2 – Godaan

1134 Words
  Marcel tersentak kaget ketika mendengar suara kaca pecah dari kamar di sebelah kiri lantai dua. Marcel bergeas turun dari mobil dan pergi ke pintu depan, tapi pintu itu terkunci. Marcel akhirnya memanjat tiang untuk naik ke lantai dua. Begitu ia tiba di beranda depan, Marcel melompat ke beranda kamar tempat pecahnya kaca yang ternyata kaca besar jendela kamar itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Cemas, Marcel langsung masuk ke kamar itu lewat jendela yang sudah pecah. Namun, Marcel tak melanjutkan langkah ketika sudah masuk ke kamar itu. Ia dijebak. Marcel mengernyit tatkala melihat Reta yang berbaring miring di atas tempat tidur, menghadap ke tempat Marcel berdiri, dengan  hanya selimut menutupi tubuhnya. Tampak bahu wanita itu terbuka. “Apa sebenarnya yang kau lakukan ini?” geram Marcel. Reta mengangkat alis. “Memangnya, apa yang kulakukan?” “Kau sengaja memecahkan jendelanya?” Reta menggeleng. “Ponselku tak sengaja terlempar ke sana.” “Apa?” Alasan gila macam apa itu? Namun, ketika Marcel menoleh ke balkon, ia menemukan sebuah ponsel tergeletak di sana. Wanita itu benar-benar ... “Oh, bisa kau ambilkan ponselku?” pinta wanita itu. Marcel tahu itu pasti hanya akal-akalan wanita itu, jadi ia menolak dengan dingin, “Ambil sendiri.” Reta mengangkat alis. “Kau tidak mau mengambilkannya untukku?” “Aku di sini untuk mengawalmu, bukan menjadi orang yang bisa kau suruh-suruh seenakmu,” sengit Marcel. Reta menghela napas dramatis. “Baiklah, kalau begitu.” Lalu, mengejutkan Marcel, wanita itu beranjak turun dari tempat tidur dengan memegangi selimut yang melingkar di tubuhnya. Selimut itu sempat tersingkap ketika Reta turun dari tempat tidur, menampakkan pahanya. Sial! Apa wanita itu benar-benar tak memakai apa pun di balik selimut itu? Marcel mencari aman dengan berbalik memunggungi wanita itu. Lalu, Marcel merasakan wanita itu berhenti di belakangnya. Detik berikutnya, ia merasakan embusan angin dan suara kain jatuh. Marcel menunduk dan mengernyit melihat selimut Reta sudah teronggok di bawah. Marcel sudah akan pergi, tapi kedua tangan Reta tiba-tiba mendarat di pinggang Marcel. Meski tubuh wanita itu tak menempel di tubuhnya. Namun, ketika tangan itu bergerak ke perutnya, hendak memeluknya, Marcel langsung menarik tangan wanita itu dan mendorongnya ke samping dengan keras. Marcel hendak keluar dari jendela ketika mendengar erangan kesakitan Reta. Ketika Marcel menoleh, ia terbelalak kaget melihat luka di telapak tangan kiri dan lutut kiri Reta. Bahkan, ada pecahan kaca kecil yang masih menacap di telapak tangannya. Marcel  bergegas berjongkok di depan wanita itu dan mengecek tangannya. Marcel mencabut pecahan kaca di sana dengan hati-hati. “Kau mau  mati?” Suara Reta terdengar marah. Marcel akhirnya menatap wanita itu dan dilihatnya Reta tidak benar-benar telanjang. Wanita itu memakai secarik kain yang melingkar di tubuhnya, seperti kemben, dan celana yang sangat pendek. “Cih, kau bersikap seolah tak tertarik, tapi lihat ke mana matamu menatap sekarang,” sinis Reta. Marcel menatap mata Reta. “Sampai sejauh mana kau akan merendahkan dirimu sendiri?” “Lalu, sampai kapan kau akan membiarkanku di sini?” sengit Reta. Marcel akhirnya sadar. Ia segera melepas jasnya dan menutupkannya ke tubuh Reta, lalu ia mengangkat wanita itu di depan tubuhnya. Meski begitu, tangan Marcel masih bisa menyentuh kulit punggung dan paha Reta, membuat Marcel mengernyit terganggu. Marcel mendaratkan Reta di tempat tidur, lalu menegakkan tubuh. “Di mana kotak obatnya?” tanya Marcel. Reta mengedikkan bahu. “Cari saja sendiri.” Marcel seharusnya tidak bertanya. Ia akhirnya keluar dari kamar itu lewat pintu dan mengambil kotak obat daruratnya di mobil, lalu kembali ke kamar itu. Tampak Reta sudah berbaring di tempat tidur dengan kaki menggantung dan jas Marcel sudah teronggok di lantai. Marcel mengambil jasnya sebelum menghampiri Reta, lalu kembali menutupkan jas itu ke tubuh Reta. “Kenapa? Kau takut tergoda?” Reta mencibirnya, meledek. Marcel mengabaikan itu dan berlutut di depan Reta. Ia membuka kotak obatnya dan mulai membersihkan luka di lutut Reta. Namun, Reta tiba-tiba mengangkat kakinya dan menyusurkan jari kakinya di paha Marcel. Marcel menatap Reta tajam, tapi wanita itu tak berhenti. Kakinya bergerak semakin berani di paha Marcel, sementara tatapannya terkunci di mata Marcel. Baiklah, jika ini yang diinginkan Reta. Marcel akan bermain-main dengannya. *** Sorot mata pria itu berubah. Apa dia akhirnya tergoda? Atau, dia akan kabur? Namun, Reta kemudian menjerit kesakitan ketika merasakan perih di lututnya ketika pria itu meneteskan obat di sana. Reta mengumpat kasar, berkali-kali. Ia berusaha menarik kakinya, tapi pria itu malah memegangi kaki Reta kini. “b******k! Akan kubunuh kau!” maki Reta sembari berusaha membebaskan kakinya dari pegangan pria itu. Namun, Marcel tidak goyah sedikit pun. Pegangannya di kaki Reta begitu kuat. Dan akhirnya, Reta menyerah dan berhenti memberontak, membiarkan pria itu mengobati lukanya hingga selesai. Setelah Marcel menutup luka di lututnya dengan plester, pria itu menarik tangan Reta yang terluka ke arahnya. Kali ini, Reta tak melakukan apa pun ketika Marcel mengobati tangannya dan pria itu hanya nengoleskan sedikit obat di sana, jadi tak terasa separah kakinya tadi. Namun, begitu Marcel selesai dan hendak berdiri, Reta dengan cepat mengalungkan kedua lengan ke leher pria itu dan menarik Marcel ke arahnya. Pria itu tidak siap dan seketika jatuh menimpa tubuh Reta yang sudah jatuh ke tempat tidur. Sementara pria itu tampak terkejut, shock, Reta melakukan aksinya dengan menyentuh leher pria itu, lalu turun ke dadanya. Reta membuka kancing pertama kemeja pria itu. Kedua, ketiga ... lalu Reta menyusupkan tangannya. Seketika, tubuh pria itu tersentak dan dia bangun sambil mengumpat kesal. Reta seketika terbahak melihat ekspresi pria itu. “Lihat, kan? Kau tergoda,” sebut Reta sembari beranjak duduk. Ia menatap bagian bawah tubuh Marcel. “Kau yakin tak ingin aku menyentuhmu di sana?” “Jika kau pikir ini akan membuatku kabur, kau salah,” tukas Marcel dingin. “Jadi, kau bisa berhenti melakukan hal-hal bodoh seperti ini.” Reta mengangkat alis. “Kau yakin?” Marcel mendengus kasar dan akan berjalan pergi, tapi Reta kemudian berdiri di ujung tempat tidur dan melompat ke arah pria itu, membuat Marcel refleks menangkapnya. “Bahkan meski seperti ini?” Reta berjinjit dan menyurukkan wajah di leher Marcel, memberikan kecupan tanpa henti di sana. Reta mendengar geraman pria itu di lehernya, sebelum Reta merasakan tubuhnya terangkat. Reta sudah bersiap menendang dan menertawakannya begitu pria itu merebahkan Reta di tempat tidur nanti. Namun, ternyata pria itu membawa Reta ke tempat tidur bukan untuk menyentuh Reta, melainkan untuk melempar Reta dengan keras ke sana. Reta mengerang kesakitan merasakan pendaratan kasar itu. Ia mendesis kesal dan mendongak mentap Marcel penuh dendam. “Jika kau begitu ingin merasakan sentuhan pria, cari pria lain. Aku tidak tertarik,” ucap pria itu dingin. Reta melotot marah mendengar itu. Berani-beraninya dia merendahkan dan menolak Reta seperti itu! “b******n sialan!” maki Reta ketika Marcel keluar dari kamar itu. Reta bersumpah, dia akan membuat pria itu merasakan rasa hina yang sama karena penolakan Reta, hingga pria itu memohon-mohon. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD