Beberapa ribu tahun yang lalu.
Sebuah prahara terjadi dalam kehidupan klan vampir di Shadow world. Di sana, klan vampir adalah klan paling lemah diantara klan penghuni Shadow world lainnya. Itu disebabkan mereka tidak bisa bertahan dari sinar matahari dan juga perak. Tubuh kuat mereka akan terbakar ketika terkena sinar matahari di Shadow world maupun sinar matahari di dunia manusia. Oleh karena itu klan vampir di pandang rendah dan sering di rendahkan, diburu untuk disiksa di bawah sinar matahari oleh klan lainnya.
Hal itu membawa kegelisahan pada diri Maria--Ratu dari vampir berdarah murni. Dia khawatir jika hal ini dibiarkan maka klan vampir berdarah murni akan musnah. Pandangannya memutar ke arah Furge yang termenung di kursi kebesarannya.
"Suamiku, jika keadaan kita terus seperti ini maka klan vampir berdarah murni akan musnah, " keluh Maria. Matanya yang gelap dan dingin memandang ke arah mayat vampir yang terbakar di bawah sinar matahari karena pembantaian klan lainnya.
"Aku tau, tapi kita tidak bisa melakukan apapun. Matahari memang kelemahan kita, " desah Furge.
"Jika demikian maka aku akan mengadakan upacara perjanjian dengan Demon. "
Furge yang terkejut langsung bangkit dari kursi kebesarannya. "Apa kau gila!? Mereka pasti akan meminta bayaran yang mustahil kita tanggung! "
"Aku tidak keberatan jiwaku ditukar dengan kekebalan kaum vampir terhadap Matahari, " jawab Maria.
Dia kemudian berlari menuju tempat persembahan kaum penyihir. Ruang itu gelap, hanya ada lilin yang menjadi penerangannya. Letaknya yang berada di tengah gurun kematian membuatnya bebas keluar masuk ruang persembahan itu. Di sana dia merapalkan mantra yang sudah ia hafalkan.
Tekad Maria tersampaikan pada Demon. Api dari lilin yang menerangi ruang persembahan berangsur-angsur membesar hingga menimbulkan suatu ledakan. Ledakan tersebut bergulung-gulung seperti sebuah pusaran api berwarna-warni. Semakin lama pusaran itu semakin besar hingga pada akhirnya membentuk siluet api makhluk bertanduk.
Maria hanya memandang datar kejadian di depannya.
"Ada urusan apa kau memanggilku, Vampir? " tanya makhluk yang diselimuti api itu.
"Aku ingin mengadakan perjanjian denganmu, " jawab Maria.
"Apa yang kau inginkan? "
"Aku ingin klan vampir berdarah murni tidak terbakar jika terkena sinar matahari dan perak, " jawab Maria.
"Tapi anak yang berada di kandunganmu harus menjadi kaum Demon, apa kau menyetujuinya? " tanya Demon.
"Baik. "
Tawa Demon menggema di Shadow World. Tak lama kemudian, api mengelilingi tubuh Maria, ia merasa terkejut karena tubuhnya seolah dilecehkan oleh Demon itu. Itu adalah proses pengambil alihan anaknya dari berdarah vampir menjadi darah Demon.
Keesokan harinya, keajaiban terjadi. Kaum vampir tidak lagi terbakar saat terkena sinar matahari. Mereka pun berani melawan klan yang hendak menindas mereka. Akhirnya pertarungan di Shadow world semakin menjadi.
Sedangkan Maria. Dia merasa marah karena dilecehkan oleh Demon sialan itu. Diapun bersumpah akan membunuh bayi di perutnya yang menjadi titisan Demon tersebut.
Ketika Drew lahir dan berusia tujuh hari, Maria mulai menjalankan niatnya. Saat itu fisik Drew sudah tumbuh seperti anak berumur sepuluh tahun.
"Ibu... Ini dimana?"
"Ibu... kenapa kau menghindari ku?"
Drew kecil berusaha menggapai tangan Maria. Tapi dengan kejam ibu Drew tersebut menepis tangan Drew.
"Pergi jauh Drew, kau adalah aib bagi vampire pure blood."
Maria memandang dingin Drew yang menangis keras. Mata yang seharusnya memandang seorang putra dengan penuh kasih sayang justru penuh dengan sorot mata jijik dan benci. Tidak ada yang lebih diinginkan Maria dari pada melenyapkan darah campuran yang memalukan ini.
Drew kecil berkali-kali merintih karena lututnya berdarah karena jatuh. Sayangnya ibunya terus berjalan dengan kecepatan tinggi, Sudah berkali-kali dia terjatuh dan berdarah untuk mengejar Maria tapi ibunya itu tidak mengindahkan sama sekali.
"Ibu...jangan tinggalkan aku hik ibu..."
Drew àkhirnya terjatuh dan tidak bisa berdiri lagi. Meskipun Drew terus memanggil nama Maria tapi wanita itu tetap pergi meninggalkan Drew di padang kematian. Tempat di mana ia melakukan perjanjian dengan Demon.
"Ibu...!"
"Hiks...ibu, hiks aku akan jadi anak baik hiks, jangan tinggalkan aku tidak hik."
"Aku takut..."
Bletak.
Duagh.
Rasa sakit di kepala Drew membuatnya mendongak ke arah benda yang terlempar padanya. Rupanya sekumpulan penduduk vampir berdarah murni beramai-ramai menghujaninya dengan batu. Tentu saja Drew kecil tidak mampu bertahan dan hanya bisa menjerit kesakitan. Tubuhnya dipenuhi darah karena luka dari lemparan ratusan batu yang dilemparkan penduduk darah murni.
"Pergi anak terkutuk!"
"Darahnya berbau menjijikkan."
"Cih benar-benar berbau busuk."
Segala cacian yang diterima Drew membuatnya berlari tak tentu arah. Dengan menahan rasa sakit karena lukanya ia terus berlari siang dan malam. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, kenapa orang-orang membencinya.
Apa yang berbeda dari dirinya?
Mengapa dia dilahirkan jika untuk dibenci?
Langkah kakinya membawa Drew ke pinggir sungai. Drew yang seorang vampire berdarah campuran bisa memakan dan meminum apapun walau bukan darah. Akan tetapi rasa sakit di hati dan sekujur tubuhnya membuatnya tidak merasakan apapun.
Drew hanya ingin menangis setelah jauh dari orang-orang melempari dirinya batu.
Akhirnya Drew kecil hanya bisa menangis dan memeluk lututnya yang berdarah di tepi sungai.
Entah berapa lama Drew menangis, kini bulan purnama akan telah menampakkan dirinya. Seolah hanya bulan itu memberi sinarnya dengan lembut pada Drew. Membuat anak kecil itu terpana dan kagum. Sayangnya suasana damai itu tidak berlangsung lama.
Dua sosok tiba-tiba datang dengan membawa pedang di tangannya. Sorot mata merah dan haus darah seolah menelan Drew bulat-bulat.
"Si.. siapa kalian?"
Drew terus mundur ke belakang karena merasakan bahaya mengancam dari dua orang didepannya. Drew sangat ketakutan melihat mereka berdua.
Benar saja, wajah pria itu tiba-tiba berubah menjadi mengerikan. Mulutnya seperti sobek dengan gigi yang tajam dan bertambah panjang. Air liur berbau busuk juga tercium dari mulut dua orang pria yang penampilannya sangat mengerikan.
Tak berhenti di sana, wajah kedua pria itu seolah terbelah menjadi dua dan tersisa dua bagian. Satu untuk mata merah yang mengeluarkan darah dan satunya bagian adalah mulut yang penuh dengan taring berliur.
"Ucapkan selamat tinggal pada dunia ini hahaha."
"Jangan membenci kami tapi bencilah ibumu yang menyuruh kami melenyapkan dirimu hahaha."
Jiwa Drew seakan mati saat mendengar jika dua orang di depannya ini adalah suruhan ibunya. Air mata yang tadinya mengering kini mengalir kembali. Hanya saja, sorot mata polos anak kecil kini telah hilang, digantikan dengan sorot mata kosong yang dingin.
Drew sudah tak bergerak walaupun tendangan dan pukulan datang bertubi-tubi ke tubuhnya.
Sedangkan kedua pria ini seakan menikmati rasa sakit Drew sebelum membunuhnya. Mereka tidak langsung membunuh Drew namun menyiksa anak yang baru lahir itu. Mereka menusukkan pedang dan cakarnya pada tempat yang tidak membuat Drew mati. Kedua Lycan itu menyimpan kesenangan terakhir untuk membunuh Drew.
'Bunuh' Sebuah suara terdengar di pikiran Drew.
'Lenyapkan mereka.'
'Mereka jahat, harus dibasni.'
'Bunuh'
'Bunuh'
'Bunuh'
"Aaaaagggrhh."
Drew tiba-tiba mengeluarkan api yang memiliki tujuh warna. Api tersebut dengan kejam membakar dua Lycan yang terkejut dengan kekuatan Drew yang muncul tiba-tiba.
Warna mata Drew juga berubah menjadi dua warna yaitu merah dan keunguan.
"Agghhrr! "
"Tolong! "
Api yang melahap dua Lycan perlahan menghanguskan kulit mereka sedikit demi sedikit. Darah dan tulang mereka perlahan hancur dan menjadi debu. Namun api tersebut tidak langsung menghanguskan para Lycan itu. Seolah-olah api itu menikmati rasa sakit yang mereka derita. Hingga akhirnya mereka hangus tak tersisa.
Drew yang dalam keadaan menunduk kini mengangkat wajahnya. Tidak ada lagi raut wajah lemah dan dikasihani. Yang ada adalah sebuah dendam dan kebencian terhadap dunia.
Drew kemudian menjilat luka-luka yang dideritanya. Perlahan luka itu menghilang tak berbekas. Dan tanpa menoleh lagi Drew berjalan untuk berjanji akan kembali. Kembali dengan tujuan menghancurkan semua orang yang telah menolak dan menyakitinya.
Kalian telah membuatku menderita, maka tunggulah saatnya pembalasan dariku. Kalian juga akan merasakan tak berdaya. Terhina dan terinjak-injak. Tunggulah saatnya.
>
Britney mengerjapkan matanya karena bingung dengan ulah makhluk berjenis kelamin laki-laki yang mempesona ini. Sejak dari tadi dia terus meraba-raba kulitnya.
"Sudah, ini geli," rajuk Britney.
"Hn."
Drew masih enggan melepaskan Britney. Tangannya sudah lama tidak merasakan sentuhan, dirinya begitu senang dengan peri yang mampu menyentuhnya tanpa berubah menjadi abu.
"Ahh geliii..lepaskan," gerutu Britney.
"Hn."
"Makhluk laki-laki, kau tidak boleh menyentuhku lagi! " tegas Britney.
"Hn. "
Sayangnya Drew terlalu senang hingga dia sama sekali tidak menggrubis ucapan si peri yang jadi korban pelampiasan rasa ingin taunya.
TBC