Prolog

350 Words
Bismillahirrahmanirrahiim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad === Matanya mengerjap karena berkas cahaya yang merambat melalui celah-celah tirai gorden yang menutupi jendela hotel. Tangan kanannya terulur memijat keningnya karena kepalanya yang terasa pusing luar biasa. Usai menyesuaikan netranya dengan jumlah cahaya yang masuk, kelopaknya pun terbuka lebar. Otaknya berusaha mengingat semua kejadian semalam. Ia lalu terbangun dan memperhatikan sekitarnya. Sepertinya tak ada orang lain di kamar selain dirinya. Lalu, ia juga tak menggunakan pakaian atas. Ia hanya menggunakan celana bahan kain hitam. Kemeja putih dan jasnya tersampir di sebuah kursi yang letaknya tak jauh dari tempat tidurnya kini. Lelaki itu meringis karena pusing yang dideritanya semakin menjadi. Tangannya kembali memijat kepalanya untuk meredakan rasa pusing itu.  Lalu, ia kembali mengingat-ingat yang terjadi padanya semalam. Pesta di ballroom hotel. Dansa. Minuman. Lalu, siapa yang membawanya ke kamar hotel ini? Mengapa juga kemejanya terlepas dari tubuhnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Ia lalu bangkit dan menelusuri kamarnya. Tak jauh dari tempat tidur ia menemukan sebelah heels berwarna hitam dan juga kain jilbab yang setengah basah. Tapi, ia tak menemukan keberadaan siapa pun di dalam kamar itu selain dirinya. Apakah pemilik jilbab dan heels itu adalah perempuan dan telah menolongnya, membawanya ke kamar hotel? Apakah mereka sempat melakukan sesuatu yang terlarang seperti ... Ah, tidak! Ia menggelengkan kepalanya keras mengenyahkan pikiran buruk yang singgah di kepalanya. Tak lama terdengar suara ponselnya yang berdering. Ia segera menuju kursi tempat jasnya di simpan. Ia merogoh saku jasnya dan langsung menjawab panggilan. “Halo assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam. Ghali, kamu ke mana sih? Kok semalam gak pulang?” tanya perempuan di sebrang sana khawatir. “Iya, Ibu. Maaf, Ghali nginap di rumah teman ada urusan.” “Hah? Jangan bohong kamu sama ibu! Ini ayah, enin dan aki khawatir lho. Pulang sekarang!” “Ya ampun, Ghali udah gede kali, Bu.” “Pokoknya ibu gak mau tahu ya Ghali Arkana Fawwaz! Kamu harus pulang sekarang juga!” “Iya, Ibu Charlisa Amelia. Anakmu Ghali Arkana Fawwaz yang kasep ini akan segera pulang.” “Bagus!” “Bu, tapi ayah gak marah, kan?” “Gak tahu. Lihat aja nanti!” Lisa langsung memutuskan sambungannya. Ghali hanya menggelengkan kepalanya. Ia harus segera bergegas pulang jika tidak ingin kena amuk kedua orang tuanya. “Ah, ini heels sama jilbab harus gue apain, ya? Udah kayak Cinderella aja sepatunya Cuma sebelah.”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD