Meminta aku untuk menikah?

1224 Words
"ARGA KAMU DI DALAM? MAMA MAU MASUK SEKARANG" Suara teriakan itu terngiang di telinga Arga. Dia tahu siapa yang datang. Arga yang semula sibuk kembali dengan pekerjaannya. Gara-gara ketiduran hampir 15 menit banyak melupakan berkas yang belum dikerjakan. Dia segera berdiri, menutup semua dokumennya, lalu menutup laptopnya. Tidak lupa dia langsung membereskan semua dokumen yang berserakan di meja. Dengan mata memandang ke depan pintu, yang perlahan sudah mulai terbuka. Arga terkejut saat melihat seorang wanita paruh baya dengan pakaian stylish seperti ibu-ibu sosialita pada umumnya. Melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kerjanya. Dengan wajah muram memendam kekesalan dalam hatinya. Dia adalah, Nyonya Maureen , Mama Arga. Seorang wanita yang paling di sayangi oleh Arga saat ini. dia tahu raut wajah ini, sudah hafal apa yang ingin diucapkan mamanya itu. "Ada apa, ma?" tanya Arga sedikit kesal. Hanya di depan mamanya, Arga yang semula dingin, kejam dan keras kepala seketika dinding hatinya melunak dan tunduk padanya. Dia tidak berani membantah apa yang dikatakan nyonya Maureen. Arga juga sudah biasa dengan omelan kecil dari mamanya, dan sumpah serapah yang sering diucapkan. Sudah jadi makanan sehari-hari Arga Mamanya itu selalu ngomel-ngomel gak jelas. "Arga.. sini!" Mendengar panggilan itu, nyali Arga menciut seketika. dia melangkahkan kakinya perlahan mendekati mamanya. Hembusan napas berat keluar dari mulutnya. "Kapan kamu mengenalkan calon istri kamu!" Hahh.. Pertanyaan keramat itu lagi yang muncul di bibir mamanya, membuat telinga Arga gerah. Berkali-kali mamanya menyemburkan pertanyaan yang sama kepadanya. Kapan dia gak tanya itu lagi!! Pertanyaan yang membuat dia harus terdiam seribu bahasa. Tanpa alasan yang jelas menjawabnya. "Maa!! Arga masih muda, belum mau menikah" mendengar ucapan Arga mata Nyonya Maureen mengobar "Mau sampai kapan kamu sendiri terus, Arga. kamu sudah dua puluh lima tahun! Sudah waktunya kamu merasakan jatuh cinta!" tegas mama Maureen. Dia juga tidak mau jika anaknya jadi perjaka tua nantinya jika tidak segera menikah. "EMM-- Eh.. Arga bel---" Nyonya Maureen melangkah mendekat. Menunjukkan tangannya tepat ke wajahnya, dengan tatapan yang semakin menajam. Membuat Arga terkejut melangkahkan kakinya ke belakang dua langkah. "Bentar Ma, jangan sentuh aku." Arga menggosok hidungnya, dia merasa tidak suka dengan baju yang banyak bulu. Apalagi terlihat sangat menjijikan di matanya. "Hachuu.." Arga menggosok-gosok hidungnya yang terasa gatal. Nyonya Maurent, mundur satu langkah, dan melanjutkan omelannya. tanpa pedulikan Arga yang terus bersin-bersin. "Mama gak mau kamu banyak alasan lagi." tajam nyonya Maurent. "Mau sampai kapan kamu terus jadi lelaki lajang? Mama tidak pernah sama sekali melihat kamu jalan dengan perempuan. Mama tidak mau kamu jadi perawan tua.." "Eh… Salah. Maksud mama perjaka tua." lanjutnya. "Bisa tidak, mama jangan bahas soal pasangan dahulu." "Mama tidak mau banyak orang menganggap kamu tidak mau dengan wanita. Apa jangan-jangan kamu tertarik pada laki-laki." lanjutnya tanpa memberi sela Arga untuk menjelaskan. Arga menghela napas berat, alasan apalagi yang akan dia berikan pada wanita paruh baya di depannya itu, sudah beribu alasan dikeluarkan agar mamanya tidak membuat hidupnya semakin tertekan, kini dia hanya bisa berdiam diri mematung tanpa suara, di depan mamanya. "Mama tidak mau tahu lagi, Arga!! secepatnya kamu kenalkan calon istri ke mama, dalam satu atau dua bulan ke depan! Mama malu Arga, dengan teman-teman mama, kamu sudah dua puluh lima tahun tetapi belum pernah bawa pacar kamu pulang! Bahkan dekat dengan wanita saja tidak pernah" tajam Nyonya Maurent, memegang dadanya, mengatur napasnya yang sedikit ngos-ngosan. "Ma, Arga itu lagi proses cari calon untuk mama" sahut Arga yang tidak ingin terus di sudutkan. "Mau sampai kapan kamu cari? Apa kamu mau sampai mama kamu yang sudah tua ini meninggal? Atau sampai kamu disunat dua kali?" Nyonya Maurent mengatur napasnya lagi, dia lelah menghadapi anaknya yang susah banget diatur kalau soal jodoh. Bikin geleng-geleng kepala. Arga menelan ludahnya hingga melegakan tenggorokan yang semula memang kering. Perkataan mamanya benar-benar menusuk hatinya, ucapannya sangat tajam setajam pisau belati yang baru diasah. Gimana jadinya jika, dia disunat dua kali, lama-lama bisa habis miliknya, pikirnya. "Mama akan carikan calon untuk kamu jangan menolak dan jangan membantah mama lagi!" kata nyonya Maurent penuh dramatis. "Ma! Lagian mama sudah sering carikan calon tetapi apa semua gak ada yang beres. Dari deretan wanita cantik yang mama carikan, tidak ada yang Arga suka. Dan tidak ada yang bisa menarik hati Arga" Kata Arga mencoba mencari alasan. Nyonya Maurent semakin menajamkan pandanganya. "ARGA! Mama itu malu, mama capai semua teman-teman mama tanya kapan kamu menikah? Bahkan kamu tidak pernah terlibat skandal dengan perempuan! Apa kamu benar-benar suka perempuan atau tidak? Atau kamu sebenarnya gay? Seperti yang dibicarakan orang-orang" bentak nyonya Maureen, menyuarakan unek-unek isi hatinya yang terpendam selama ini. Nyonya Maurent menghela napasnya, yang sedikit ngos-ngosan, dia terus marah-marah dengan anaknya membuat napasnya tak teratur. dia memandang wajah anaknya, seketika yang semula marah kini hatinya mulai luluh. Nyonya maurent melangkah mendekati anaknya. Menepuk pundak Arga. "Arga kamu harapan mama satu-satunya! Mama ingin kamu segera menikah! Sebelum mama meninggal nanti, mama ingin mempunyai seorang cucu dan menggendongnya dalam dekapan mama. Tolong pikirkan keinginan mama terakhir ini" tanpa menunggu Arga mengeluarkan suaranya lagi, Nyonya Maurent membalikan badannya melangkahkan kakinya pergi dari ruangan Arga. Menatap Arga membuatnya selalu sedih, dan prihatin dengan nasib anaknya yang satu itu.. hemms.. entah benar apa dia sebenarnya Gay? --- Melihat mamanya yang sudah pergi menjauh. Arga duduk bersandar di kursi, memejamkan kedua matanya sejenak, memegang kepalanya yang terasa penat. Kedua tangan mamanya membuat Arga tidak ada Arga dirinya kali ini, di depan mamanya dia tidak punya nyali untuk melawan. Padahal, dia tidak suka berhubungan dengan perempuan. Dia sudah sangat nyaman dengan dunia dan statusnya sekarang. dia ingin memenuhi permintaan terakhir papanya sebelum meninggal. Jika dia ingin Arga memimpin Wijaya group dan membawanya sebagai raksasa di pasar dunia. Hingga dia harus mengubur dalam-dalam keinginannya dahulu untuk menjadi seorang tentara atau melanjutkan sebagai seorang seniman. Arga suka sekali, menggambar dan membuat berbagai kerajinan dari jemari tangannya. Tetapi, dia harus melupakan apa yang namanya jatuh cinta. Sisa hidupnya bertahun-tahun hanya dihabiskan untuk kerja, dan kerja. Arga membuka matanya, mendengar ponselnya yang terus berbunyi. Diliriknya ponselnya di atas meja yang terus menyala. dia mengambilnya dan mengangkat panggilan itu. "Kamu di mana sekarang?" Arga mengerutkan keningnya, memutar otaknya. Siapa yang berbicara dengannya di seberang sana. Arga sangat tidak asing dengan suara ini. Dan sangat familiar sekali di tangannya, pikirnya. "Emm Le..leon" Arga menebak, seketika disambut dengan tawa meledak-ledak dari seberang sana. "Iya ini aku Leon! Kamu di mana sekarang? Jangan bilang kalau kamu masih di Sydney." "Memangnya, Ada apa? Tumben banget kamu menghubungiku" "Udah gak usah banyak tanya lagi! Besok aku mau kamu datang ke pesta pertunangan aku jam 3 sore. Aku tunggu kamu! Dan tenang saja pesta aku di jamin bersih, jadi kamu jangan takut, Bye." Leon memutuskan sambungan telepon begitu saja. Arga menatap layar ponselnya bingung, helaan napas berat keluar dari mulutnya. "Indonesia! Emangnya dia di Indonesia?" "Dasar Leon!!" Arga menggelengkan kepalanya, lalu memijat keningnya yang terasa sangat pusing. ~ Arga melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul 9.00 pagi. Lima menit lagi akan ada rapat evaluasi perusahaan, yang harus dia pimpin. Sebagai seorang Ceo wijaya grup, dia pantang dengan kata telat, dengan segera Arga bergegas bangkit dari duduknya. Meraih jas hitam di kursinya dan bergegas. dia berjalan menuju ke pintu, memegang knop, lalu membukanya perlahan. Tubuhnya tersentak kaget, melangkahkan kakinya mundur. Untuk yang kedua kalinya dia dibuat kaget, dengan kedatangan nyonya Maurent di depannya. Dengan tangan bersedekap, tatapan mengobarkan percikan api yang masih belum reda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD