyum tipis. Apa yang ia ucapkan tidak disangkal Ciama. Yang berarti itu semua benar adanya. *** "Ini buat lo." Ciama memegang surat undangan di tangannya dengan gemetar. Seperti mendapat petir di tengah hari, Ciama benar-benar lemas. Gadis itu menatap nanar pada satu surat yang ia pegang. Hatinya seperti tercabik-cabik dengan kasar. Lubang yang ia dapatkan tadi, semakin membesar dan kini tengah dilumuri air keras. Perih, sesak, dan sakit ia rasakan. Tangannya bahkan spontan meremas dadanya kuat. Terasa sangat nyata, sampai-sampai Ciama tidak bisa bernapas dengan benar. "Dek, lo gak papa, kan?" Lelaki yang kini tengah berdiri di depan Ciama memegang bahu Ciama dengan pelan. Takut jika Ciama tiba-tiba pingsan. "Ini--ini beneran?" Tanya Ciama masih tak percaya. Sayangnya lelaki di depan Ciama itu mengangguk. Runtuh sudah pertahanan Ciama. "Oh, ya udah. Makasih ya Bang Rian. Nanti Ciama datang kalau sempet." "Lo beneran gak papa, kan?" Tanya lelaki yang sempat Ciama panggil dengan sebutan Bang Rian. Ciama tersenyum manis lalu mengangguk. "Ciama mau ke kamar dulu. Mau ganti baju sekalian mau taro undangannya. Harus disimpan kan undangangannya?" "Em, iya. Itu soalnya undangan khusus orang terdekat. Nanti kalau mau datang harus bawa itu. Lo beneran gak papa?" Ciama kembali mengangguk kembali dan berlalu begitu saja. Gadis itu memasuki kamarnya dengan pelan. Setelah pintu ditutup rapat, tubuh Ciama merosot jatuh ke lantai. Gadis itu akhirnya bisa meneteskan air matanya sesuka yang ia inginkan. Menutup mata seraya memeluk undangan itu di depan d**a, Ciama meraung keras. Untungnya kamarnya sekarang kedap suara. "Kenapa?! Kenapa lo malah pergi?! Kenapa malah ngasih undangan?! Kenapa gak gua sama lo yang kasih undangan ke orang?!" Gemas Ciama bercampur marah. Gadis itu menghentakkan kakinya sebal. Walau hatinya terasa seperti mati rasa, Ciama tetap menangis kesal. Saking tidak tahunya harus melakukan apa sekarang. "Masa gua kalah gini doang?" Ujarnya pada dirinya sendiri. "Tapi gua gak bisa! Marcel jahat! Lo ninggalin gua!!" Isak Ciama. Kali ini tangisnya benar-benar tangisan kemarahan dan sarat kekecewaan. "Emang ya, Marcel tuh jahat!" Teriak Ciama lagi. Gadis itu menutup wajahnya saking kesalnya. Beberapa saat ia menyelami kekesalan dan kemarahannya. Namun tak lama. Karena gadis itu buru-buru membuka mata dan menghapus sisa-sisa air matanya. "Kalau gua gak bisa jadi protagonis, gua bisa jadi antagonis! Kalau emang lo nikah, gak ada kemungkinan lo bakal ngeduda, kan?" Gumamnya seraya berdiri. Gadis itu mengepalkan tangan. Merasa benar dengan apa yang ia lakukan sekarang. "Liat aja Marcel, kalau emang sekarang lo gak bisa gua dapetin. Duda gua tungguin!" Ciama mengangguk sekali. "Semangat Ciama! Demi duda!" Teriaknya menyemangati diri sendiri. "Tunggu gua Marcel.."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.1K
bc

My Secret Little Wife

read
97.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook