“Kamu sudah hubungi Bang Igra?”
“Sudah Pa, tapi belum terhubung,” ucap Anin, dia bingung karena semua baru dia ketahui tentang rahasia abangnya.
“Ya sudah, Papa dan Mama meluncur ke rumah sakit,” balas lelaki yang dihubungi Anindita Mandasari Bagaskara atau yang biasa disapa Anin.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Kenapa Anin? Kenapa?” jawaban panik Anin terima dari seorang wanita.
“Entah Bubu, pokoknya Bubu langsung berangkat ke rumah sakit, ini aku bawa berangkat Teteh ke rumah sakit sekarang,” balas Anin.
“Baik Bubu akan kabari ayah biar Ayah juga langsung ketemu di rumah sakit. Kalian masih di UGD atau di mana nanti kamu kasih tahu, jadi Bubu nggak nyari-nyari.”
“Iya Bu, ini aku baru keluar rumah Teteh.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Yang sabar ya Teh, yang kuat, kita langsung ke rumah sakit,” ucap Anin pada seorang perempuan cantik yang terlihat sangat pias.
Teteh yang dipanggil oleh Anin, adalah kakak iparnya yang bernama Qalesya Priyanka Sudarmaji atau Lesha atau biasa dipanggil Echa oleh kerabat dekatnya.
Lesha seorang pengacara muda yang sangat terkenal, selain itu dia COO di law firm QUEENARA milik bubunya.
Echa tak menjawab hiburan adik iparnya, dia hanya diam, dia memegang perutnya yang teramat sakit, namun hatinya lebih pedih.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Sepertinya ini kontraksi yang sangat berat, dan kami tak bisa mempertahankan lagi,” cetus dokter yang memeriksa Lesha.
“Jadi dia sedang hamil?” tanya Kanigara Sudarmaji ayah Echa, yang mendampingi putrinya saat dokter datang.
Kanigara Sudarmaji, ayah Echa, adalah seorang pengacara senior yang sangat terkenal di Indonesia.
Lesha memang dari keluarga pengacara, ayah dan bubunya pengacara kondang, sehingga dia pun ikut terjun di dunia hukum. Dia mengambil kuliah hukum sehingga sekarang bisa menjabat COO dari law firm milik bubunya.
“Benar, usia janin baru 3 minggu tapi ini tidak bisa dipertahankan, kami minta tanda tangan untuk izin kuret,” jelas dokter.
“Tapi suaminya di sejak tadi belum bisa dihubungi,” Rengganis Antasena mamanya Igra menjawab hal itu.
“Tapi ini tidak bisa menunda lama, kasihan nyonya Lesha kalau harus ditunda lagi.”
“Biarkan saya yang bertanggung jawab, ini putri kandung saya, biar saya yang akan tanda tangan,” cetus Kanigara Sudarmaji. Siapa yang tidak kenal Kanigara Sudarmaji di Indonesia ini.
Setelah mendapat tanda tangan izin untuk dikuret maka Lesha dibawa ke ruang tindakan dari ruang IGD.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Bagaimana ini bisa terjadi Nin, kamu yang sejak tadi bersama dia apa yang sebenarnya terjadi?” desak Rengganis pada putrinya.
“Aku tahu semuanya, tapi aku tidak berhak menceritakan pada ayah Bubu, mama dan papa. Biar nanti teteh Echa yang menerangkan. Ini bukan kapasitasku untuk menerangkan, jadi please jangan desak aku, aku nggak mau kesalahan. Biar nanti teh Echa yang menjelaskan semuanya,” tolak Anin. Sungguh dia terjepit diantara dua pasang orang tua ini.
Tentu saja dua pasang orang tua itu bingung menunggu Lesha bisa keluar ruang tindakan.
Igra, anak atau menantu mereka juga belum bisa dihubungi sejak tadi. Mungkin tak ada sinyal karena Sigra Widyatma Bagaskara atau Igra suami Lesha adalah seorang arsitek dengan jabatan site manager atau manajer lapangan karena dia seorang arsitek kadang sering tidak dapat sinyal sehingga sulit dihubungi. Mereka sudah terbiasa dengan itu.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Sigra Widyatma Bagaskara sejak tadi memang mematikan ponsel agar tak diganggu siapa pun
“Ya ampun? Kenapa banyak banget misscall dari mama, papa, Anin, Bubu dan ayah?
“Ada apa ya?’
“Koq malah tak ada misscall dari Echa?”
Igra kaget melihat banyaknya panggilan masuk saat ponselnya off.
“Assalamu'alaikum Bu, ada apa?” Jawab Igra
“Kamu dimana? Sejak tadi kami hubungi tak bisa dan sekali.”
“Aku dalam perjalanan pulang dari survey lahan di pasir kuda Bogor Bu, ini sudah masuk tol Jagorawi, ada apa Bu?
“Echa masuk rumah sakit Kusuma bangsa.”
Tanpa penjelasan apa pun sambungan pembicaraan ditutup oleh mertuanya
“Ada apa Kak?” Mita, sosok perempuan disisi Igra kaget melihat wajah Igra yang terkesan cemas.
“Echa masuk rumah sakit, bubunya yang kasih tau, tapi sejak tadi papa dan mamaku juga telepon, juga Anin.” Igrs menjawab cemas. Sungguh dia menyesal mematikan ponselnya.
“Kalau begitu aku langsung saja, enggak usah diantar, kakak langsung saja ke rumah sakit,” Mita memutuskan dia tak perlu diantar oleh Igra agar Igra bisa langsung menuju rumah sakit dimana istrinya berada.
“Enggak, aku antar kamu pulang dulu, baru aku ke rumah sakit, biar bagaimana pun aku harus bertanggung jawab, kamu kan juga istriku,” balas Igra.
‘Aku hanya pelengkap mu saja, tapi mau dibilang apa? Itu kemauanku.’
“Ya sudah kalau kakak maunya seperti itu.”
“Maaf ya, kamu jadi terpaksa dengar kalau Echa sakit.”
“Enggak apa koq Kak, santai saja.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Keluar tol Jagorawi Igra mengambil jurusan rumah Mita lebih dulu, rumah kontrakan minimalis yang mereka gunakan untuk tinggal walau Igra jarang menginap.
Pekerjaannya yang sejak dulu sering di lapangan membuat Igra leluasa menyambangi istri simpanannya.
“Aku langsung ya,” pamit Igra, dia tak mampir, hanya membantu menurunkan satu koper besar pakaian mereka, juga semua belanjaan di Bogor.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Alhamdulillah ini sudah selesai ya Pak, sebenarnya nggak perlu terlalu lama sih istirahat 3 jam juga bisa pulih dalam artian dia bisa dibawa pulang. Tapi melihat kondisi nyonya Lesha sepertinya ada faktor lain yang membuat dia tidak bisa langsung pulang. Jadi saya sarankan Bapak cari ruang rawat dulu untuk istirahat nyonya Lesha. Kami akan pantau bagaimana kelanjutannya.”
“Kuret sebenarnya tak butuh bius, tapi karena kondisi nyonya Lesha sangat mengkhawatirkan terpaksa kami bius agar pengerjaan lebih mudah.”
“Dia akan cukup lama pingsan, sebab saya beri dosis agak tinggi untuk membuat dia istirahat, jadi jangan cemas bila dia lama sadarnya. Sekitar Isya nanti dia akan sadar.”
“Baik dokter kami akan cari dan daftar ruang rawat.”
“Saya Ardiningrum Balavardhan, cari saja dokter Ningrum bila butuh saya, dan beritahu saya secara personal bila sudah dapat kamar,” dokter Ningrum biasa sangat attensi pada semua pasiennya.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Kanigara Sudarmaji atau pak Gara segera mendaftarkan Echa di ruang rawat VVIP agar anaknya bisa beristirahat dengan nyaman.
“Yah, tadi dokter Ningrum minta diberitahu secara personal dimana kamar Echa,” Prashanti Kemala Lakeswara atau bu Kemala, istri Gara memberitahu suaminya.
“Baik, Ayah akan ke ruangannya,” Kanigara langsung memberikan berkas pendaftaran ruang pada kepala perawat, kemudian dia menuju ruang dokter Ningrum yang diberitahu suster kepala tadi.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Silakan masuk Pak, dokter Ningrum sedang ada putranya sebab dia sudah selesai praktik,” suster di depan poli kandungan mempersilakan Gara masuk.
“Selamat siang pak Gara, senang bisa berkenalan langsung dengan Bapak, saya Agra Anarghya Aradhana, putra dokter Ningrum, duduk saja, ibu saya sedang ke toilet sebentar.”
“Wah Anda juga dokter?” Gara melihat Agra masih menggunakan snelli.
“Saya dokter penyakit dalam, janjian dengan adik-adik saya, jadi saya menunggu di sini.
“Assalamu’alaykum,” dua suara bening memberi salam bersamaan.
“Wa’alaykum salam,” Gara dan Agra menjawab spontan. Gara menerima salim dua remaja berseragam yang berbeda.
“Ini dua adik kembar saya, mereka masih kelas 12 tapi di sekolah yang berbeda,” Gara memperkenalkan dua adik kembarnya pada Gara.
“Assalamu’alaukum. Maaf pak Gara, lama menunggu? Saya sekalian ganti kostum sebab akan hang out dengan anak-anak,” dokter Ningrum keluar dari toilet di ruang itu yang tertutup sketsel kayu jati.
“Tidak apa Bu Dokter, hanya tadi istri saya bilang Ibu Dokter meminta diberitahu secara personal ruang rawat anak saya,” balas Gara.
“Benar, sebenarnya saya ingin berbincang dengan ibu Kemala sebagai sesama wanita karier, ternyata Bapak yang datang mengabari.”
“Tolong berikan kartu ini pada bu Kemala, saya tulis nomor ponsel pribadi saya dibelakang kartu. Nanti saya akan diskusi dengan beliau.”
“Baik Dokter, akan saya sampaikan. Anak saya ada di paviliun Merapi kamar 02.” Gara menyebut kamar rawat Lesha.
“Besok pagi saya akan visite, malam ini akan ada dokter Markus, dokter jiwa senior di rumah sakit ini.”
“Baik Dokter, terima kasih. Saya pamit, have fun untuk family time-nya.”
“Terima kasih pak Gara.”
“Senang berkenalan dengan Anda pak Gara, nanti saya akan hubungi untuk konsultasi hukum,” Agra menyalami Gara sebelum lelaki gagah itu keluar ruang mommy-nya.