Alya

1185 Words
POV Alya Sang mentari seolah sudah menjadi sahabat buatku, selalu menemani bahkan mengikutiku. Teriknya pun sudah menjadi hal biasa yang aku rasakan. Ya panas, walaupun begitu aku tetap bertahan untuk apalagi kalau bukan untuk bertahan hidup. Aku hanya tidak ingin menjadi beban bagi orangtua ku. Setidaknya, aku bisa makan dan jajan dari hasil kerja kerasku.        Aku Alya, pekerjaanku sekarang adalah seorang yang berjasa dalam melindungi dan mengamankan barang berharga milik orang lain. Bahasa kasarnya adalah tukang parkir. Jangan salah, pekerjaan ini mungkin sepele untuk orang lain. Tapi buatku pekerjaan ini sangat membutuhkan tanggung jawab besar. Jika saja ada kendaraan yang hilang, siapa lagi yang bertanggung jawab jika bukan aku. Maka aku akan melindungi semua kendaraan yang berjejer rapih itu sampai pemiliknya datang kembali. Pekerjaan ini untuk laki-laki memang, tapi apa salahnya jika perempuan pun menjalani pekerjaan ini yang penting halal. Ojol saja, sekarang banyak yang perempuan. Oh satu lagi, sudah hampir satu tahun aku menjadi tukang parkir di sini, di Club Street. Tempat orang-orang yang katanya untuk melepas penat mereka. Minum, mencari kepuasan dan hal-hal lainnya yang menjurus negativ.         Tapi kalian percaya sama aku, walaupun aku sudah setahun disini tapi aku belum pernah masuk dan mencoba minuman haram itu. Pekerjaan ku disini hanya tukang parkir. Ya, sebatas itu.         Dan hari ini, entah ada angin dari mana. Ada satu laki-laki yang menghampiri ku di parkiran. Sok kenal sok dekat gitu, entah siapa aku tidak tahu tapi lelaki itu seperti akrab denganku. Ah aku males mendengar omongan orang yang sama sekali tidak aku kenal, akhirnya aku pergi meninggalkannya namun dia berteriak dan memanggil nama ku.        Alya? Tahu darimana? Tunggu! Gadis berkepang dua? Perasaan sekarang aku selalu diikat satu di belakang. Aku berhenti dan mencoba berbalik untuk melihat wajahnya, siapa tahu aku mengenalnya. Namun tatapan ku berhenti sesaat saat melihat wajahnya.        Tampan sekali, matanya, hidungnya, rahangnya yang begitu tegas, tinggi, putih. Aww, untuk apa lelaki tampan ini mencari Alya?         Alya? Tidak tidak, mungkin bukan Alya diriku yang dia maksud. Aku mencoba mengenyahkan pikiran bahagia ku tentang lelaki tampan ini.        Sampai akhirnya lelaki ini berkata, "Lo bener lupa? Inget gue dihajar babak belur sama Rama? Lo tau Rara? Dirumah sakit?"         Maksudnya? Siapa Rama? Rara? Dirumah sakit? Apa kepala lelaki ini terbentur ya di parkiran? Aku berusaha positive thingking aja, mungkin lelaki ini termasuk jajaran orang hilang yang dicari dan otaknya setengah karatan.         Duh sayang banget ya, lelaki tampan itu sedikit tidak sehat. Aku mencoba menuliskan alamat rumah sakit dengan jelas dan rinci agar dia mau berobat dan memeriksakan otaknya. Setelah itu aku berbalik hendak pergi namun lelaki itu menahan ku dan memeriksa seluruh anggota badanku.        Kenapa sih si tampan ini? Malah bikin jengkel. Dan saat dia mulai bicara lagi, membuatku mengerutkan dahi.        "Alya, lo bener gak inget sama gue? Loe udah bantuin gue. Gue pernah cerita masalalu gue sama lo."         Masa lalu? Masa lalu saat lo kejedot tembok hingga setengah otaknya sudah tidak bisa dipakai?       "Sorry, gue bukan Alya yang lo maksud." Aku berusaha sabar untuk menghadapi lelaki tampan setengah gesrek ini.         "Iya, sorry. Mungkin gue salah orang, mungkin lo bukan Alya temen gue yang gue cari. Tapi, bolehkah kita berteman?" Gadis itu masih diam mendengarkan. "Lo sangat mirip dengan Alya temen gue. Kenalin, gue Gara."          Oh jadi lelaki tampan ini namanya Gara, gesrek-gesrek juga ternyata masih ingat ya nama sendiri. Hemm, terima tidak ya? Katanya aku mirip sama temannya. Seperti apa sih temannya itu yang namanya kebetulan sama denganku. Apa dia lebih cantik dari aku? Bodo ah.         Dengan pemikiran yang matang, aku akan mencoba berteman dengannya. Di pikir-pikir selama ini juga aku tidak punya teman. Kenapa ya baru sadar sekarang. Teman ku satu-satunya hanya pak Yoyo, security disini.        Tidak ada salahnya mencoba berteman dengan dia, apalagi dia tampan. Jarang-jarang orang tampan mau berteman dengan gadis si tukang parkir, jika bukan di dalam novel yang seperti aku baca. Presdir terkaya jatuh cinta dengan gadis si pedagang cilok. Tapi akhirnya sad ending, karena si Presdir ternyata jatuh cinta sama gadis si pedagang bakso yang ada disebelah pedagang cilok itu. Benar-benar cerita dalam novel, semua bisa terjadi.        Terima? Ok aku akan menerima pertemanannya tapi dengan satu syarat. Lelaki itu harus bernyanyi apa saja. Entahlah, kenapa aku memberikan syarat konyol itu dan kenapa pula aku menyuruhnya menyanyi? Tapi itu yang terlintas di pikiranku. Aku hanya ingin tahu saja, apakah dia benar2 ingin berteman denganku atau hanya ingin yang lain. Zaman sekarang lelaki kebanyakan modus kenalan dengan para gadis hanya untuk nafsu mereka.         "Hari ini, hari yang kau tunggu. Bertambah satu tahun usiamu bahagianya aku. Yang ku beri, bukanlah jam dinding bukan seikat bunga, atau puisi, juga kalung hati. Ma--"          Dan ...        Oh my God, dia benar-benar bernyanyi.          "Stop, stop!" aku menghentikan nyanyiannya. Apa lelaki itu tidak tahu malu. Lihat, dimana ini.           Sudah lantang, suara jauh dari kata merdu, ditengah parkiran pula. Otomatis orang-orang yang berada disekitar jadi melirik lelaki itu. Untung dia tampan, lelaki tampan selalu bisa dimaafkan. Dan lagu apa itu? Sumpah, aku benar-benar ingin tertawa sekeras-sekerasnya. Kalau perlu tertawa menggunakan toa dan mikrofon agar seluruh kota Bandung atau bahkan seluruh dunia mendengarkan tawa lepas ku. Tapi aku sadar diri dan menghargai lelaki itu yang benar-benar bernyanyi menerima syarat konyol ku.          "Baiklah, sekarang kita berteman." ucapan ku membuat lelaki itu berbinar bahagia.       Ada apa dengannya? Apakah sebahagia itu berteman dengan seorang perempuan? Sebahagia itu berteman dengan si gadis tukang parkir?           Dia sempat mengajakku untuk makan bakso, tapi aku menolak dengan alasan ini sudah jam pulang kerja ku. Memang aku selalu pulang jam 5 sore dan diganti dengan orang lain entah siapa aku tidak tahu namanya dan tidak pernah menyapa nya. Kadang aku pernah pulang sampai malam karena masuk kerja ku jam 3 sore.          Gara. Namanya Gara.          Ok, kita sudah berteman dan jangan harap kamu berteman denganku dengan maksud lain atau sesuatu untuk memanfaatkan ku.           Aku senang, mempunyai teman baru. Setidaknya untuk saat ini, apakah besok lelaki itu akan datang lagi? Teman? Ah rasanya ini masih mimpi, lelaki tampan datang tiba-tiba dan menyatakan pertemanan dengan tiba-tiba. Seperti apa jika aku memiliki seorang teman? Apa yang akan dilakukan seorang teman? Dan bagaimana harus bersikap dengan teman?            Sejujurnya kenapa pula aku tidak pernah punya teman? Setelah sekian lama aku baru sadar dan itu karena lelaki tampan itu. Kemana teman-temanku? Yang aku tahu dan sedikit ingat adalah teman-teman masa kecilku, teman-teman sekolah ku. Dan sekarang kemana mereka? Apakah melanjutkan sekolah? Bekerja atau pindah? Apa yang terjadi dengan mereka?         Gara, sekali lagi semoga pertemanan kamu tulus padaku. Aku tidak akan menyia-nyiakan pertemanan ini, jikalau otak lelaki tampan itu masih setengah gesrek. Sepertinya aku akan senang berteman dengannya.           Gara si tampan setengah gesrek.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD