6. Pengantin Baru

1817 Words
"Emangnya waktu kecil kamu pernah main nikah-nikahan?" tanya Nino agak kesal sekaligus heran. Taya ini 'kan tomboi, mana mungkin sudi bermain permainan yang bisa dikatakan agak aneh bagi gadis bar-bar itu. Mereka saat ini sedang duduk di atas pelaminan, beristirahat sejenak setelah menyalami tamu undangan yang tak kunjung habis. "Nggak pernah sih. Tapi sekarang ini kita lagi main," jawab Sistaya santai. "Pernikahan kita ini asli, bukan palsu atau mainan. Seenaknya saja kamu mengatakan kalau kita sedang bermain dalam pernikahan ini," ujar Nino sebal sekali. Perkataan Nino itu membuat Sistaya langsung menoleh ke arah pria yang beberapa menit lalu sudah resmi menjadi suaminya. Gadis itu menatap Nino dengan raut wajahnya yang menyebalkan dan Nino sama sekali tidak suka melihat tatapan Sistaya yang seperti itu. "Kenapa lo enggak terima gue bilang kalau pernikahan ini mainan buat kita, Om? Toh, nyatanya gitu 'kan? Kita menikah karena dijodohkan. Lo punya sifat yang lembek dan gue yang kuat, jadi bisa dibilang kalo sekarang ini kita lagi main. Oh gue tahu, apa lo udah jatuh cinta sama gue ya, Om? Makanya lo enggak terima gue bilang kalo pernikahan ini adalah mainan." Mata Sistaya mengedip, tengah menggoda Nino yang langsung memalingkan wajahnya yang merah padam karena perkataan Sistaya. "Saya? Jatuh cinta dengan gadis bar-bar seperti kamu? Seenaknya saja menuduh hal yang tidak akan pernah terjadi!" balas Nino sambil menatap Sistaya kesal. "Yang ada kamu yang akan jatuh cinta dengan saya," sambung Nino. Mendengar perkataan Nino membuat Sistaya ikutan kesal. Enak saja pria itu mengatakan kalau ia yang akan jatuh cinta! Ia menerima pernikahan ini karena ingin terbebas dari kekangan orang tuanya, bukannya karena cinta atau suka pada si Om Lembek yang memang memiliki wajah ganteng, tetapi sayang sekali bukan tipenya. "Dih, Om terlalu pede. Gue enggak akan pernah jatuh cinta sama cowok lembek kayak lo, Om. Tipe gue tuh yang kekar-kekar, minimal seorang petinju atau yang jago taekwondo gitu." Perkataan Sistaya begitu menghina Nino, menyentil ego dan harga diri Nino sebagai seorang pria. Kalau saja saat ini mereka sedang tidak ada di pelaminan, sudah ia beri pelajaran gadis kurang ajar yang sialnya sudah menjadi istrinya itu. "Sayangnya sekarang bukan petinju atau yang jago taekwondo itu yang menjadi suami kamu melainkan pria yang kata kamu lembek ini," balas Nino terdengar begitu menyebalkan. DUKKK .... Kesal, Sistaya menendang kaki Nino hingga membuat pria itu meringis sakit, inginnya ia berteriak kencang saat kakinya ditendang. Namun, Nino masih sadar kalau saat ini ia sedang berada di atas pelaminan bersama si gadis bar-bar yang sialnya sudah sah menjadi istrinya. Bisa hilang aura wibawanya kalau sampai ia berteriak, apalagi banyak tamu undangan yang hadir saat ini. Ini semua gara-gara Sistaya, sepertinya ia harus mempersiapkan dirinya untuk menghadapi tingkah bar-bar gadis itu. Baru sehari menjadi suami Sistaya, ia sudah mendapatkan KDRT dari gadis itu. "Ditendang dikit doang langsung meringis lo. Lemah lo, Om," cibir Sistaya saat melihat ekspresi kesakitan dari Nino. "Kamu enggak tahu rasanya, sini saya tendang balik biar kamu tahu rasanya ditendang," ujar Nino kesal. "Wah, belum apa-apa lo udah ada niat buat nyakitin gue. Parah sih lo, Om, untungnya nih ya gue bukan cewek-cewek lemah di luar sana. Gue adalah Taya, si gadis kuat yang enggak akan takut pada siapapun itu. Kalo lo coba-coba nendang kaki gue, gue akan balas lebih sadis. Dua puluh empat jam non stop gue bakal tendang perut lo sampai bonyok." Nino bergidik ngeri, mengerikan sekali ancaman Sistaya. Ia yang mendengarnya saja sudah bergidik, apalagi jika hal itu benar-benar terjadi? Mamanya benar-benar tidak sayang padanya karena bisa-bisanya menjodohkannya dengan seorang gadis yang memiliki sifat seperti preman. Melihat ekspresi Nino, apalagi saat pria itu sedikit menjauh darinya membuat tawa Sistaya langsung meledak. Tak menyangka kalau ancamannya yang sebenarnya hanya candaan itu membuat suami lembeknya itu merasa was-was. Merasa heran dengan pria dewasa yang sudah menikahinya, tak menyangka juga kalau Nino akan takut hanya dengan mendengar ancamannya saja. "Nino!" Sebuah teriakan disusul dengan kemunculan seorang wanita dewasa di atas pelaminan membuat Sistaya dan Nino langsung menoleh. Nino agaknya terkejut melihat kehadiran wanita itu, hingga membuatnya pun refleks langsung berdiri. "Nino!" Tanpa Nino duga-duga, tiba-tiba saja wanita itu langsung memeluk Nino erat hingga akhirnya hal itu menjadi pusat perhatian banyak orang. "Eh eh eh! Siapa lo? Ngapain lo meluk-meluk suami gue? Lepasin dia!" Sistaya langsung menarik tangan Nino hingga akhirnya pelukan dua orang yang seperti tengah melepas rindu itu pun terlepas. Catat ini! Sistaya bukannya cemburu ya, sama sekali tidak akan pernah cemburu! Ia tidak peduli kalau Nino peluk-pelukan sama wanita manapun itu! Tetapi Sistaya harus memisahkan orang yang berpelukan di hari pernikahannya karena sedari tadi mamanya terus memelototinya seakan tengah mengkodenya agar ia tidak diam saja saat Nino dipeluk oleh wanita lain. Sistaya sama sekali tidak peduli itu, tetapi tidak enak juga jika dua pasang kekasih itu berpelukan di depan umum seperti ini. Mau taruh di mana mukanya jika melihat suaminya dipeluk oleh wanita lain dan dia hanya diam saja? Nino mendadak heran dengan perubahan sikap Sistaya yang tiba-tiba agak posesif itu, apalagi ketika gadis itu tiba-tiba saja merangkul lengannya dengan erat. Nino sedikit meringis merasakan rangkulan Sistaya, ia sama sekali tidak nyaman karena Sistaya seakan tengah ingin membunuhnya secara perlahan dengan merangkul lengannya erat-erat seperti ini. Rasanya sakit dan ngilu, gadis ini benar-benar sekuat baja. "Kamu kapan pulang?" tanya Nino pada wanita di hadapannya itu. "Kemarin, waktu aku tahu kamu mau nikah aku langsung aja pulang. Aku masih enggak rela loh kamu nikah sama cewek lain," ujar wanita itu sambil terkekeh seakan tengah bercanda. Padahal, yang Sistaya lihat dari raut wajah wanita itu, nampak keseriusan dan kesedihan dari matanya saat mengatakan hal itu. "Kamu kebiasaan suka bercanda gitu, nanti istri aku cemburu loh. Ya 'kan, Sayang?" Nino sengaja menekankan kata sayang membuat Sistaya mendelik kesal kemudian mencubit lengan Nino tanpa orang lain tahu, hanya Nino dan ia saja yang tahu karena Nino merasakan sakit itu. Bagaimana rasanya jika kita harus menahan rasa sakit di tubuh kita saat masih banyak orang di sini? "Iya ih, bercandanya enggak lucu, Tante. Nanti gue cemburu loh, gimanapun juga gue ini orangnya posesif. Gue enggak akan ngebiarin cewek lain bilang gitu ke suami gue yang tercinta ini atau dia akan menerima akibatnya," ujar Sistaya sambil tersenyum manis. Sepertinya seru juga mengerjai dua orang dewasa ini. "Enggak kok, tadi saya hanya bercanda aja. Oh ya, kenalin nama saya Lini, teman dekat Nino dari kecil." Wanita bernama Lini itu mengulurkan tangannya pada Sistaya, mengajak gadis itu bersalaman. "Oh, hallo! Gue Sistaya," ucap Sistaya membalas uluran tangan dari Lini. "Selamat atas pernikahan kalian ya, semoga kalian bahagia. Tolong jadi istri yang baik buat Nino ya, tolong juga ingetin Nino kalau dia harus jaga pola makan. Jangan keseringan begadang, saya harap kamu bisa ngingetin dia tentang itu." Lini berucap demikian setelah melepaskan tangannya dari Sistaya. 'Idih, apaan sih nih, Tante? Sok-sokan banget ngatur gue. Si Om udah gede kali, enggak perlu diingetin juga dia paham. Sok-sokan banget bilang gitu biar dikata apa? Yang lebih paham tentang Om Lembek dia? Cih, gue enggak suka sama nih orang. Gue kerjain aja dia biar tahu rasa!' batin Sistaya sambil tersenyum evil. "Iya, Tante tenang aja kok. Gue pasti akan jadi istri yang baik buat temen lo ini. Gue juga akan ingatin dia tentang pola makannya, tapi gue enggak bisa janji nih Tante buat yang satu itu. Ya gimana ya, Tante, kita ini 'kan pengantin baru. Pastinya sering begadang, lagi hangat-hangatnya gitu loh, Tante. Sehari enggak begadang aja pasti ngerasa ada yang kurang, malam ini aja kami mau begadang sampai pagi. Ya 'kan, Sayang? Waktu itu kamu bilang sendiri sama aku kalau kita mau begadang sampai pagi? Kamu bilang udah enggak tahan makanya kita nikah cepat-cepat gini biar kamu bisa puas grepe-grepein aku." Sistaya menatap Nino, meminta persetujuan dari pria itu. Dalam hati Sistaya menahan tawanya, bisa-bisanya ia berkata kelewat vulgar di sini. Untungnya hanya mendengar perkataannya ini hanya tiga orang yaitu dirinya sendiri, Nino dan cewek gatel bernama Lini. Wajah Nino memerah mendengar perkataan Sistaya yang kelewat vulgar, bisa-bisanya gadis itu mengatakan hal demikian. Karena tidak ingin terus menanggung malu yang lebih lama, Nino hanya bisa mengangguk hingga si istri bar-barnya itu tersenyum puas. "Eh, itu tamu-tamu yang lain pada ngantri mau salaman sama kami. Tante, nikmatin makanan yang ada di sini sepuasnya ya, semua makanan di sini itu makanan kesukaan gue. Suami gue ini cinta mati banget deh sama gue, sampai-sampai semua makanan di sini dia yang milihin." Sistaya jelas berbohong karena pada kenyataannya yang memilihkan makanan itu adalah para mama, bukannya dirinya sendiri atau Nino. "Ah iya, sekali lagi selamat atas pernikahan kalian. Nino, aku ke bawah dulu ya." Lini tersenyum sendu ke arah Nino kemudian segera pergi dari hadapan mereka. "Maksud kamu apa-apaan tadi berkata seperti itu pada Lini?" tanya Nino langsung menuding Sistaya. "Santai aja kali, Om, gue tadi cuma bercanda doang. Nanti lo jelasin sendiri lah kalo semua perkataan gue tadi cuma bohongan," jawab Sistaya. "Buat apa saya harus memberitahu Lini? Itu sama sekali tidak penting, terlanjur basah." "Ya biar dia enggak salah paham dong, Om. Lo kok udah tua tapi masih begó gini sih, Om? Bisa-bisanya masalah itu aja pake nanya segala." Sistaya yang kesal, langsung mencubit lengan Nino kencang. "A-aduh, kamu kenapa suka sekali menyiksa saya? Ini sudah yang kesekian kalinya kamu KDRT pada saya berupa cubitan maut! Saya bisa laporin kamu ke Komnas perlindungan pria!" tukas Nino sebal. "Di mana-mana tuh yang ada Komnas perlindungan perempuan dan anak, mana ada Komnas macam itu! Dasar! Tua-tua kok kayak anak baru lahir!" balas Sistaya sengit. Nino hanya diam saja, ia terserah saja gadis bar-bar ini mau menghinanya daripada tubuhnya semakin merah karena berkali-kali mendapat cubitan maut dari Sistaya. Kalau cubitan seperti biasa sih tidak masalah, ini cubitan dahsyat yang bisa membuat lengannya perih dan bahkan sepertinya sedikit lecet. "Cewek lo tadi lucu juga tuh, Om. Pinter lo milih cewek," ujar Sistaya tiba-tiba. "Dia bukan pacar saya, kamu enggak usah cemburu," balas Nino membuat Sistaya menoleh ke arahnya. "Aduh, si Om pedenya makin-makin deh. Sembarangan aja bilang gue cemburu, najis!" Nino akan membalas perkataan Sistaya tetapi belum sempat itu terjadi, teman-teman Sistaya datang mengerubungi mereka. "Taya! Kita ada lagu baru buat lo dan suami lo!" ujar Leo. "Haduh, siap-siap ini gue pasti bakalan malu banget," gumam Sistaya saat melihat Dio mulai memetik gitarnya. "Taya nikah, Taya nikah! Masih tetap bar-bar aja! Hari ini, hari ini! Dia jadi pengantin baru! Besok-besok jadi emak-emak berdaster!" Ingin sekali Sistaya datang menghampiri semua temannya itu kemudian menendang lutut mereka satu persatu saat lagu aneh itu dinyanyikan. Apalagi saat melihat para tamu undangan yang hadir tengah menahan tawa mereka, benar-benar teman sableng semuanya! "Saya baru tahu kalau kamu punya banyak teman yang agak-agak," bisik Nino saat melihat ekspresi wajah Sistaya. "Gitu-gitu juga, mereka sahabat gue, Om! Emangnya lo yang enggak punya sahabat?" sinis Sistaya tak terima temannya diejek oleh Nino walau pada kenyataannya perkataan Nino itu ada benarnya juga. Pokoknya akan ia pastikan setelah habis acara ini, ia akan memberi hukuman pada semua sahabatnya yang sableng itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD