Page 1

2267 Words
Langkah kakinya bergema, pandangan tajam seperti biasa terpadu dengan ekspresi wajah yang datar. Wajah rupawan bak seorang dewa, wajah yang seolah dipahat langsung oleh Sang Pencipta. Wajah yang akhir-akhir ini sering hilir-mudik pada layar-layar televisi, majalah-majalah bisnis, bahkan layar besar townsquare dunia. Seorang pebisnis muda dengan reputasi yang sangat tertutup. Semua wanita di dunia ini boleh jadi memimpikan suami seperti dirinya. Tampan, kaya, pintar, dan masih melajang. Tidak ada satu pun kekurangan yang dia miliki. Dia sempurna, selalu sempurna pada mata dunia. Tapi, sejatinya tidak ada hal yang sempurna dalam dunia fana ini. Pria itu juga tidak sempurna. Dia mungkin adalah seorang manusia kaya karena, hasilnya bekerja sebagai businessman muda yang bekerja keras. Semuanya salah, kekayaannya enam puluh persen berasal dari dunia hitam. Dunia gelap yang dari awal dia geluti hingga menjadi seperti saat ini. "Buka pintunya." Suara itu dalam, memiliki kesan dingin dan menenangkan secara sekaligus. Bahkan hanya dari suaranya, aura misterius itu terpancar dengan kuat. Petugas yang menjaga pintu tersebut bergerak patah-patah untuk membuka pintu besi. Memperlihatkan ruangan berukuran tidak kurang dari tiga kali dua meter. Di dalamnya hanya terdapat sebuah kursi dengan seorang gadis terikat di sana. Masih tidak sadarkan diri. Penampilannya acak-acakan, pelipisnya berdarah dan meski kemejanya hitam, pria itu masih bisa melihat noda merah yang besar pada bahu kirinya. Pria itu berjengit sekilas, hanya sepersekian detik. Tatapannya kembali datar kemudian. "Kalian mulai menyiksa?" Dia bertanya, sembari berjalan masuk. Sedikit menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas bercak-bercak darah itu. Para petugas yang menjaga menggeleng dan menggumamkan kata tidak dengan takut-takut. Tidak ada yang mungkin berani memulai penyiksaan tanpa perintah dari pria itu duluㅡtidak jika nyawa mereka yang akan menjadi taruhan. Mereka tidak mau nyawa mereka melayang begitu saja. Tidak akan ada yang pernah mau bermain-main dengan pria iblis itu. "Luka tembak itu sudah ada sejak kami menemukannya, Tuan." Salah satu petugas mencoba peruntungannya dan dengan serinci mungkin menjelaskan kondisi gadis itu saat mereka menemukannya tergeletak tidak sadarkan diri pada jalanan. Pria itu mendengkus, tidak suka dengan fakta buruannya telah ditandai terlebih dahulu. Menggunakan gerakan tangannya, dia menyuruh kedua penjaga pintu tadi untuk keluar. Meninggalakan dirinya dengan sang gadis dalam ruangan sempit tersebut. Pria itu berjalan ke arah belakang gadis itu, memeriksa apakah ikatannya cukup kencang. Dia tidak mau ada satu kesalahan bodoh yang bisa membuat buruannya kali ini lepas. Tapi, walaupun ikatannya terlepas, gadis itu tidak akan mudah untuk lepas dari jeratan pria ini. Setelah memastikan terikat kencang, pria itu berdiri pada sudut ruangan menanti calon korbannya siuman. Tidak ada sedikit pun niatan pada hatinya yang beku untuk mengobati luka sang gadis. Padahal bisa saja gadis itu tidak akan terbangun sampai kapan pun karena kekurangan darah, tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi pada masa depan. Tapi, pria itu tetap memilih untuk menunggu. Berjudi dengan keberuntungannya sendiri. Butuh dua jam lebih untuk menunggu gadis itu kembali sadar. Masih mengamati, pria tadi tidak tertarik untuk langsung melakukan sesuatu pada gadis ini. Biarkan calon korbannya bersenang-senang dengan lingkungan yang baruㅡpria itu ingin melihat reaksi gadis itu. Ini sedikit berbeda dengan pola yang biasa dia pakai. Tidak ada guyuran air es. Tidak ada sayatan. Tidak ada metode-metode penyiksaan yang biasa dia lakukan. Buruannya kali ini benar-benar spesial. "f**k! Where is this?" Teriakan tidak terduga keluar dari mulut gadis itu. Pria tadi jelas tidak menyangka gadis itu akan berteriak sedemikian rupa. Sebelah sudut bibir pria itu terangkat naik, sepertinya dia menemukan mainan baru. Mainan yang menarik. Buruannya kali ini benar-benar bukan orang biasa. Dia pikir karena buruannya kali ini adalah seorang perempuan, sifatnya akan sama. Tapi, sepertinya dia amat sangat salah. "Keluar kau! Aku tahu, ada seorang di sini. Jangan jadi pengecut. Kalau kau ingin menahanku gunakan hal yang lebih kuat. Rantai dan tali jelas bukan yang tepat untukku." Gadis itu kembali berteriak. Panca inderanya memang lumayan peka dengan lingkungan sekitarnya. Gadis itu bisa merasakan ada seorang lain selain dirinya di ruangan itu. Tapi, tidak ada jawaban sama sekali. Orang itu jelas memilih untuk bungkam. "Takut, eh? Kalau kau terlalu takut sampai tidak ingin keluar, aku akan pergi. Rantai-rantai ini tidak pernah berhasil untuk menjeratku." Gadis itu mulai menggunakan keterampilannya, mengulur waktu untuk menyelamatkan diri. Pertama dia akan mengintimidasi lawan dengan menghinanya seburuk mungkin. Lalu, dia akan mencoba untuk membuka tali-talinya. Dan berhasil. Sangat mudah untuk meloloskan diri. Tapi dia masih sangat berwaspada, lawannya kali ini mungkin sangat berbakat hingga hanya diam dan menonton saja. Dia bisa merasakan tidak ada gerakan sedikit pun yang terjadi, sampai-sampai dirinya merasa ragu dengan instingnya sendiri. Atau bisa jadi sangat bodoh dan pengecut. Orang yang hanya bisa menonton karena ketakutan. Cih. "See, sudah ku bilang ini sangat mudah." Gadis itu mulai menggerakkan badannya. Meraih sebuah jepit rambut dari saku kemejanya. Sedikit kesulitan untuk menggapainya dengan kedua tangannya terborgol ke belakang. Pria itu masih saja diam, bahkan semakin merapat pada dinding. Bukan karena takut tapi, karena, ingin mencoba menyembunyikan hawa keberadaannya. Dia hanya ingin melihat sejauh mana kekuatan gadis ini. Dan dari hal tersebut, dia bisa menganalisa seperti apa orang buruannya kali ini. Mengetahui gadis ini peka terhadap sekitar saja, merupakan hal yang menakjubkan baginya. Pria itu bahkan secara tidak sadar menggerakkan sebelah sudut bibirnya. Mata hitamnya tidak bisa berhenti untuk mengikuti segala gerak-gerik sang gadis. Tanpa sadar pria itu sudah sangat tertarik. "b*****h! Kau hanya ingin terus melihat dan menyeringai? Apa kau takut?" Bukan. Bukan siapa pun itu yang ketakutan. Melainkan gadis itu, hanya dia. Hanya dirinya yang merasa takut dengan semua ini. Nyalinya benar-benar ciut sekarang. Lawannya yang tenang benar-benar membuatnya merasa kewalahan. Dia tidak biasa berada pada posisi terpojok sebagai mangsa seperti ini. Dia harusnya yang menjadi pihak yang tenang. Dia yang harusnya mengintai dan menerkam di saat yang tepat. Aku harus segera pergi dari tempat ini. Atau aku akan benar-benar terjebak dengan situasi gila ini. "Mulai takut, Nona?" Pria itu akhirnya mengambil langkah. Tepat saat rantai terakhir hampir terlepas. Posisi ini harusnya membuat gentar tapi, pria itu tetap tenang. Toh, gadis di hadapannya ini tengah terluka. Gadis ini tidak akan melakukan hal yang besar padanya. Apa yang mungkin dilakukan oleh buruan yang sekarat? "Kau! Kau, pasti yang melakukan semua ini padaku," desis gadis tadi dengan pandangan tajam. Pria itu menyeringai, seringaian iblis. "I dunno, how about you?" "b******n. Apa yang kau inginkan, b******k?" "Bagaimana kalau ku sebut dirimu?" Gadis itu diam, mencoba menelaah apa yang telah terjadi saat ini. Banyak konteks yang muncul dari kata dirimu, itu bisa berarti apa saja. Gadis itu memutar otak, mencoba melakukan kilas balik secara singkat. Rantai-rantai dan tali itu terpasang dengan kuat, tapi tidak cukup kuat bagi dirinya. Gadis itu dengan mudah melepaskan, dia terlatihㅡjangan lupakan itu. Ini artinya, pria itu hanya bermain-main saja. Dia sangat wajib untuk mewaspadai pria di hadapannya ini. Gadis itu tidak bisa menebak apa yang tengah berada pada pikirkan. "Bedebah." Pria itu mengangkat bahunya, berjalan beberapa langkah menuju ke arah gadis itu. Si gadis hanya bisa mendongak, cahaya lampu yang temaram membuatnya tidak bisa melihat jelas siapa lawannya kali ini. Dan pria itu masih berdiri pada bayang-bayang. Tidak membiarkan dirinya terekspos seutuhnya. "Sudah selesai menganalisanya? Menemukan yang kau cari?" Gadis itu memilih untuk bungkam. Seringaian muncul pada wajah pria itu. Wajah rupawannya menjadi mengerikan, tapi tetap tampan. Gadis itu menggeleng. Tidak suka dengan pikiran aneh yang masih muncul pada kepalanya. Dasar kaum hawa. Melihat sang gadis tidak menjawab. Pria itu semakin mendekat. Wajahnya mulai terlihat. Hanya tinggal kedua matanya yang belum terlihat, sayangnya pria itu berhenti di sana. Tiba-tiba tangannya terulur. Mencekik leher gadis itu kuat-kuat. Gadis itu memberikan perlawanan. Mencoba untuk mencakar, berdiri, dan menendang. Tapi, tidak berhasil, pria itu terlalu kuat. Tubuh sang gadis itu tidak bergeser sedikit pun dari tempat duduk. "Bas-tard." Terbata, gadis itu akhirnya mengeluarkan suara. Tentu untuk menghina. Pasokan oksigennya sudah hampir habis, wajah pucatnya mulai membiru. Hanya tinggal menunggu waktu hingga dia mati kehabisan napas. Dalam pikiran gadis itu, dia bersuka cita. Menurutnya lebih baik mati saat ini, dia tidak ingin mati nanti-nanti. Dia ingin saat ini, detik ini juga. Cepat jemput aku malaikat kematian, batinnya bersorak. Tiba-tiba cekikan itu terlepas. Pasokan oksigen menyerobot masuk pada rongga dadanya, dia selamat. Setengah terbatuk gadis itu berbicara tinggi, "Sialan! Apa yang sebenarnya kau inginkan? Bunuh saja kalau kau memang ingin, aku sudah siap untuk mati." "Ini bukan waktu kematianmu, Alana." Gadis itu mendongak cepat demi mendengar namanya disebut. Matanya menyelidik, menatap dalam pada bayangan kelam pada mata pria itu. Bagaimana pria itu tahu mengenai namanya adalah tanda tanya besar saat ini. Pria ini jelas pernah bertemu dengannya. Atau mungkin dirinya sudah menjadi target pria di hadapannya sejak awal. Tapi, Alana tidak pernah mengingat wajah ini. Gadis itu bukan pemilik ingatan yang buruk, sangat mudah baginya untuk mengingat banyak hal sekaligus. Ingatannya sangat fotografis, terlebih untuk sebuah wajah seperti wajah pria ituㅡwajah yang harus Alana akui sangat tidak manusiawi, terlalu indah. Tapi nihil, Alana tidak menemukan ingatan apa pun. Ini artinya hanya satu hal, pria ini sudah mengintai Alana sejak lama. "Benar. Alana Rhea Dóxa, putri seorang mafia yang sangat disegani. Pemilik saham hitam terbesar dan penguasa pelabuhan utara dan barat. Pengolah perusahaan senjata terbesar kedua di dunia. Jika, aku menyebutkan sejumlah kilogram logam mulia untuk menebus putrinya di sini, pria itu pasti akan memberikannya. Meminta sedikit asetnya pun, pasti pria itu berikan. Bukankah sangat gila pengaruh gadis kecil sepertimu ini. Alana adalah permata, berlian, mutiara paling indah dan cemerlang yang dia punya. Siapa yang tahu ternyata permata, berlian, mutiara paling indah dan cemerlang itu memilih kabur dari mansion mewahnya. Pergi dari rumahnya sendiri dengan alasan yang aneh dan berakhir di sini, tertembak pada bahu dan pelipis dengan peluru masih bersarang pada bahumu." Ada jeda di sana, pria itu menatap Alana lekat-lekat. Sebelah tangannya menekan luka tembak pada bahu gadis itu. Membuatnya mau tidak mau meringis. Perlu diketahui, peluru itu masih bersarang di sana. "Well, tenanglah, aku pasti memanfaatkanmu dengan sangat baik." Alanaㅡgadis ituㅡsetengah meringis setengah tercengang, pria di hadapannya jelas lebih berbahaya daripada yang dia bayangkan selama setengah jam yang lalu. Pria itu mengetahui dirinya secara mendetail dan mendalam, padahal selama ini penyamarannya selalu sempurnaㅡAlana yakin penyamarannya adalah yang terbaik. Pria pasti sudah menguntitnya sejak lama. Dia benar-benar menguliti Alana habis-habisan. "Siapa kau sebenarnya?" Pria itu berjongkok, Alana bisa melihat wajah itu dengan lebih jelas. Wajah yang sangat rupawanㅡbenar-benar wajah yang sulit untuk digambarkan. Wajah malaikat tapi, sungguh disayangkan malaikat jelas terlalu suci untuk iblis terkutuk itu. "Nice to see you, Alana. I'm El, your Master."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD