CODE 2. The Bad Dream Continue

1881 Words
"Tuan.."  "Jalan," ucap Jervaro dingin. Danny mengangguk dan segera menyalakan mobil. Danny tak mengatakan apa-apa lagi meski ada banyak pertanyaan di dalam kepalanya. Jervaro memang tak punya banyak ekspresi. Tapi Danny hafal betul secuil perbedaan dari setiap raut yang Jervaro tunjukkan di wajahnya. It's not a good morning.  Jika Jervaro dalam kondisi mood yang buruk, maka Danny harus bersiap untuk menjadi bulan-bulanan. Mengikuti Jervaro sejak pria itu duduk di bangku Junior High School membuat Danny sudah sangat hafal watak Jervaro.  Suara hantaman keras terdengar menggema dari dalam kamar mandi. Danny menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Getar ponsel akhirnya menarik perhatian pria jangkung itu.  "Halo Tuan Jalen."  "Kamu sama Aro, Dann?"  "Iya, Tuan."  "Kenapa telfon saya nggak diangkat? Aro lagi ngapain?"  Danny menoleh sekilas ke arah kamar mandi. "Tuan Jervaro sedang di kamar mandi Tuan."  "Ada apa?" tanya Jalen di seberang seolah tahu ada yang tidak beres.  Pintu kamar mandi terbuka. Jervaro muncul dari sana tanpa baju--dengan tangan kanan berlumuran darah. Darah segar menetes dari sela-sela jari Jervaro. Kini lantai di bawah Jervaro pun telah berubah warna.  "Maaf Tuan Jalen, saya akan hubungi lagi nanti." Danny memutuskan sambungan kemudian mengejar Jervaro.  "Tuan."  Jervaro menarik napas dalam dengan kedua mata terpejam.  "Austin," gumam Jervaro. "Dann, kamu cari informasi soal pesta Austin tadi malam," perintah Jervaro dingin.  "Baik, Tuan." tak menunggu lama, Danny langsung melaksanakan perintah bosnya itu. Jika dilihat situasi saat ini sepertinya masalahnya cukup besar.  ...  Perhatian beberapa karyawan langsung tertuju pada Jervaro saat pria itu melewati lobi menuju lift. Alasannya tak lain dan tak bukan adalah tangan Jervaro yang dibalut perban. Hanya beberapa menit setelah Jervaro menghempaskan p****t ke kursinya, Jalen datang.  "Lo habis dari mana, Ar?" tanya Jalen langsung tanpa basa-basi.  Jervaro memijit keningnya, sama sekali tak menyembunyikan kegelisahannya di depan Jalen.  "Tangan lo kenapa?" Jalen ingat saat tangannya diperban seperti itu dan itu kondisinya tidaklah baik. Ada ketakutan menghantam Jalen.  "Duduk, J.."  Jalen menghela napas kemudian duduk.  "Gue ngelakuin kesalahan besar."  Kening Jalen mengerut.  Tangan Jervaro mengepal. Ia menatap Jalen dalam. "Gue.. tidur sama Cristal."  "Ar!" Jalen ikut memijit keningnya. "Astaga.."  "Gue nggak sadar, J. Minuman gue dikasih obat perangsang. Minuman Cristal juga."  Jalen menghembuskan napas tenang. "Terus Cristal mana sekarang?"  "Gue antar pulang ke apartemennya tadi."  Kedua putra Gomez-Vernon itu tampak memutar otak mereka. Keduanya pasti sama-sama sedang berpikir keras sekarang.  "s**t!" Jervaro memaki.  "Itu pesta siapa?"  "Austin."  "Tapi kita berteman baik sama Austin. Kita udah kenal hampir 10 tahun dan nggak pernah ada masalah sama dia."  Jervaro meremas rambutnya. Jervaro pun bingung. Siapa yang sudah memberi obat perangsang di minumannya dan Cristal. Ini jelas berbeda dengan kondisi Jalen dan Sela tempo hari. Tragedi kali ini jelas bukan bermaksud main-main sebab minuman Jervaro dan Cristal benar-benar diberi obat perangsang. Dan--Jervaro sudah menodai kesucian Cristal. Itu yang paling jelas. Sedangkan Jalen dan Sela saat itu hanya ditemukan di atas kasur yang sama dengan fakta sebenarnya tak ada yang mereka lakukan.  "Gue udah minta Danny buat selidikin siapa aja yang ada di pesta Austin tadi malam. Tunggu kabar dari Danny.."  Jalen menatap sepupunya itu. "Terlepas siapa dan apa motifnya, lo harus bertanggung jawab ke Cristal."  Jervaro mengangkat wajah, menatap sepupu sekaligus sahabat baiknya itu. "Iya, gue akan tanggung jawab." Jervaro memang tak punya pilihan lain. Sebelum itu, Jervaro harus memberitahu dulu kedua orang tuanya.  Kembali terulang kisah Jalen dan Sela. Bedanya kali ini lebih tragis.  ...  Jervaro menatap panjang ke luar jendela. Ada banyak hal berkecamuk di dalam kepalanya saat ini. Danny sudah menyelidiki dan tak ada hal yang mencurigakan. Danny bahkan sudah memeriksa semua CCTV tadi malam dan tak menemukan apapun yang bisa dijadikan bukti. List tamu-tamu pesta juga sudah diperiksa dan tak ada yang mencurigakan. Lalu siapa yang sudah berniat buruk pada Jervaro dan Cristal?  Mobil yang dikemudikan Danny berhenti di depan sebuah apartemen. Jervaro menatap gedung menjulang di depannya itu. Setelah menghela napas pelan, pria itu turun kemudian masuk. Danny menyusul setelah memarkirkan mobil.  Pintu lift terbuka. Jervaro dan Danny keluar dari dalam lift. Tujuan mereka adalah unit apartemen Cristal. Danny menekan bel dua kali. Beberapa saat kemudian terdengar pintu dibuka.  "Tuan Jervaro." Nova tampak terkejut dengan kehadiran Jervaro.  "Mana Bos kamu?"  "N-Nona di dalam Tuan. Tapi Nona sedang tidak bisa ditemui, maaf."  Jervaro menghela napas pelan. Danny melangkah maju membuat Nova terpaksa melangkah mundur, memberi Jervaro jalan. Pria itu melangkah masuk. Apartemen itu tampak bersih dan rapi. Tidak terlalu mewah seperti yang Jervaro bayangkan, tapi tidak buruk juga. Lumayan. Saat tadi pagi mengantar Cristal ke gedung apartemen ini, Jervaro memang agak terkejut karena tak menyangka Cristal tinggal di apartemen kelas biasa seperti ini. Harusnya Cristal tinggal di apartemen high class.  Karena hanya ada 1 pintu kamar, jadi Jervaro tak perlu bertanya di mana Cristal berada. Ia langsung melangkah menuju pintu itu. Nova hendak mencegah tapi Danny menghalangi. Nyali Nova menciut seketika. Dari segi badan dia jelas kalah oleh Danny. Kalaupun harus adu ketangkasan, Nova juga tak yakin bisa menang melawan Danny. Semua orang tahu bagaimana PA Jervaro yang satu ini.  Pintu itu terbuka tanpa usaha keras karena memang tidak dikunci. Jervaro melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar bernuansa abu-abu itu. Ia langsung bisa melihat seseorang tengah bergelung di dalam selimut.  Ada rasa tak biasa menghantam d**a Jervaro. Bayangan tadi malam seperti berputar di dalam kepalanya. Tidak utuh karena Jervaro memang tidak ingat sepenuhnya. Bayangan itu seperti penggalan-penggalan film lama yang gambarnya tak begitu jelas. Tapi satu hal yang pasti, Jervaro ingat bagaimana rasa saat kulitnya bersentuhan tanpa pembatas dengan kulit Cristal.  "Kenapa, Nov? Saya udah bilang saya nggak keluar hari ini." Cristal bergumam. Sepertinya ia mengira Nova yang masuk ke dalam kamar.  Jervaro melangkah mendekat hingga ia berada tepat di samping tempat tidur. Satu alis Jervaro terangkat saat mendapati Cristal tidur dengan baju berlengan panjang. Tapi beberapa detik kemudian perhatian Jervaro teralih pada bekas merah di sepanjang leher Cristal yang bisa ditangkap matanya saat rambut wanita itu tersibak.  "Uhuk.."  Cristal sontak membuka mata dan melotot kaget saat mendapati bukan Nova yang ada di dalam kamarnya, tapi Jervaro. Wanita itu langsung bangkit dan menarik selimutnya.  "K-Kak Jervaro kenapa bisa ada di sini?" suara Cristal terdengar bergetar.  Jervaro menatap Cristal dengan ekspresi datarnya. Bagaimanapun kacaunya Jervaro di dalam sana, yang bisa dilihat dari wajah pria itu hanyalah ekspresi datarnya.  "Kita perlu bicara."  "B-bicara?"  Jervaro beranjak untuk menutup pintu. Kini benar-benar hanya ada ia dan Cristal saja. Pria itu menarik kursi ke dekat tempat tidur.  "Untuk kejadian tadi malam, aku minta maaf." Jervaro sudah berusaha keras untuk terdengar tulus karena dia memang menyesal. Tapi Jervaro tak yakin apa Cristal bisa melihat ketulusannya.  Cristal masih diam.  "Terlepas apa dan bagaimana, aku akan bertanggung jawab."  Cristal tampak terkejut. Cristal tak menyangka Jervaro akan mengatakan hal itu. Cristal bahkan tak menyangka Jervaro akan datang secepat ini. Cristal sama sekali tak berharap karena ia tahu bagaimana Jervaro membencinya. Rasa benci Jervaro padanya sangatlah besar.  "Aku akan menikahi kamu."  Menikah.  Cristal terdiam. Detak jantungnya berirama aneh. Berdebar? Tentu. Tapi debarnya terasa asing. Jervaro menyipitkan matanya, memperhatikan reaksi yang Cristal berikan. Di mata Jervaro, Cristal terlihat sangat tenang untuk ukuran seorang wanita yang baru direnggut kesuciannya. Aneh.  Jervaro menghembuskan napas pelan. Ia tak sesabar itu menunggu Cristal merespon. Apapun keputusan Cristal, Jervaro tetap akan menikahi wanita itu. Lagipula tak mungkin rasanya Cristal akan menolak.  "Untuk lebih jelasnya, kita akan bicarakan malam ini. Aku akan kirim alamatnya. Kita bertemu di sana nanti malam." Jervaro kemudian bangkit dan berlalu tanpa menoleh lagi.  Kedua pria itu meninggalkan apartemen Cristal. Nova langsung berlari ke dalam kamar sang Bos, memastikan kalau Cristal baik-baik saja.  "Kamu pulang aja Nova, hari ini. Saya akan istirahat full. Kamu datang lagi saat malam."  "Tapi Nona.."  "Saya nggak apa-apa."  "Nona yakin?"  Cristal mengangguk. Ia kembali berbaring dengan lengan menutupi mata. Nova hanya bisa menghela napas kemudian dengan terpaksa meninggalkan sang bos.  ...  Jervaro melirik jam tangannya untuk ke sekian kali. Ia kembali meneguk air dingin di dalam gelas. Ini sudah hampir satu jam Jervaro menunggu dan Cristal tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Kesabaran Jervaro semakin menipis.  Jervaro tak bisa menunggu lagi. Dengan tangan mengepal ia bangkit dari tempat duduknya. Restoran tampak tenang seperti biasa. Beberapa meja sudah diisi oleh orang yang ingin menikmati dinner romantis dengan pasangan mereka. Jervaro membawa berkas di tangannya dengan amarah luar biasa di dalam d**a.  "Tuan," Danny langsung menghampiri Jervaro. "Nona Cristal ditangkap polisi."  "Hah?! Kamu ngomong apa barusan?!"  Danny mengangguk yakin. "Nona Cristal diamankan polisi satu jam yang lalu. Berita sementara ia ditangkap bersama sekelompok pengguna narkoba."  Jervaro tampak tak percaya dengan apa yang didengarnya. Keduanya segera meninggalkan area restoran. Saat di parkiran dan hendak masuk ke dalam mobil, samar-samar keduanya mendengar orang bicara.  "Ah dasar sial! Padahal gue belum dapat bayaran setengahnya lagi tapi dia malah ditangkap polisi. b*****t! Rugi!"  Jervaro batalkan niatnya masuk ke dalam mobil. Ia melangkah hati-hati ke arah sumber suara. Ternyata suara itu berasal dari seorang pria yang sedang menelfon di balik tembok di dekat sebuah mobil sedan warna merah.  "Gila lo. Nggak berani gue. Mana tau gue soal itu. Gue cuma ngelakuin apa yang diminta. Tapi kayaknya sih Tuan Jervaro mau tanggung jawab. Berhasil lah rencana dia buat jebak Tuan Jervaro." pria itu kemudian tertawa. "Licik banget emang. Tapi apa urusannya sama gue. Gue cuma jalanin kerjaan sesuai bayaran."  Tangan Jervaro mengepal. Amarahnya semakin naik ke ubun-ubun.  "T-Tuan Jervaro!" pria itu tampak terkejut saat Jervaro muncul dari balik tembok. Jervaro tersenyum tipis. Pria itu sudah bersiap melarikan diri, tapi kalah cepat oleh Danny. Tanpa usaha yang besar, Danny berhasil meringkus pria itu.  "Dia salah satu staf di dapur hotel, Tuan," ujar Danny. Ia sepertinya mengenali si pria yang sudah tak berkutik itu.  "Maafkan saya Tuan. Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya menjalankan perintah saja. Saya benar-benar tidak tahu apa-apa Tuan. Maafkan saya. Tolong lepaskan saya." Pria itu memohon dengan sangat memelas.  Senyum di wajah Jervaro hilang berganti dengan ekspresi super dingin disertai tatapan mematikan. Aura dinginnya benar-benar bisa membuat orang ketakutan setengah mati. Si pria sudah menggigil ketakutan.  "Ampuni saya Tuan."  "Siapa yang menyuruh kamu memasukkan obat perangsang ke minuman saya?"  "Sa-saya.."  "JAWAB!"  "N-Nona Cristal Tuan. Nona Cristal yang memerintahkan saya memasukkan sesuatu ke dalam minuman itu. Sa-saya tidak tau apa-apa. Awalnya saya tidak tau apa obat yang diberikan Nona Cristal. Saya benar-benar hanya menjalankan perintah saja."  Danny langsung menatap sang Bos. Meski tak banyak berubah tapi Danny tahu bagaimana kondisi Jervaro saat ini. Rahangnya mengeras pertanda kalau amarah Jervaro sudah sampai di titik paling puncak.  "Benar Cristal?"  "I-iya Tuan."  "Sa-saya punya buktinya kalau memang Nona Cristal yang memerintahkan saya." pria itu kemudian menunjukkan rekaman di dalam ponselnya. Rekaman saat dirinya sedang bicara dengan Cristal. Keduanya memang tampak mencurigakan di sana. Lalu mata Jervaro menajam saat melihat Cristal mengulurkan sesuatu pada pria itu.  "Untuk apa kamu merekam ini?" selidik Danny.  "Untuk berjaga-jaga kalau saya tertuduh sendiri Tuan. Tapi saya berani bersumpah kalau saya benar-benar tidak tahu apa isi botol itu. Saya tidak tau kalau itu obat perangsang. Tolong lepaskan saya Tuan."  Danny kembali menoleh pada sang Bos. Jervaro menghela napas kemudian mengangkat dagunya sekilas. Danny melepaskan pria itu.  "Jangan senang dulu. Kamu berada di dalam pengawasan saya."  Danny mengambil ponsel pria itu kemudian mencatat nomor telfonnya. "Alamat lengkap kamu." Si pria mencatat alamat lengkap di mana ia tinggal. Setelahnya ia meninggalkan area parkir. Tangan Jervaro mengepal kuat.  "Kita ke kantor polisi.."  Danny mengangguk. "Baik, Tuan."  Mercy hitam itu meninggalkan area parkir.  *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD