Unexpectedly in Love (Bahasa Indonesia)

  Reta melihat dari dalam mobilnya di luar pagar sekolah anak-anak Kirana, sahabatnya. Reta melihat sahabatnya itu tersenyum bahagia, dan itu cukup. Sahabat Reta satu-satunya sejak SMA itu kini sudah menjalani hidup yang sempurna dan bahagia. Reta tak ingin melibatkan dia dalam bahaya karena Reta. Reta menghela napas, teringat percakapannya dengan papanya dulu, “Apa karena dia, kau tak bisa menjadi yang terbaik?” interogasi papanya ketika sang Papa menjemputnya sepulang sekolah hari itu. Tatapan papanya tertuju lurus pada mobil yang baru dimasuki Kirana di depan mobil mereka. “Aku sudah melakukan yang terbaik ...” “Melakukan yang terbaik saja tidak cukup bagimu!” bentak papanya. “Kau harus menjadi yang terbaik! Kau mengerti?!” Reta mengangguk dan kemudian hanya menunduk. Hingga papanya tiba-tiba berbicara, “Jika kau tak bisa menjadi yang terbaik karena anak itu, aku yang akan menyingkirkannya untukmu.” Mendengar itu, Reta menatap papanya panik. Ia menggeleng. “Aku pasti bisa mengalahkannya, Pa. Beri aku waktu. Aku ... akan mengalahkannya.” Papanya menatap Reta tajam. “Waktumu tidak banyak. Kesabaranku juga tidak banyak. Putri Ramawijaya itu bisa menjadi saingan berat bagimu bahkan di perusahaan. Jika kau terus kalah darinya, aku tak punya pilihan lain selain menyingkirkannya.” Sejak saat itu, Reta berusaha menjatuhkan Kirana. Dengan segala cara. Hanya agar sahabatnya tidak harus jatuh di tangan papanya. Namun, sekarang tak ada yang perlu dikhawatirkan Reta tentang Kirana. Wanita itu sudah berada di dunianya sendiri, bersama keluarganya. Dan ada Arjuna yang akan melindunginya sekarang. Reta sudah memastikan sendiri suami Kirana itu tidak akan pernah meninggalkan Kirana dan akan melakukan apa pun untuk Kirana. Sekarang, Reta bisa fokus pada perangnya sendiri. Untuk melawan ayahnya dan mendapatkan kebebasannya sendiri. Dengan begitu, ia bisa kembali menjadi sahabat Kirana tanpa harus membahayakan wanita itu. Namun sebelum ia mulai berperang, ada satu hal lagi yang harus disingkirkan Reta. Pria yang belakangan merenggut kebebasannya dan selalu mengekorinya bagai stalker ke mana pun ia pergi. Marcel, pengawal Kirana yang bodoh itu. Sepertinya pria itu tidak akan menyerah dengan mudah. Baiklah. Reta akan mengikuti permainannya. *** Marcel mengerutkan kening ketika mobil Reta melaju meninggalkan kota, pergi ke arah kawasan puncak. Apa lagi yang direncanakan wanita itu kali ini? Meski curiga, Marcel tetap mengikuti Reta sembari mengawasi di belakangnya, kalau-kalau ada mobil lain yang mengikuti. Hingga akhirnya mobil Reta masuk ke halaman luas sebuah villa di kawasan puncak. Penjaga villa yang tadi membuka gerbang untuk Reta, bergegas mengejar mobil Reta untuk membuka pintu mobilnya. Begitu Reta turun, dia mengatakan sesuatu pada penjaga villa-nya, seorang pria usia empat puluhan, yang kemudian tergopoh menghampiri gerbang, lalu keluar dan menghampiri mobil Marcel yang berhenti di depan pagar. Pria itu mengetuk kaca jendela Marcel, membuat Marcel menurunkan kaca jendelanya. “Silakan masuk, Tuan,” ucap pria itu. Pria itu membuka gerbang lebih lebar untuk mobil Marcel dan Marcel melajukan mobil memasuki halaman villa, memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Reta. Marcel turun dari mobil itu dan pergi ke villa. Seorang pelayan perempuan yang seumuran penjaga villa tadi membukakan pintu. Begitu Marcel masuk, penjaga villa tadi juga ikut masuk. Sementara, tampak di ruang tamu villa itu, Reta duduk di sofa dengan menyilangkan kaki. Wanita itu menatap pelayan dan penjaga villa-nya, lalu berkata, “Kalian bisa pulang lebih awal hari ini. Dan besok kalian tak perlu kemari juga. Aku akan di sini sampai besok dan aku tak ingin diganggu.” “Baik, Nona,” jawab dua orang itu bersamaan, sebelum mereka keluar dari villa itu. Marcel menyipitkan mata menatap Reta. “Apa lagi yang kau rencanakan?” Reta menatap Marcel. “Tidak ada. Aku tak merencanakan apa pun. Kenapa kau berpikiran buruk tentangku?” Marcel menatap wanita itu tak percaya. “Ah, aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu,” ucap wanita itu kemudian. Marcel mengerutkan kening, menunggu. “Beberapa waktu lalu, kita pernah berpura-pura menjadi pasangan kekasih. Aku khawatir kau salah paham dan berpikir jika kita benar-benar sudah menjadi pasangan kekasih. Jika kau pikir, itu alasanku membiarkanmu masuk ke sini, kau salah,” ucap wanita itu. Marcel mendengus. “Jangan sembarangan! Kau pikir aku sukarela menjadi kekasih palsumu? Saat itu, aku hanya ingin melindungi Nona Kirana karena dia tidak boleh tahu bahwa kau sebenarnya peduli padanya. Jadi, aku bekerja sama denganmu.” Reta manggut-manggut. “Tapi, aku serius tentang kau boleh jatuh cinta padaku,” wanita itu berkata. “Dengan begitu, aku bisa mematahkan hatimu dan mengusirmu sambil menangis dari sini.” Marcel mendengus sambil melengos kasar. “Aku akan menunggu di mobilku dan mengawasi kalau-kalau ada yang mencurigakan di sekitar sini,” ucapnya. “Tunggu!” tahan Reta. Marcel kembali menatap wanita itu, waspada ketika dia mendekat pada Marcel. Semakin pendek jarak di antara mereka, Marcel semakin bergerak mundur. Hingga punggungnya menabrak puntu. Marcel sudah akan membuka pintu itu dengan tangannya yang bergerak di belakang tubuhnya, tapi tangan Reta tiba-tiba menangkup tangan Marcel. “Apa yang ...?” “Malam ini, hanya akan ada kita berdua di sini,” ucap Reta dalam bisikan. Marcel menahan napas ketika wanita itu mencondongkan tubuh ke arahnya dan berbisik di lehernya, “Aku akan menunggumu di kamar lantai dua sebelah kiri.” Bahkan, wanita itu sempat-sempatnya meniup leher Marcel.   Marcel menggeram kesal dan mendorong Reta kasar, lalu membuka pintu di belakangnya dan keluar dari sana. Didengarnya makian kesal Reta dari dalam, “Sialan kau! Berani kau mendorongku?! Lihat saja nanti! Aku akan membuatmu membayar untuk ini!” Marcel menulikan telinga dari segala macam makian wanita itu dan masuk ke mobilnya. Ia menyalakan AC mobil untuk mendinginkan tubuh. Wanita itu ... kenapa dia selalu membuat masalah? Tidak, tidak. Sepertinya ... wanita itu adalah masalahnya. *** Reta mendecak kesal sembari mengempaskan tubuh ke sofa ruang tamu. Sekarang, ia harus memikirkan apa yang akan ia lakukan pada pria itu nanti malam. Pertama, ia harus memastikan pria itu datang padanya nanti malam. Tentu saja, Reta punya banyak cara untuk itu. Reta menoleh ke arah pintu. Berani sekali pria itu mendorong Reta. Sepertinya, dia belum cukup belajar, siapa lawannya. Jika dia pikir Reta akan selembek Kirana, dia salah. Kirana mungkin hanya bermain-main dengan Marcel, tapi Reta sudah cukup bermain-main. Jika Kirana selama ini selalu membuat masalah, tapi Reta adalah masalahnya. Pria itu sepertinya belum memahami itu. Jika seperti itu, maka Reta sendiri yang akan membuat pria itu mengerti. Berani-beraninya dia membuat masalah dengan sumber masalah itu sendiri! ***