60

1078 Words
TITIK TEMU [60] Tentang Sosial Media ____________________________ Shena rasanya tidak percaya bahwa seorang Albi tidak mempunyai akun sosial pribadi non bisnis yang biasa digunakan untuk membagikan foto atau momen penting kepada banyak orang. Shena baru menemukan orang yang benar-benar tidak kecanduan bermain sosial media. Cowok itu tampak santai ketika Shena tanya tentang akun sosial media yang tak pernah dibuat kecuali Rainbow cafe. Albi memang unik, berbeda dengan yang lainnya. Shena sampai heran sekali, pada saat ini masih ada yang tidak mempunyai akun sosial media sendiri. Itu hal yang wah untuknya. Selama perjalanan ke kelas, Shena hanya memandangi Albi dari arah samping. Sedangkan Albi yang sejak tadi mereka ditatap hanya diam saja. Albi jarang terlihat salah tingkah karena dia pandai menguasai semua ekspresi wajahnya. Jadi kalaupun memang salting, tidak akan terlalu kelihatan lah. "Bi," panggil Shena kepada Albi yang fokus berjalan. "Hm," begitulah jawaban yang selalu Albi keluarkan, sebuah deheman singkat tanpa menatap ke arah orang yang memanggilnya. Shena berpikir sejenak, "kenapa Lo enggak bikin akun sosmed sendiri? Kenapa Lo memilih enggak punya sosmed? Padahal 'kan Lo bisa tuh saling follow-follow-an sama yang lain. Bisa memperluas pertemanan juga!" "Enggak follow akun sosial yang lain juga bukan masalah. Lagipula, orang yang follow gue belum tentu kenal dan mau berteman sama gue. Gini, memangnya followers Lo yang banyak itu adalah teman-teman untuk Lo?" Tanya Albi menghadap Shena yang hanya diam karena tidak tahu harus menjawab apa. "Lo engga bisa jawab 'kan? Karena enggak sepenting itu, Shen. Lo punya lingkungan yang biasa aja tapi bikin Lo bahagia, itu jauh lebih baik daripada punya banyak followers yang kadangkala bisa jadi itu adalah hatters Lo sediri." Sambung Albi. "Lo bahagia?" Tanya Shena yang membuat Albi tertegun balik. Albi tersenyum tipis, "enggak! Cuma itu yang bisa gue jawab." Cowok itu langsung nyelonong masuk ke dalam kelas tanpa mempedulikan Shena yang hanya bisa bengong dan sedikit takjub dengan jawabannya baru saja. Kalau tidak mempunyai jawaban aneh, bukan Albi namanya. Albi selalu membuat Shena bingung, namun karena cowok itu juga hidup Shena menjadi lebih hidup sekarang. Walaupun dengan status tidak jelas mereka berdua, setidaknya Shena merasa mempunyai seorang cowok yang benar-benar akan melindungi dirinya setiap saat. Di dalam kelas tampak beberapa teman mereka yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Diantara mereka sedang mengerjakan sebuah laporan praktikum yang baru saja mereka lakukan tadi. Tak terkecuali Nandan, Rilo, Sofya, dan Liliana yang sedang duduk berhadapan—saling mengerjakan sebelum dikumpulkan nanti. "Ternyata pada ngerjain laporan!" Ucap Albi yang menarik salah satu kursi yang mendudukinya. "Lo dari mana aja, Lil?" Sambung Albi sambil menatap Liliana yang tampak tidak seperti biasanya. Liliana menggeleng pelan, "tadi ke kamar mandi bentar, terus datang ke perpustakaan, terus ke kelas ketemu sama mereka, habis itu ngerjain aja daripada mau ngapain." "Hai, semua." Ucap Shena dengan canggung. Apalagi ketika tanpa sengaja dirinya bertatapan dengan Liliana yang masih memasang wajah masam ke arahnya. "Duduk, Shen." Jawab Rilo dengan menepuk salah satu kursi kosong yang berada disampingnya. Shena mengangguk sekilas sambil menatap Albi yang duduk disamping Liliana. Sebenarnya ada yang aneh dari tatapan Liliana kepada Albi, namun Shena tidak berani banyak berkomentar. Bukankah mereka baru mengenal satu sama lain? Shena tak ingin membuat masalah yang akan disesalinya. Setidaknya, Shena harus berusaha menjadi cewek yang baik jika tidak ingin dikirim ke luar negeri. "Beberapa hari ini, cafe sepi ya, Bi?" Tanya Liliana kepada Albi sambil menulis. "Apa gara-gara komentar Shena waktu itu?" Sambung Liliana dengan melirik ke arah Shena yang diam saja. Sofya langsung menyenggol lengan Liliana dengan cukup keras sambil memelototinya. Nandan pun sama, hanya bisa memasang wajah sebal karena pertanyaan Liliana kepada Albi yang menyudutkan Shena itu. "Hm, memang baru sepi aja. Gue jarang buka juga 'kan semenjak ikutan bimbel, Nandan juga baru sibuk-sibuknya ngurus anak OSIS. Pada enggak sempat buat buka cafe. Jadi alhasil, sepi gitu." Jawab Albi yang terdengar netral. "Sorry," ucap Liliana kemudian yang merasa bahwa ucapannya sedikit keterlaluan. "Santai aja sih!" Jawab Albi yang mewakili Shena. "Mungkin kalian juga merasa aneh sama hubungan gue sama Shena. Cuma ... kita ngerasa baik-baik aja setelah barengan." Sambung Albi sambil menatap sang pacar yang hanya diam saja. Suasana sedikit tegang karena yang lain pun tidak ikut berkomentar. Ya, mereka memang sedikit merasa aneh dengan hubungan dadakan diantara Shena dan Albi. Namun mereka pun berusaha memaklumi, karena tidak semua hal harus dibagi dengan orang terdekat. Mereka pun memilih untuk kembali melanjutkan pekerjaan mereka yang sempat tertunda tadi. "Pinjam handphone Lo!" Pinta Shena kepada Albi yang berhadapan dengan dirinya. Albi mengerutkan keningnya, "mau buat apaan sih?" "Mana?" Tandas Shena dengan sedikit memaksa. Walaupun bingung dan merasa aneh dengan sikap Shena, Albi tetap saja memberikan ponselnya kepada sang pacar. "Hm ... enggak di mana-mana, cewek sama aja! Hobi banget deh ngecekin handphone cowoknya." Sindir Nandan. Shena tidak menggubris ucapan Nandan sama sekali. Cewek itu tetap menghidupkan ponsel Albi—tak ada yang aneh dari ponsel ini, sekilas. Ponsel tidak menggunakan kata sandi, pola, sidik jari, dan sistem keamanan yang biasanya wajib ada pada sebuah smartphone jaman sekarang. Jika dilihat dari latar belakang tampilan ponsel, ikon-ikon, dan semuanya pun terlihat tidak pernah dirubah sejak dibeli. "Lihat handphone Lo yang lain." Tandas Shena dengan memasang wajah kesal karena melihat betapa sucinya ponsel Albi tanpa sentuhan sama sekali. Pasti ada ponsel pribadi yang biasanya Albi pakai, tentunya tidak seperti ini—ponsel dengan masih mengunakan setelan pabrik. Albi tampak bingung, "gue cuma punya satu handphone, Shen. Gue bukan Rilo yang bisa beli handphone dua atau tiga dalam sekali waktu. Lagian, kenapa gue harus punya handphone lebih dari satu? Satu aja, jarang banget gue pakai." "Fakta!" Sahut Nandan yang serba tahu apa yang terjadi dalam hidup Albi. Bahkan barang-barang apapun yang Albi punya, Nandan cenderung tahu. "Astaga ... kenapa handphone Lo enggak ada estetik-estetiknya sih? Kenapa mirip handphone baru yang belum di-setting sama sekali." Ucap Shena sambil membuka-buka setiap aplikasi yang ada di ponsel Albi. Rilo sedikit tertawa, "Albi memang enggak pernah otak-atik handphone deh. Lo enggak bakalan lihat sesuatu yang mencurigakan di handphone dia. Dia jarang main handphone, Shena." "Albi punya handphone cuma buat pajangan doang!" Sambung Sofya. "Dan ... dia enggak bakalan selingkuh sama siapapun! Percaya deh sama gue, Albi enggak pernah kelihatan dekat sama cewek selain sama Lo." Tandas Nandan yang sok ingin meyakinkan Shena. Shena menatap teman-temannya secara bergantian,"gue cuma mau lihat ... dia punya akun sosial media pribadi atau enggak!" Seketika, mereka tertawa. Mana mungkin Albi yang gemar belajar ini akan menyia-nyiakan kuota hanya untuk  bermain sosial media. Tidak mungkin! •••••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD