CILY, CEO 2

1600 Words
Gwen menatap pria itu dengan tatapan menggodanya, digigitnya bibir itu dan bergerak secara liar. Gwen tidak perduli pria itu sudah dikerubungi oleh tiga wanita sekalipun. Ia hanya ingin mencoba-coba. Namun sepertinya gagal, karena pria itu masih tetap dalam posisi duduknya tanpa mengalihkan tatapan darinya. Gwen pun acuh dan kembali menikmati lagu, mungkin pria itu tidak suka daun muda seperti dirinya. Tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Gwen tahu itu pria karena sudah terasa dari tubuhnya yang lebih besar darinya, ia juga yakin pria ini pria kaya karena wangi dari tubuhnya menggunakan parfum mahal yang biasa dipakai sepupunya. Melirik dengan ujung matanya, Gwen dapat melihat wajah tampan itu. Bukannya sok jual mahal, tetapi Gwen hanya akan melakukan hal biasa yang dilakukannya dengan pria tampan saja. Senyum miring terulas dibibirnya, pancingannya termakan. Pria ini adalah pria yang tadi ia coba goda. Sengaja Gwen kembali menggoyangkan tubuhnya menggoda pria yang ada dibelakangnya. Dari jarak yang begitu dekat Gwen tahu hika pria itu sudah mulai terpancing, tetapi dengan sengaja ia malah semakin liar menggeseknya dengan lembut ke bagian inti pria itu. “Gadis nakal.” Geraman terdengar ditelinga Gwen. Suara serak dan berat itu hampir membuatnya gemetar. Pelukan pria itu mengerat dan sengaja semakin menempelkan dirinya ke tubuh Gwen. Satu tangan pria itu meraba perutnya dan yang satu ke arah paha mulusnya. Bibir pria itu pun tak tinggal diam, terus mencecapi leher serta telinga Gwen. Sesekali digigitnya bahu dan punggung Gwen. Kembali Gwen menggoda pria itu dengan menekan dan menggoyang memutar tubuhnya. “Siapa namamu?” Tanya pria itu dengan napas memburu. Gwen menatap manik kelam itu dengan menoleh ke samping kanan dimana wajah pria itu berada. “Gwen.” Lirih Gwen ketika mata itu seakan menyalaminya. “Just Gwen?” Gwen mengangguk dan melirik bibir pemuda itu. Tanpa banyak bicara Gwen langsung menyambar bibir ranum yang sedari tadi begitu banyak bicara dan memancing dirinya untuk memulai. Serangannya dibalas dengan brutal tanpa jeda uang membuat napas mereka terengah, panas dan menggelora. Tangan pria itu mulai nakal dengan mengelus masuk dan merambat terus kedalam, menyentuh bagian sensitif dirinya hingga dia berhasil masuk striped halter top berwarna peach miliknya meremas dua bongkah indah tanpa pengaman di sana. “No bra? Apa kau berniat menggodaku?” Dengusnya melepas ciuman mereka sebentar. Gwen pun berbalik menghadapinya. “Untuk apa dipakai jika nanti dilepas?” Pertanyaan itu kembali memancing sesuatu dalam diri pria itu kian menggebu, bahkan tanpa berbicara lagi dia langsung melumatnya lagi. Gwen sudah biasa menghadapi pria yang tidak sabaran macam ini, jadi ia dengan sigap mengimbangi. Sedikit melenguh karena tangan terampil pria itu dalam menyentuh bagian yang begitu sensitif miliknya. “Kita butuh kamar sekarang.” Tak perlu mendengar pendapat Gwen pria itu sudah membawanya keluar dari kelab dan langsung menaiki mobil mewah. “Ke mana kita?” Tanya Gwen setelah terduduk nyaman disebelah pria itu. “Apartemenku.” Jawab pria itu tampak serius menatapi jalan. Tapi Gwen dapat melihat mata pria itu sesekali melirik pahanya seperti pria yang biasanya. Segera Gwen membawa salah satu tangan pria yang memegang stir kearah pahanya. “Jika ingin menyentuhnya sentuh saja tidak perlu meliriknya terus menerus.” Ujar Gwen. Lagi pula saat ini ia memakai celana walau itu hotpants jadi ia merasa sedikit aman. “Berapa usiamu?” “18 tahun.” Jawab Gwen santai melihat keadaan diluar mobil. “Masih sekolah?” Gwen mengangguk mantap. Diliriknya pria itu seperti tak percaya. “Kamu jangan khawatir. Aku sudah biasa dalam hal ini jika yang kamu khawatirkan aku adalah seorang amatir.” Melihat kesempatan lampu merah, Gwen langsung mencium pria itu. Sudah cukup lama hingga lampu kembali hijau. “Aku tidak pernah mencobanya bersama anak sekolah.” Ujar pria itu jujur. Gwen mendudukan diri dipangkuan pria itu dan mencoba menggodanya lagi. Beruntung tubuh Gwen kecil jadi ia tidak menghalangi penglihatan pria itu dalam mengemudi. Kecupan, serta cumbuan Gwen di leher serta bawah telinga pria itu sangat berpengaruh, belum lagi bongkahan indah no bra yang ia gesekkan di d**a bidang pria itu dibalik kemejanya. Gwen benar-benar memberi banyak rangsangan pada pria itu hingga membuatnya kembali menggeram menahan diri. “Kalau begitu. Biarkan anak sekolah ini memberi pelayanan.” Bisik Gwen yang setelahnya dia bahkan memberi rangsangan dengan mengigit telinga pria itu. “Sialan!” ### Torture Maxime melirik wanita-wanita itu tidak berminat, jika bukan karena undangan dari teman-temannya ia malas kemari. Meminum sedikit vodka tak membuat dirinya berselera di tempat ini. Tiga wanita itu sedari tadi menggodanya, tapi hari ini ia benar-benar tak ingin melakukan itu. Ia hanya ingin pulang dan istirahat. Kepalanya hampir pecah karena tumpukan dokumen dan masalah yang terjadi di perusahaan miliknya. Ia melihat-lihat sekeliling tempat ini, tak ada yang menarik. Hingga ia melihat wanita itu. Wanita yang menggoyangkan tubuhnya liar seakan sengaja membuat pria mendekatinya. Ia bisa melihat wajah cantik itu, sangat cantik. Apalagi kulit putih yang menurutnya terlalu putih di antara temaram lampu membuatnya mencolok. Wanita itu menatap kearahnya hingga membuat tatapan mereka bertemu. Tak terduga wanita itu bergoyang begitu sensual dengan menatapnya menggoda, membuat jiwa kelakiannya membara. Tapi Max tak mau gegabah kali ini, ia meneliti penampilan seksi wanita itu bukan sepertinya dia tidak setua itu untuk disebut wanita. Maxime mengabaikan pemikirannya dan berjalan menuju gadis yang menggodanya itu lalu memeluknya dari belakang. Penilaian Max sebagai pria tak akan salah, perempuan dipelukannya ini memilki tubuh yang indah dari bentuk sudah pasti. Tetapi tiba-tiba ia merasa gadis ini sengaja memancing gairah di dalam dirinya. “Gadis nakal.” Geramnya tepat ditelinga gadis itu. Tapi si gadis tak memperdulikannya dan terus saja melakukan goyangan sensual. Pelukan Max mengerat dan sengaja semakin menempelkan dirinya ke tubuh gadis itu. Satu tangan meraba perutnya dan yang satu ke arah paha mulusnya. Aroma tubuh gadis ini membuatnya gila, tanpa izin bibir Max mencecapi leher serta telinganya. Sesekali digigitnya bahu dan punggung. Tetapi lagi lagi godaan dilancarkan dengan menekan dan menggoyang memutar tubuhnya yang sialnya seksi itu membuat Max tak bisa menahan diri lagi. “Siapa namamu?” Tatapan mereka bertemu dan Max semakin tergila-gila dengan manik cokelat madu itu. “Gwen.” Entah sengaja atau tidak, tetapi itu terdengar seperti desahan menurut Max. “Just Gwen?” Gadis itu mengangguk dan langsung menyerang bibir bibirnya. Dari ciuman mereka Max tau gadis ini berpengalaman, jadi tanpa menunggu dibalas juga ciuman itu dengan brutal pula, panas dan menggelora. Tangan Max masuk kedalam baju seksi gadis itu meremas dua benda yang seharusnya menjadi tempat privasi dari wanita yang sialan dia tidak menggunakan pengaman di sana. “No bra? Apa kau berniat menggodaku?” Max mendegus setelah melepas ciuman mereka sebentar, Max sedikit kesal dengan apa yang dihadapinya. Bagaimana gadis ini berkeliaran tanpa bra. Oh damn! Respon membalik badan dan menempelkan tubuh mereka bukanlah hal yang terpikir oleh Max. “Untuk apa dipakai jika nanti dilepas?” Emosi mendengar jawaban itu Max langsung menciumnya lagi tanpa ampun yang bisa diimbangi gadis ini. Lenguhan gadis itu membuatnya semakin gila. “Kita butuh kamar sekarang.” Segera Max membawa gadis ini menuju parkiran dimana mobilnya berada. “Kemana kita?” Max sedikit melirik gadis itu dan menjawab, “Apartemenku.” Lalu fokusnya kembali pada jalan, tetapi juniornya sudah menjerit minta keluar jadi ia hanya bisa melirik gadis itu yang sialannya begitu seksi. Tiba-tiba tangannya dibawa kearah paha mulus itu. “Jika ingin menyentuhnya sentuh saja tidak perlu meliriknya terus menerus.” Seketika Max menjadi gugup, tapi tak ayal tangannya terus mengusap lembut paha gadis itu. “Berapa usiamu?” Tanyanya membuka pembicaraan sekaligus mencari informasi. “18 tahun.” Max sudah duga ini. Tapi mengapa gadis ini sudah seliar ini diusia muda? Apa dia butuh uang? “Masih sekolah?” Max dapat melihat anggukan kepalanya. Max sedikit tak yakin atas penglihatannya. Jadi malam ini ia akan bermain dengan anak sekolah? “Kamu jangan khawatir. Aku sudah ahli dalam hal ini jika yang kamu khawatirkan aku adalah seorang amatir.” Max tidak mengkhawatirkan itu sungguh, melihat gaya gadis ini Max tau gadis ini berpengalaman. Saat lampu merah gadis itu menciumnya cukup lama hingga lampu kembali hijau. Seakan memperlihatkan ke agresifannya. “Aku tidak pernah mencobanya bersama anak sekolah.” Ujar Max jujur. Tiba-tiba gadis itu mendudukan diri dipangkuannya. Mengecup, menghisap dan menjilat di leher serta bawah telinganya Max jadi semakin tak sabar ingin sampai ke apartemennya. Belum lagi dua gumpalan indaj no bra yang di gesekkan serta tubuh sinyal lainnya yang bergerak maju mundur semakin membuat Max menggila. “Kalau begitu. Biarkan anak sekolah ini memberi sebuah kebahagiaan.” Bisik gadis itu sensual. “Sialan!” Max segera memarkirkan mobilnya asal di basement. Memeluk gadis ini erat dalam gendongannya dan keluar dari mobil. Max menahan wajah gadis itu yang sedari tadi menyerangnya dan berbalas menyerang dengan ciuman kasar. Menabrakkan punggung gadis ini di dinding lift dan melanjutkan ciuman panas mereka. Setelah menekan tombol tujuan lantai, lift segera berjalan dengan kegiatan mereka yang masih berlangsung. “Aku ingin segera melakukannya. Kau benar-benar membuatku gila.” Max mengembuskan nafas memburunya dieher gadis itu. Tanpa menunggu lama, Max memasuki apartemennya dan menuju ke kamar. Di bantingnya gadis itu ke ranjang empuk miliknya yang tidak pernah ditiduri wanita mana pun. “Wow, slown down beibh.” Ujar gadis itu mencoba menenangkan dirinya yang sudah tak tahan. Ia segera menindihkan tubuhnya ke tubuh gadis itu. Melumat kembali bibir yang sudah menjadi candunya. Tangannya pun tak bisa diam, terus bermain dengan dua benda yang agak kebesaran ditangannya. Dia sama sekali tak menyangka tenaga Gwen begitu besar hingga bisa membalik keadaan. Gadis itu yang kini berada diatasnya. Membuka kemejanya kasar dan mulai melancarkan aksinya membuat Max menahan desahan. Sialan ia merasa seperti perempuan sekarang, tapi sungguh apa yang dilakukan gadis ini membuatnya merasa luar biasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD